Sepertinya Seluruh Dunia Jatuh Cinta pada Istriku
Tidak diketahui semua orang, Maya menderita narkolepsi. Faktanya, dia juga tidak repot-repot mengatakan hal ini pada keluarga barunya. Oleh sebab penyakit ini, dia memiliki kecenderungan untuk tidur lebih lama dari durasi normal. Terkadang, bahkan bisa sampai dua puluh empat jam.
Ketika mengalami serangan narkolepsi, Maya bisa tertidur kapan saja dan di mana saja. Oleh karena itu, saat itu terjadi, dia bisa saja mengalami kecelakaan atau bahkan mati lemas. Inilah mengapa konsekuensi dari kondisi tubuhnya bisa berakibat fatal.
Sayangnya, penyakit itu langsung kambuh begitu Maya pindah ke rumah Keluarga Jumanta. Dia seharusnya hanya tidur siang. Akan tetapi, ketika bangun, waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Tidak ada seorang pun yang datang dan berusaha membangunkannya. Karenanya, Maya melewatkan makan malam.
"Tinem, apa ada makanan? Tadi aku ketiduran dan sekarang aku lapar," tanya Maya saat bertemu dengan Tinem di ruang tamu.
"Oh, akhirnya kamu bangun. Kupikir kamu tidak akan bangun lagi!" ucap Tinem dengan sinis, lalu lanjut berkata, "Omong-omong, Tuan Jumanta pergi ke konser bersama Nona Jumanta, jadi mereka tidak akan pulang sampai nanti malam. Selain memasak, aku juga harus mengurus semua pekerjaan rumah lainnya. Kamu melewatkan makan malam, tapi itu bukan salahku. Jangan harap aku memasak untukmu sekarang. Ada mie, sayuran, dan daging di kulkas. Kamu datang dari desa, kan? Seharusnya kamu bisa memasak mie sendiri."
Menurut Tinem yang juga berasal dari keluarga miskin, orang yang datang dari desa seperti Maya seharusnya bisa memasak. Lagi pula, mereka tidak memiliki orang lain untuk diandalkan selain diri mereka sendiri.
Padahal, saat Maya datang mencari Tinem, wanita yang mengatakan bahwa dirinya sedang mengerjakan pekerjaan rumah itu sedang duduk di sofa dan menonton acara drama di TV dengan setoples kerupuk.
Setelah melihat pelayan itu mengunyah kerupuk, Maya hanya bisa memutar matanya ke atas dengan keras. Hanya orang bodoh yang akan memercayai kata-kata Tinem. "Tidak masalah. Aku akan memasak sendiri." Karena tidak punya pilihan, Maya langsung pergi ke dapur.
Saat melihatnya beranjak pergi, Tinem tersenyum puas. "Apa putri palsu Tuan Jumanta ini benar-benar berpikir bahwa dia bisa memerintahku? Kurasa tidak!" dengus Tinem dengan dingin sambil bergumam pada dirinya sendiri.
Menurutnya, hanya anggota asli dari Keluarga Jumanta yang pantas untuk memperlakukannya sebagai pelayan di rumah. Bagaimanapun, dia dan Maya seharusnya berasal dari latar belakang yang sama.
Setelah beberapa saat kemudian, mulai terdengar beberapa suara dari dapur. Itu adalah suara sayuran yang dipotong dengan cepat dan terampil. Tinem mengerutkan alisnya. Dia tidak bisa melihatnya secara langsung, tapi entah kenapa dia bertanya-tanya apakah Maya sebenarnya lebih ahli dalam memasak daripada dirinya.
"Hmm? Mustahil!" Tinem merasa bangga dengan masakannya. Bagaimanapun, pandai memasak adalah alasan utama mengapa dia masih berada di rumah ini.
Akan tetapi, beberapa menit kemudian, aroma masakan yang spektakuler menyebar dari dapur. Saat menghirupnya, Tinem menelan ludah tanpa sadar. Apa yang sedang dimasak Maya? Bagaimana mungkin hidangan mie yang sederhana bisa beraroma sesedap ini?
