Ayyara harus terpaksa menikah dengan Melvan yang notabenenya adalah musuh sendiri karena sebuah kesalahan pahaman, mereka di jodohkan oleh orang tua. Hidup rumah tangga mereka pelik, banyak konflik yang terjadi. Akan kan Ayyara menyerah atau Ayyara akan jatuh cinta pada Melvan yang sudah menjadi suami sahnya?
Sekitar tengah malam, seorang gadis SMA masih menikmati alunan musik DJ dalam sebuah club' malam. Gadis itu nampak santai berjoget mengikuti tempo musik yang semakin lama semakin cepat.
Tentunya berdesakan tak membuatnya kehilangan kenyamanan, gadis itu melambai tangan ke kanan dan ke kiri di sertai badannya yang ikut bergerak.
Healing terbaik menurutnya adalah ini. Dunia sesungguhnya tempat dia menghilangkan rasa penat.
Sementara di tempat yang sama namun berbeda posisi, sekelompok pria tengah sibuk meminum c*cktail dengan netranya tak lepas melirik gadis gadis sexy di tengah kerumunan sana, mereka tertawa lebar menikmati suasana malam ini. Akan tetapi, ada salah satu diantara mereka yang hanya diam lesu tak bergairah.
"Ada apa bro, murung banget kek benang kusut," celetuk Zean kala melihat sang teman tengah diam tak bergairah.
Biasanya Melvan yang begitu semangat, tapi melihatnya dalam kondisi begini, temannya yang lain–Gio protes. "Gak seru anjir. Ngapain dateng ke sini kalo mood lo minus."
Perkataan itu sama sekali tak di gubris, mengingat bahwa ayahnya mulai mengatur Melvan dan melarang dia ini itu.
"Biasa, bokap gue ngatur banget jadi orang tua. Rese, posesifnya melebihi cewek tau gak," ucap Melvan menginterupsi kedua temannya.
Alih alih menjawab, Zean maupun Gio malah saling memandang, lalu sedetik kemudian menghamburkan tawa.
"Lucu?! Apa gue lagi becanda ini?!" kata Melvan datar tak berekspesi, jujur saja akhir akhir ini permintaan sang papa sangat di luar nalarnya.
Zean terkesiap, pun dengan Gio. Akhirnya salah satu dari mereka mengemukakan pendapat.
"Kalo ucapan bokap lo serius, mending lo nurut deh," pendapat Gio.
Zean terheran. "Lah, kalo nurut sama ortu berarti itu tandanya lo setuju Melvan di kurung di rumah," tanyannya.
"Iyalah, kalo misal lo nurut otomatis bokap masih bakal memfasilitasi hidup lo." jeda Gio,
Melvan anggukan kepala tanda setuju.
"Kalo milih nurut lo bakal bisa dapet dua keuntungan." lanjutnya.
Karena penasaran, Melvan mencondongkan wajahnya, bersiap mendengar kelanjutan ucapan Gio yang terlihat semakin serius. "Apa keuntungannya."
"Yang pertama jelas nama lo pasti baik di mata om Gibran, nah yang kedua, lo itu masih bisa tetep keluar tanpa sepengetahuan bokap."Gio menaik turunkan alisnya, tangannya berbentuk centang di bawah dagu.
Oke. Melvan mengangguk setuju. Tapi bagaimana caranya supaya bisa keluar tanpa sepengetahuan Papanya?
"Gimana caranya, to the point dong nyet, basa basi mulu!" ucap Melvan tak sabaran.
"Kunci aja kamar lo, dan lo keluar lewat jendela. Gimana, brilian kan?"
"Memangnya bokap gue sebodoh itu, tiap detik aja rumah gue selalu di kelilingi anak buahnya. Kalo gitu mah gue juga bakal ketauan," ujar Melvin mendelik.
Zean yang mendengar itu langsung mendaratkan pukulan tanpa di tunda, lelaki itu mendengkus kasar. "Receh!"
Akibatnya, Gio meringis. "Aww, sakit a'a ih kamu teh main kekerasan gitu," ujarnya sok menjadi perempuan tersakiti. Hal itu membuat Zean maupun Melvan mual.
"Nyesel sumpah gue ngedengerin bualan lo!" sarkas Melvan. Lelaki itu meminum c*cktail beberapa cangkir dengan sekali teguk.
Zean tahu kondisi keluarga Melvan seperti apa. Ayah dan Ibunya sangat baik dan perhatian bahkan kepada teman Melvan sekalipun, jika berkunjung ke rumahnya, maka di pastikan orang yang tidak mendapatkan perhatian khusus dari orang tuanya sendiri akan terenyuh.
Apalagi ibunya, dia adalah bidadari bentuk manusia yang paling indah di muka bumi.
Zean sangat paham, ayahnya Melvan hanya ingin melihat sang anak hidup teratur, toh itu juga nanti untuk kebaikannya sendiri di masa tua. Andai saja Zean berada di posisi Melvan sekarang. Zean malah akan merasa sangat senang dan bersyukur.
