Sepertinya Seluruh Dunia Jatuh Cinta pada Istriku
"Ya, benar, yang itu."
Bejo mengangguk dengan perasaan sedikit kesal.
"Itu adalah karya Master Warsa Gianto! Jika barang itu tidak dijual di lelang amal, yang hasilnya akan diberikan pada anak-anak miskin, aku tidak mungkin bisa membelinya dengan harga semurah itu."
Warsa Gianto adalah ahli ukir batu giok paling ternama di dalam negeri, dan merupakan tokoh legendaris di industri ini.
Dia tidak memiliki anak dan tidak mengambil murid. Oleh karena itu, tidak ada yang mewarisi keterampilan dan bakatnya yang luar biasa. Setiap karyanya telah menjadi mahakarya unik dan tak ternilai harganya.
Giovani, salah satu karya Warsa yang terkenal, memiliki ukuran yang kecil tetapi indah, hanya seukuran ibu jari. Ketika karya itu diajukan untuk penawaran dalam pelelangan, Bejo berhasil mendapatkannya dengan harga lebih dari satu miliar rupiah. Akan tetapi, ternyata harga ini masih jauh lebih murah daripada mahakarya terkenal Warsa yang lainnya.
Giok itu hanya ada satu di antara sejuta, dan sekarang, giok itu hilang. Bejo tidak percaya bahwa batu giok yang begitu berharga akan hilang begitu saja.
Karena ketegangan yang mereka rasakan, suasana di ruang tamu langsung menjadi sedikit canggung.
Tentu saja, Bejo merasa kesal. Meskipun mereka cukup kaya, giok genggam itu tetap bernilai tinggi.
Sebaliknya, Yati terlihat jauh lebih tenang daripada suaminya. Dia tidak terlalu peduli dengan uang yang terbuang sia-sia. Namun, dia mengerutkan keningnya karena khawatir tentang hal lain.
Yang lebih mengganggu pikirannya adalah ada sesuatu yang hilang di dalam rumah mereka. Kejadian seperti ini sangat langka. Bahkan, ini mungkin baru pertama kalinya terjadi di rumah ini.
"Tuan, Nyonya, saya tidak mau menebak-nebak … tapi, apakah mungkin seseorang mencurinya?"
Pada saat ini, Tinem memecah keheningan dan menawarkan sebuah gagasan.
Menyadari bahwa dia berhasil menarik perhatian semua orang, dia melanjutkan, "Seperti yang dikatakan Tuan Jumanta, Giovani terlalu berharga untuk hilang begitu saja. Jika seseorang mencurinya, kita mungkin masih bisa menemukannya. Kalau benar itu yang terjadi, saya bersedia jika Anda ingin menggeledah saya dan kamar saya."
Begitu mendengar hal ini, Bejo melambaikan tangannya dengan santai dan membalas, "Tidak. Itu tidak perlu. Kamu adalah pelayan dengan nilai tertinggi yang direkomendasikan oleh pusat tata graha Kota Sura. Mereka menjamin reputasimu. Lagi pula, kamu sudah berada di kediaman ini selama beberapa tahun, dan kami tidak pernah kehilangan apa-apa sebelumnya. Jika kamu ingin mencuri sesuatu, kamu pasti sudah melakukannya sejak la ...."
Ketika Bejo masih berbicara, dia mendadak berhenti saat sebuah pemikiran yang lebih mendesak terlintas di benaknya. "Maya … Di mana gadis itu?"
Merasa bahwa rencananya berjalan mulus, wajah Tinem perlahan menunjukkan seringai puas.
Dia menunjuk ke arah jendela dan menjelaskan, "Nona Maya bangun lebih awal dari saya pagi ini. Ketika saya melihatnya, dia sudah berlatih tarung derajat di halaman."
Tinem mengucapkan kata-kata ini dengan santai, tetapi ada petunjuk yang sengaja diselipkan di antara kata-katanya yang tidak akan terlewatkan oleh telinga orang lain.
Sesuai harapannya, Keluarga Jumanta segera menangkap informasi penting itu. Maya bangun lebih awal dari Tinem, yang berarti dia langsung menjadi tersangka utama.
Jika semua orang masih tidur saat itu, dia bisa dengan mudah mencuri batu giok dari tas Ratna.
"Itu pasti dia! Tidak ada orang lain di sini yang memiliki motif lebih jelas! Lagi pula, hanya dia yang merupakan orang luar di rumah ini!"
Ratna berseru dengan mata terbelalak, tidak bisa mempertahankan ketenangannya.
Dia menunjuk ke jendela dan terus berteriak ke arah punggung Maya.
Akan tetapi, seluruh vila itu kedap suara. Karena itu, Maya jelas tidak mendengar apa pun yang mereka bicarakan di dalam. Sebaliknya, dia terus melanjutkan rutinitasnya, berlatih tarung derajat di halaman.
"Hmm … sebenarnya, gerakannya tidak terlalu buruk." Sambil memicingkan mata, Yati tidak langsung setuju dengan Ratna. "Dia terlihat sangat santai untuk seseorang yang baru saja melakukan kejahatan. Mungkin kita terlalu terburu-buru jika menyimpulkan bahwa dialah pelakunya."
Bejo juga menatap Maya dengan saksama dan paham dengan apa yang Yati katakan. "Ratna, ibumu mungkin benar. Jika Maya adalah pencurinya, kurasa dia tidak akan tinggal di sini. Dia seharusnya sudah melarikan diri diam-diam."
Namun, Ratna sama sekali tidak ragu. Dia menggertakkan giginya dan berkata, "Ayah! Ibu! Kalian sudah ditipu! Itu hanya berarti ini bukan pertama kalinya dia melakukannya! Dia bisa setenang ini setelah melakukan kesalahan. Bukankah itu justru lebih menakutkan? Dia bahkan tidak merasa bersalah sama sekali!"
Kata-kata putrinya sedikit meyakinkan Bejo. "Yah, kita tidak bisa mengonfirmasi apa pun jika kita tidak melakukan sesuatu. Kita akan mencari tahu apakah dia berbohong atau tidak. Aku tidak akan menolerir perilaku seperti itu di dalam rumah ini!"
Pada akhirnya, mereka meminta Tinem untuk memanggil Maya ke ruang tamu.
Ketika Maya masuk ke dalam, keringatnya masih mengucur deras. Rambutnya yang basah menempel di wajahnya, tetapi dia tidak terlihat kesulitan. Bahkan, penampilannya yang acak-acakan ini membuatnya terlihat lebih cantik dan dinamis.
"Maya, ada yang ingin kami tanyakan padamu."
Begitu Maya memasuki ruang tamu, Bejo mulai berbicara. Dia memasang ekspresi serius, dan dia tidak ingin memberi Maya kesempatan untuk bersiap menghadapi apa yang akan dia katakan selanjutnya.
Akan tetapi, sebelum dia melanjutkan perkataannya, matanya tiba-tiba melebar ketika menatap leher Maya.
Di leher Maya, tergantung sebuah liontin batu giok, yang diikat dengan terampil menggunakan sebuah tali hitam. Terlebih lagi, liontin giok ini terlihat sama persis dengan batu giok milik Ratna yang baru saja hilang.
"Giovani!"
Ratna juga melihat liontin batu giok di leher Maya, jadi dia tidak bisa menahan dirinya untuk tidak berteriak dengan marah.
"Dasar jalang! Kamu bukan hanya berani mencuri Giovani, tapi kamu juga berani mengenakannya seolah-olah itu adalah milikmu?!"