Dengan mata yang menyipit, Tinem berasumsi bahwa Maya mungkin punya resep yang unik sehingga hidangan yang sederhana pun bisa menyebarkan aroma yang sangat menggugah selera.
"Jika aku bisa mempelajarinya, Keluarga Jumanta akan semakin puas dengan masakanku. Kalau begitu, mungkin mereka akan menaikkan gajiku!"
Karena merasa gembira, Tinem hampir meneteskan air liur. Dia tidak sabar untuk mewujudkannya.
Jadi, dia pergi ke ruang makan dan menunggu Maya keluar dengan sabar.
Ketika mendengar derap langkah kaki datang dari dapur, dia memasang senyumnya yang paling cerah sambil bertanya, "Kamu sudah selesai? Kamu masak apa? Coba kulihat ...."
Ini pertama kalinya Tinem bersikap baik pada Maya, tetapi senyum di wajahnya tergantikan dengan kekecewaan dan kebingungan saat melihat Maya keluar dari dapur tanpa membawa apa pun.
"Mie," jawab Maya tanpa sedikit pun ketertarikan di matanya.
"Ya, aku tahu. Tapi, di mana mienya?" tanya Tinem dengan nada suara yang menjadi sedikit tidak sabar.
"Aku sudah memakan semuanya. Aku sudah bilang bahwa aku lapar." Setelah mendengar ini, wajah Tinem membeku.
Di sisi lain, Maya hanya berjalan melewatinya dan pergi menuju pintu depan sambil lanjut berkata, "Aku mau jalan-jalan dan mencari udara segar."
Tinem tidak menjawab. Dia baru tersadar kembali ketika Maya menutup pintu setelah keluar.
Dia sangat ingin mengetahui resep rahasia Maya, tetapi dia terlalu gengsi untuk menanyakannya secara langsung. Sebaliknya, dia berpikir untuk pergi ke dapur dan melihat apakah ada petunjuk yang tertinggal.
Sayangnya, Maya telah mencuci semua peralatan masak dan piring setelah makan. Dapur dalam kondisi bersih seperti sebelumnya. Semuanya sama, kecuali aroma sedap yang tersisa dari hidangan mie.
"Hmph! Aku masih bisa bertanya padanya lain kali. Aku tidak percaya dia berani menyembunyikannya dariku dengan sengaja!" Tinem jelas merasa tidak puas.
Aroma yang menggugah selera itu masih tercium di dalam vila.
Setelah beberapa saat, pintu depan terbuka lagi, tetapi yang masuk adalah Ratna. Dia dan ayahnya baru saja kembali dari konser.
"Wah! Apa ini? Aromanya sangat sedap!" seru Ratna dengan mata membelalak kegirangan yang menatap Tinem dan bertanya, "Tinem, kamu masak apa? Apa aku boleh mencicipinya?"
Tinem tidak tahu harus berkata apa. Dia berpikir jika dia mengaku bahwa aroma yang sedap ini berasal dari mie yang dimasak oleh Maya, dia akan kehilangan muka.
"Oh, itu? Saya sedikit lapar, jadi tadi saya memasak mie. Tapi, saya sudah menghabiskannya." Meskipun tidak terlalu terlihat, wajah Tinem memerah karena malu.
"Kalau begitu, tolong masakkan lagi untukku! Aku tidak keberatan untuk menunggu!" perintah Ratna saat itu juga.
Mendengar perintah ini, Tinem tercengang. Dia menyadari bahwa dia tidak memikirkan jawabannya secara menyeluruh.
Sekarang, dia berada dalam dilema besar dan dia juga mempermalukan dirinya sendiri. Dia tentu saja masih bisa memasak mie untuk Ratna. Akan tetapi, masakannya tidak akan menggugah selera seperti yang dimasak oleh Maya. Kemudian, dia akan ketahuan berbohong.
Namun, sebelum Tinem bisa menjawab lagi, seorang wanita yang dingin dan bermartabat datang dan menepuk bahu Ratna.
"Sekarang sudah larut. Tidak boleh makan terlalu malam."
Ratna hanya bisa menghela napas kecewa, lalu dia menjawab dengan enggan, "Baiklah, Bu ...."