Cinta Pertama Adinda
ahesa itu berakhir di sana, ada beberapa siswa dan siswi yang juga berada di sana dan
kesetanan?" bisik Mahesa di tel
a kita aja yang bakalan kena hukuman,"
ang memberi nasehat panjang lebar ke arah para siswa dan siswi yang telat masuk kelas, te
jika datang ke sek
h duduk di
contoh remaja-remaja tela
ka Pak Mukhlis melewati Mahesa, ia memandang pemuda itu sejenak dan berdehem ke arahnya seraya meliri
dang menundukkan kepalanya karena merasa takut. Ia memerhatikan Dinda dengan seksama dan dahiny
nda mengangkat wajahnya, Pak Mukhlis semakin terkejut, apalagi bet sekolah yang dikenakan di sera
baru pindahan dari Band
ru? Kelas
enatap sekilas ke arah pak Mukhlis
lompat pagar?" tanya Pak M
ak," kat
perempuan dan yang laki-laki bersihkan toilet laki-laki," kata Pak Mukh
uti Mahesa yang berjalan tergesa ke arah tangga. Mahesa cuek saja saat Dinda memanggil-manggil namanya. Sedangkan Dinda
mai langkah kaki pemuda itu. "Lo kadang-kadang tuli, ya?" tanya Dinda dengan nada mengejek. Dinda tahu kelemahan Mahesa dengan cepat, agar
kan? Cari sendiri kenapa?!"
h cepet ta
pa gak tanya yang lainn
uma sama lo. Sa
gak kena
a di dada atas kanannya yang langsung bisa dibaca dengan jelas oleh Mahe
senang. Ketika ia melangkahkan kaki masuk, angin segar berhembus dan mengibarkan rambutnya. Langkah kakinya melambat. Beberapa siswa tanpa sengaja menoleh ke arahnya dan melihatnya yang sangat cantik b
h siswa kelas itu. Mereka semua memandang takjub ke arah Dind
langkah Dinda lalu berhenti tepat di depan Dinda. Demi melihat pesona Dinda yang
sempurnaan parasnya. Para siswa berdehem lembut dan terbuai dengan senyum Dinda, kecuali
ke arah gurunya dan beberapa siswa berseru dengan nada yang aneh. Seolah tak percaya sama sekali dengan apa yang dikatakannya barusan. Ya, bagaimana para siswa di sana bisa percaya? Dinda memiliki bibir yang bagian bawahnya terdapat garis belahan, bentuknya pun mungul dan indah, tak seperti gurunya yang cenderung tebal. Kuli
al kepada muridnya, tapi ia tak bisa marah, bagaimanapun buruknya siswa kelas XI MIPA 2 di mata guru lainnya, tetap saja kelasnya paling me
akan foto ibu pas masih m
aku. Ibu sama Mamaku satu angkatan, loh. SM
kamu kenalkan dirimu, Din
yang langsung membuat Mahesa mendongak kage
mirpnya sama sekali kok. Dia putih, lo coklat eksotis. Nama kalian aja kale ya, yang mirip," imbuh Helen. Mahesa kembali mengedikkan bahu tanda ia tak peduli. Mahe
Dinda masih membicarakan soal dirinya
itu yang langsung mendapatkan sorakan ramai dari teman-teman kelas Dinda ya
aku. Yang jelas harus satu," kata Ad
ncuri hatiku dan A
gam
bisa mencuri ha
an berani. Dinda hanya tertawa kecil seraya mengangguk me
a Bu Guru tersebut menc
da ke arah Mahesa yang menunduk kar
an pantatnya begitu saja di bangku sebelah Mahesa. Sontak lelaki itu langsung menoleh dan kaget melihat keberatan Dinda yang dengan ajaibnya du
pelajaran bu Nurul sele
sudah memulai menerangkan pelajaran Fisika kala Dinda dan Mahesa masih berdebat hingga bu Nurul menol
sini, ayo kita cepat-cepatan nyelesaikan sepuluh soal
mau lo pindah duduk sekarang j
tahu Malang dan sekolah ini lebih jauh," kata Dinda. Jika benar ia bisa menang, maka ia
ka berlomba-lomba memberi jawaban kepada sepuluh soal yang tertera. Terkadang Mahesa berhenti
ta. Mahesa hanya kurang satu soal saja. Tapi Dinda sudah lebih dulu selesai, pa
e Fisika tahun lalu, kan?" kata Bu Nuru
salah e