Menyadarkan Melvan arti sakitnya merasa kehilangan itu rasanya percuma dan sia–sia. Oleh sebab itu Zean Sampai detik ini masih bungkam tak memberi masukan lebih.
"Itu karena nyokap bokap lo sayang sama lo Van, percaya deh sama gue. Mereka cuman gak mau anaknya jadi brandal." Zean memberi wejangan.
Lelaki itu adalah yang paling dewasa diantara ketiganya. Bisa di bilang, Zean adalah pakar dari pemberi nasihat.
"Lo gak ngerti Ze, gue itu terlalu di kekang. Gue itu bukan cewek yang perlu di atur ini itu!" sentak Melvan, seolah di sini bahwa Zean pelaku utamanya, apakah lelaki itu tak membela temannya sendiri?!
Zean tersenyum getir, mungkin saja nasihatnya belum di terima baik sekarang, Melvan rasanya belum sedewasa Zean, sehingga cowok itu sukar mencerna makna tersirat dari ucapannya.
Biarlah dulu seperti ini, Melvan semakin di larang semakin keras pula ia memberontak. Zean hanya bisa menemani kedua temannya itu dengan tak banyak komentar.
"Terus, gimana keputusan lo sekarang?" tanya Gio ingin mendengar kelanjutan dan jawaban sesungguhnya dari Melvan.
Hanya ada gelengan lemah, Melvan sendiri pun sampai saat ini masih belum mengetahui rencana yang akan di buatnya.
"Kalo gitu, mending let's enjoy the party." Gio merangkul Melvan sebelah kanan, sedang Zean berada di sebelah kiri.
Mereka akhirnya bisa sampai di tengah tengah keramaian. "Nikmatin aja dulu guys, hidup cuman sekali!" pekik Gio heboh.
Zean lagi lagi hanya bisa geleng geleng kepala. Baginya, dua orang itu tak pernah tumbuh dewasa. Mereka adalah anak anak yang masih mencari jati diri.
***
Semakin lama, Melvan sudah bisa melupakan masalahnya sejenak hingga suasana hatinya berubah menjadi ceria.
"Wanjay sekali pemirsah. Liat liat, itu ada cewek bodynya, Beuh mantep bet." Gio memfokuskan pandangan kedua temannya pada salah satu gadis yang berada di kerumunan.
Zean dan Melvan mengikuti arah pandang Gio. Begitu melihat sosoknya, mereka beradu pandang kemudian tertawa. Meski melihat gadis itu dari belakangnya saja, sudah ada ketertarikan terhadap gadis itu.
"Memang bener ya, lo itu kalo urusan cewek nomer satu."
Gio menyunggingkan senyum. "Yo, deketin." siasat buruknya.
"Gue duluan." ucap Melvan mendahului mereka.
Begitu jaraknya sudah dekat, Melvan pura pura menubruk wanita itu dari belakang dan kala wanita itu akan terjatuh, dengan tubuhnya terkukung di pangkuan Melvin.
"Sorry, Sorr–" ucapan Melvin terpotong, gadis itu bangkit, tak lupa ia injak kaki Melvan dengan sangat kencang.
Cekrek.
Tanpa mereka sadari, momen itu sudah terekam abadi dalam sebuah foto.
"Don't touch me," buru buru Ayyara melenggang pergi.
Melvan tertawa mengejek. "Uwww,"
Melvan juga bersama teman temannya menertawakan kepergian Ayyara.
"Cantik sih, tapi so jual mahal." kata Gio berpendapat.
"I like girls like her," gumam Zean.
***
"Pak, gue mau di bawa kemana. Lepas!"
Gadis SMA berpakaian serba mini yang baru saja keluar dari sebuah club tiba tiba di tangkap oleh dua pria kekar berbaju hitam. Ayyara tidak tahu motif jelas tentang kenapa mereka menangkap Ayyara seperti seekor ayam betina. Lancang sekali.
Tak ada suara apapun dari dua orang menyeramkan tersebut, Ayyara malah di seret paksa ke dalam mobil sedan berwarna hitam.
Ayyara bukannya tak berontak, cuman dalam logikanya saja, dua lawan satu itu tidak sebanding. Tak etis, terlebih Ayyara adalah seorang perempuan.
Bruk.
Pintu mobil terdengar di tutup, bahkan mereka mengunci untuk mengantisipasi kejadian yang tak di inginkan, semisal Ayyara akan nekad turun dan menjatuhkan diri ke aspal.
Satu pria duduk di kursi kemudi, lalu satu pria lain duduk di belakang menemani Ayyara, lengannya tak lepas mengukung Ayyara hingga gadis itu kesulitan untuk sekedar bernafas.
"Woy, kalian siapa?!" jerit Ayyara heboh hingga memekak telinga.
"Berisik banget sih!" kata Pria itu menepuk telinganya yang sedikit pengang akibat suara yang datang terlalu keras, ia menatap tajam ke arah gadis itu.
Namun Ayyara tak gentar, ia tetap mengeluarkan suara berisiknya.
