Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Penjara Cinta Suami Obsesifku

Penjara Cinta Suami Obsesifku

Calara Marvela

5.0
Komentar
350
Penayangan
10
Bab

Suami yang paling Dilla cintai tiba-tiba berubah menjadi pria obsesif hingga kehidupan rumah tangga wanita itu bagaikan pencara cinta yang mengerikan dalam hidupnya. Bagaimanakah Dilla menghadapi setiap serangan misterius yang datang bertubi-tubi dari Bagas, sang suami obsesifnya?

Bab 1 Pria Misterius

Duaar!!!

Suara hantaman terdengar keras.

Aku merasakan suatu benda besar tiba-tiba saja menghantam kemudiku, kemudian tubuhku melayang dan memutar terbalik bagaikan debu diterpa badai tanpa arah dan tujuan. Seketika benda beroda empat itu menindih kakiku hingga terasa begitu perih mengiris dalam tulang. Sesaat sesuatu yang tajam mengaburkan penglihatan ku.

"Tuhan! Inikah akhir hidupku?"

***

"Sayang, udah, ah, meluknya nanti aku bisa telat ke kantor lho ... Dah!" Aku buru-buru melepaskan dekapan Mas Bagas – suamiku yang lumayan lama membuatku menarik napas dalam. Itulah kebiasaan setiap pagi sesaat sebelum aku berangkat kerja. Kesibukanku sebagai designer fashion terkadang nyaris menguras waktu kebersamaanku dengan Mas Bagas.

Bagaimana mungkin aku bisa mengabaikan manisnya setiap perlakuan lelaki beralis tebal dan rapi itu, yang kuyakin setiap kaum hawa yang melihatnya pasti merasa iri padaku. Bahkan beberapa rekan kerjaku terheran-heran kok ada ya lelaki yang begitu lembut penuh perhatian pada pasangannya.

Pagi ini aku tidak boleh terlambat karena ada meeting penting dengan Pak Hendri – bosku yang beberapa hari lalu mempromosikan hasil dari designku. Kutambah kecepatan mobil agar melaju segera, dengan begitu aku jadi punya waktu beberapa menit mempersiapkan segala sesuatunya untuk bahan presentasi.

"Bu Dilla!" Terdengar seseorang memanggilku, pun kepala ini menoleh ke arah suara.

"Ini ada paket buat ibu dari seseorang di depan tadi," ucap Rio office boy kantor tempatku bekerja.

"Oh, iya, Rio. Terima kasih." Aku melanjutkan langkah menuju ruang meeting sesaat setelah menaruh kotak sedang berwarna putih itu di atas meja. Aku menyalakan infokus yang terletak di dekat jendela kantor. Ternyata usaha kebut cepat pagi ini membuat semuanya berjalan lancar tanpa ada hambatan.

"Ciee yang berasa selalu jadi pengantin baru tambah semangat aja kerjanya," ledek Andre – sahabat kecilku yang tiba-tiba masuk tanpa mengetuk pintu dahulu. Pria penyuka little bear itu selalu bisa buatku tersenyum di situasi apapun.

"Ah, elo ternyata, kirain siapa. Lagian siapa lagi di kantor ini yang berani ngeledekin gue kayak gitu," tukasku seolah gak terima ejekan Andre, mahluk unik plus ajaib itu.

Beberapa menit kemudian masuk Pak Hendri beserta karyawan lainnya. Segera aku membuka presentasi rancangan gaun elegan yang mampu menyihir para wanita sosialita termasuk kalangan artis kota besar Jakarta.

Satu jam telah berlalu dan aku pastinya selalu mendapat pujian dari orang kantor terutama sang bos yang selalu penasaran dengan desainku selanjutnya. Ah, yang namanya kerja keras tentunya tidak akan mengkhianati hasil bukan?

Sebenarnya ada sedikit yang menggangu pikiran di saat meeting berlangsung tadi bahwa ada seseorang yang mengirimkan aku paket. Entah, aku penasaran saja apa isinya. Jarang-jarang ada paket yang diantar ke kantor begini. Perlahan dengan hati bertanya-tanya kubuka kotak tersebut. Tampaklah sebuah gaun pesta dengan dada sedikit rendah yang hanya sebelah lengan saja.

Gaunnya cukup terlihat indah, setaralah dengan gaun yang kudesain sebulan yang lalu.

Sembari melihat-lihat, tiba-tiba jemariku menyentuh secarik kertas berwarna merah muda bertuliskan "Yang terindah buat kamu"

Sungguh bukan sebuah kebetulan belaka menurutku. Jelas aku terkejut bukan kepalang ketika aku membaca ada inisial huruf "D" pengirimnya.

"Tumben lo cemberut gitu, Dil. Gue jadi kepo kenapa, sih?" tanya Andre yang datang dengan berkas beberapa file di tangannya.

"Ah, elo ada-ada deh, Ndre." Aku berkilah karena tidak ingin sahabatku itu mengetahui tentang paket yang berusaha kusembunyikan buru-buru begitu tahu Andre masuk ruangan kerjaku.

Kulirik benda petak persegi di sudut meja memastikan bahwa sebentar lagi waktu makan siang tiba, artinya Mas Bagas akan menjemput. Kebiasaan rutin yang dilakukan di awal kami menikah lima tahun lalu hingga sekarang.

"Mana file yang perlu gue periksa, Ndre?" tanyaku pada pria yang sedang berdiri di hadapan.

