Sepertinya Seluruh Dunia Jatuh Cinta pada Istriku
Beberapa waktu lalu, Sawarga disusupi oleh mata-mata. Karena itu, para peretas di sana menjadi sangat berhati-hati dalam berteman.
Walaupun berinteraksi dengan yang lain, Maya tidak benar-benar berteman akrab dengan mereka.
Selain kenalan lamanya di bisnis tersebut, kadang-kadang Maya mengobrol dengan Dalu.
Meski begitu, mereka hanya berbicara seputar teknik peretasan. Informasi pribadi dan cerita lainnya tidak dibahas dalam pembicaraan mereka.
"Sebenarnya, aku juga berada di Kota Sura, apa kamu percaya?"
Maya tersenyum saat pesan lain dari Dalu muncul di layar.
"Kebetulan sekali? Aku percaya."
Maya sering merasa bahwa dia dan Dalu memiliki pemahaman diam-diam. Bahkan, gaya mengobrol mereka sangat mirip.
Beberapa detik kemudian, Maya memeriksa waktu dan berpikir sudah saatnya kembali ke rumah, jadi dia mengirimkan sebuah pesan lain.
"Selamat malam."
Seorang pria tampan yang duduk di sebuah kursi roda sambil menatap layar ponselnya tersenyum saat menerima pesan berisi dua kata itu.
"Karena sangat kebetulan, bagaimana jika kapan-kapan kita bertemu? Lagi pula, kita berdua tinggal di Kota Sura ...." Dia menghapus beberapa kata yang sudah diketiknya dan memutuskan untuk tidak membalasnya.
Saat Maya kembali ke vila, dia melihat sebuah mobil BMW terparkir di depan rumah dan berpikir bahwa Keluarga Jumanta sudah pulang.
"Kenapa kamu keluar lama sekali?" tanya Tinem pada Maya sambil cemberut dan berkacak pinggang.
Jelas belum selesai dengan omelannya, dia membentak, "Semua orang sudah pulang dari konser, tapi kamu masih berkeliaran di luar seperti para berandal. Rumah ini punya aturan. Sekarang kamu adalah bagian dari Keluarga Jumanta, sebaiknya kamu menjaga sikapmu!"
Walaupun terdengar seperti sedang menegur Maya karena terlambat pulang, sebenarnya Tinem merasa kesal karena gagal menanyakan resep rahasia mie.
Karena beranggapan bahwa Maya tidak bisa ditaklukkan dengan taktik yang lembut, dia memutuskan untuk mengintimidasinya. Bagaimanapun juga, Maya hanya seorang remaja. Tinem merasa yakin bahwa dia bisa membuatnya memberi tahu resep rahasia dengan mudah.
Namun, Maya memiliki ekspresi yang tenang di wajahnya. Dia bahkan bergeming saat dibentak dengan suara keras.
"Jadi, jalan-jalan di lingkungan sekitar membuat seseorang menjadi berandalan? Jadi, bagaimana dengan orang-orang yang memang tinggal di sekitar sini? Kamu akan memanggil mereka dengan sebutan apa?"
Mendengar hal ini, Tinem langsung terdiam.
Dia awalnya mengira bahwa Maya akan langsung meminta maaf, dan dia bisa memanipulasinya dengan mudah. Akan tetapi, dia salah besar. Dia tidak menyangka bahwa gadis muda ini akan berani membantah dan tidak terpengaruh sama sekali oleh intimidasinya.
Melihat Tinem terlalu kaget untuk mengatakan sepatah kata pun, Maya merasa bahwa dia sekarang bebas untuk kembali ke kamarnya.
Namun, saat Maya mulai melangkah, tiba-tiba Tinem tersadar kembali. Kemudian, dia buru-buru mengejar dan melangkah di depan Maya untuk menghalangi jalannya. Dengan enggan, dia memaksakan diri untuk tersenyum.
"Maya ... maksudku, Nona. Aku ingat bahwa aku bermaksud menanyakan hal ini padamu sebelumnya. Bagaimana caramu memasak mie yang tadi kamu makan? Aku adalah orang yang suka mempraktekkan berbagai macam resep. Jadi, aku ingin tahu apakah kamu bisa memberi tahu bagaimana caramu memasak hidangan itu. Lain kali kamu ingin memakannya lagi, aku bisa memasakkannya untukmu. Bagaimana menurutmu?"
Seolah-olah tidak membentak Maya dan sengaja membuatnya kelaparan tadi, Tinem bertindak seolah-olah mereka adalah sahabat baik.
Namun, Maya tidak terpengaruh oleh senyuman palsu dan kata-kata manisnya.
"Tidak, terima kasih. Aku bisa melakukannya sendiri," tolak Maya tanpa ragu-ragu. Tanpa menunggu jawaban dari Tinem, dia berjalan melewatinya dan kembali ke kamarnya.
Melihat bagaimana Maya menolaknya, Tinem langsung merah padam karena marah. Berani-beraninya gadis baru ini menolaknya tanpa berpikir dua kali?
Maya hanyalah seorang gadis desa. Apa dia benar-benar menganggap dirinya sendiri sebagai nona dari Keluarga Jumanta?
Tinem menggertakkan giginya, berpikir bahwa semua ini harus berhenti sekarang juga. Sebelum Maya menjadi semakin besar kepala, dia harus memberinya pelajaran dan membuatnya tahu posisinya. Dia telah bekerja sebagai pelayan di keluarga kaya ini selama bertahun-tahun. Sambil tersenyum sinis, dia memutuskan untuk memberi pelajaran pada Maya bahwa tinggal di vila ini tidak akan mudah.
Keesokan paginya, terdengar sebuah jeritan melengking yang memekakkan telinga dari ruang tamu.
"Ahhh! Di mana itu? Giovani! Giovani hilang!"
Sudah waktunya untuk sarapan ketika Ratna mulai berteriak panik.
Sebuah tas tangan Louis Vuitton baru yang dipegangnya terbuka. Kosmetik, ponsel, tisu wajah, dan ponsel miliknya berserakan di atas meja kopi. Rupanya, dia mengeluarkan barang-barang di dalam tasnya untuk mencari sesuatu.
Mendengar teriakan Ratna, Bejo dan Yati buru-buru ke ruang tamu. Mereka mengira telah terjadi sesuatu yang buruk pada putrinya.
"Kenapa kamu berteriak?" tanya Bejo dengan wajah serius, ingin tahu apa yang sedang terjadi.
Tinem berbisik padanya, "Tuan Jumanta, sepertinya giok genggam favorit Nona Ratna hilang. Dia telah mencarinya sepanjang pagi ini."
"Aku yakin sudah memasukkan Giovani ke dalam tasku tadi malam!" Ratna terlihat sangat cemas dan marah.
Dia sangat menyukai giok genggam itu dan selalu membawanya setiap hari. Karena sangat menyukainya, dia bahkan menamainya.
Terlebih lagi, Ratna masih ingat bahwa sebelum tidur tadi malam, dia memasukkan Giovani ke tas tangan Louis Vuitton-nya, yang ditinggalkannya di atas sofa ruang tamu.
Setelah mengetahui penyebab keributan itu, Yati yang anggun dan arogan mengerutkan kening.
"Bejo, apakah yang dimaksud putrimu adalah hadiah ulang tahun darimu, yang kamu dapatkan dari sebuah pelelangan enam bulan lalu? Kamu menghabiskan lebih dari satu miliar rupiah untuk mendapatkannya, kan?"