"Gue bukan cewek murahan. Gue gak mau di jual ke om om. Gue bakal kasih kalian duit seberapa banyak pun asal kalian ngelepasin gue. Buruan!!"
Hanya itu pikiran yang terlintas di benaknya. Tidak ada alasan logis selain penculikan gadis cantik, muda dan sexy seperti Ayyara semata-mata untuk menjualnya pada om om berhidung belang kan.
Membayangkan itu seketika membuat Ayyara bergidik ngeri. "Ya elah, gue udah nyuruh kalian berenti. Kenapa sih gak nurut!" cercanya.
Lain dari yang lain. Kedua pria tersebut geleng geleng kepala. Gadis ini sangat angkuh. Biasanya orang yang di culik akan minta di lepaskan dengan cara merengek. Akan tetapi dia? Malah meninggikan suara tanpa berkata 'tolong' atau pun kalimat yang merujuk pada permohonan.
"Pacar den Melvan memang beda ya," kata pria yang mengemudi, mengabaikan ucapan Ayyara sebelumnya.
"Woy, kalian budeg apa gimana sih. Cepetan lepasin gue. Gue bakal bayar dua kali lipat dari apa yang udah bos lu kasih! Gue bukan pacar Melvan tau, memangnya siapa itu Melvan?" paksa Ayyara yang lagi lagi tak di gubris.
"Wah, harus ke THT nih kalian." sindir Ayyara berhasil memancing emosi.
"Diam. Anak SMA kok pakaian kayak begini, gak mencerminkan banget sebagai seorang pelajar," hardik Pria tersebut.
"Bos kawinkan baru tau rasa," celetuk pengemudi menimpal, kendati demikian, dia masih fokus menyetir dan memandang jalanan depan.
Hati Ayyara gelisah. Apa yang mereka ucapkan, Bos, kawin? Maksudnya ... Ayyara akan di nikahi om om berhidung belang.
"Enggakkkk." tolaknya cepat. "Gue masih sekolah, mana mau gue nikah sama pria tua yang ... Iwwww," Ayyara jijik sendiri kala pikirannya menggembala, pria tua berkeliaran di dalam otak kecilnya.
"Siapa juga yang mau nikahin dia sama om om, orang kita mau nikahin sama den Melvan,"
Ayyara mengerutkan kening, tak dapat mencerna dengan baik apa yang mereka ucapkan.
"Melvan siapa woy, gue gak kenal?!"
Pria itu tak lagi memberi kesempatan Ayyara berbicara, mereka terpaksa melakban mulut gadis itu agar diam.
"Cerewet. Makanya diem, dasar anak muda jaman sekarang."
Dalam hati, Ayyara merutuk. 'Gue gak sebodoh itu, apapun yang terjadi, gue bakal bisa lepas dari kalian. Orang tua sialan!'
Ayyara bergerak ke sana ke mari, gadis itu memajukan bibirnya yang masih di lapisi lakban. Gadis itu memberi isyarat agar mereka melepas benda yang menempel tersebut.
Pria itu mengerti, dengan penuh keterpaksaan akhirnya dia membukakan lakban, mengizinkan Ayyara berbicara.
"Ada apa?!" tanyanya garang.
"Sewot banget sih. Gue mau pipis, kebelet nih."
"Bohong," tukas pria tersebut.
Ayyara berdecak, "Ya udah kalo gak di izinin gue pipis di sini aja!"
Kedua pria seram itu saling pandang, lalu salah satu dari mereka pada akhirnya memperbolehkan.
"Ya udah, bentar aja ya? Jangan lama lama!"
"Iya,"
Disitulah Ayyara beraksi, baru saja membuka pintu Ayyara sudah berniat kabur. Gadis itu merongoh tas, lalu mengambil cairan cabai, tak lupa ia menyemprotkan pada bagian mata mereka.
Prot prot.
"Rasain," ujar Ayyara puas berbangga hati, dia merasa senang atas kemenangannya.
Mereka yang tidak punya kesiapan tidak dapat menghindari serangan dadakan itu, alhasil mereka mengucek matanya karena di rasa sangat perih.
"Haduh, perih banget."
"Sial tu bocah, ngeselin banget."
Tring tring.
Telpon dari salah satu pria itu berdering, dengan mata yang masih perih dia mencoba mengangkatnya sambil terpejam.
"Maaf bos, kita gagal bawa pacar den Melvan ke sana. Dia kabur."
"... ... ..."
"Baik, bos."
Sementara itu, Ayyara terus berjalan menyusuri jalanan, gadis itu tak lupa memesan taksi online. Sesekali ia menoleh ke arah belakang guna mengintip keadaan. Di rasa aman barulah ia bernafas lega.
"Hari ini sial banget sih, udah di godain cowok, di culik pula." jeda, Ayyara nampak mengeluarkan cermin kecilnya. "Gue memang cantik dan seksi, tapi plis yah, mereka itu bukan tipe gue." monolognya begitu over confident.
Bab 1 Satu
05/03/2023