"Nih! Mau ke mana, sih, elo, Dilla? Kok, buru-buru amat. Oh, Iya, guae baru ingat ini kan ritual pengantin lama sama pasangannya. Haha." Lagi-lagi sahabatku berlaku usil padaku.

"Iya dong! Bawel, Lo! Gue cabut dulu, oke? Tuh, sebagian udah gue cek ntar sisanya pas gue balik," balasku sambil berlalu dan tidak lupa pula kupoles bibir dengan warna sedikit cerah karena bagian ini merupakan kesukaan Mas Bagas.

Ingin kusembunyikan rasa gelisah yang menyelimuti seluruh pikiran. Namun tetap saja di depan suami seperti aku terus ketahuan. Saat ini aku tengah menunggu Mas Bagas tapi sepertinya ada seorang yang sedang mengintai dari jauh. Sekilas terlihat seseorang berpakaian serba hitam yang secepat kilat menolehkan wajahnya ke sembarang arah, memastikan dirinya tidak terlihat olehku.

Lima menit kemudian Mas Bagas akhirnya tiba. Dengan cepat aku membuka pintu mobil walaupun hati gusar karena pria tadi.

"Sayang, kok, muka kamu pucat gitu? Kamu habis ngelihatin apa tadi? Nggak sengaja aku perhatikan kamu seperti orang bingung waktu dalam mobil," ucap lelaki yang kucintai dengan nada lembut dan penuh perhatian.

"Ng- nggak papa, kok, Mas. Aku bingung karena nunggu kamu lama datang jemputnya, itu aja, kok." Aku terbata menjawab suamiku.

Akhirnya Mas Bagas percaya setelah beberapa kali aku menjelaskan. Pun setelah sampai di restoran mewah biasa kami kunjungi, suamiku santai bawaannya.

Usai menikmati makan siang, kami lanjut melakukan aktivitas masing-masing. Mas Bagas bekerja sebagai manajer di perusahaan properti di Jakarta. Lelakiku itu biasanya pulang malam karena kadang juga harus lembur saking banyaknya pekerjaan di kantornya.

Aku kembali memeriksa berkas sisa tadi yang kutinggal. Setelah selesai, aku mendekati manekin di dekat jendela yang di sana sudah kupasangkan desain terbaru. Kali ini tema yang ku pakai adalah romantis night. Menurutku tahun ini adalah tahun banyak pasangan baru menikah. Otomatis rancangan yang harus kuhasilkan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. Tentu saja ini akan menjadi terobosan baru bagi perusahaan ini.

Aku bersyukur karena hobi yang menemaniku sepanjang usia ini menjadi hal yang berati untukku dan orang lain melalui proses yang penuh suka dan duka dalam menjalaninya. Akhirnya membuahkan hasil maksimal yang memuaskan hati siapa saja yang melihat serta memili rancanganku ini.

Sebentar lagi jam pulang kantor tiba. Aku harus benar-benar menutupi rasa gundah dan jangan sampai Mas Bagas tahu soal ini. Usai merapikan sampel rancangan yang tergeletak sembarangan sejak tadi lalu aku melangkah ke luar menuju lift.

"Dilla! Tunggu!" tiba-tiba ada suara yang memanggilku dan aku sudah mengenalnya.

"Gue nebeng, ya, mobil gue masuk bengkel tadi gegara nabrak sesuatu selagi di lapangan tadi siang," ucap Andre yang berusaha mengatur napasnya karena mengejarku.

"Oke, Ndre. Kebetulan gue juga mau ke toko roti searah dengan jalan rumah Lo," jawabku santai sembari menekan tombol liftnya.

Dalam mobil kami bercanda terus dan tertawa terus tidak berhenti sampai mobiku berhenti di depan gerbang rumah sahabat konyolku itu. Usai mengantar Andre kemudian kupacu jadi lebih cepat. Astaga, aku melupakan toko roti.

Ah, ini pasti karena si kampret tengil itu. Lagian untuk apa coba pakek acara mobilnya masuk bengkel segala. Aku menggerutu sendiri dengan rasa geretan sekali.

Tanpa terasa hari semakin gelap, awan sudah menghitam di sudut langit sana. Sepertinya akan turun hujan dan mungkin saja ada petir yang ikut bergemuruh. Kira-kira lima menit lagi aku sampai ke rumah, tiba-tiba di belakang seperti ada mobil yang mengikuti. Kutekan gas lebih kuat dalam gamang diri ini.

Begitu sampai rumah, segera kuparkir mobil serta melangkah ke depan gerbang. Netraku mencoba memindai segala arah memastikan keadaan aman. Namun, tanpa sengaja lagi-lagi kutangkap seseorang menatapku dengan tajam. Bermaksud ingin kucari tahu keberadaan orang itu, lantas aku melangkah gontai menjauh sedikit dari gerbang rumah.

Gerimis mulai membasahi rambut hingga mulai lepek saja dan tiba-tiba aku merasakan sentuhan seseorang mendarat di pundakku. Jantung mendadak seperti hilang, copot dan terjatuh tidak lagi pada tempatnya seiring bulu ini seketika merinding tanpa diminta.

Tubuhku mematung di tempat, bahkan tidak kuasa untuk bertanya siapa yang menyentuhku di malam gelap plus lengang seperti ini. Perlahan aku merasa ada tetesan keringat seketika ikut membasahi pelipisku.

Ya, Tuhan ....

Sebenenarnya siapa yang berdiri di belakangku?

Bersambung ....

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku