Hey U!
wberry favoritnya. Mereka sudah berada di dalam kedai yang bernama 'Kedai Dingin'. Tempat ini sudah lama menjadi tempat favorit mereka berdua. Gadis penyuka es krim itu masih lesu sebab ia baru saj
uhnya meski sudah seharian beraktifitas, mengacak-acak gemas pangka
wajah yang masih tak bersemanga
nyanya lagi, kali ini dengan nada menge
pnya denga
pa
a menutup mulutnya, ia suda
a pecah mendengar jawaban lucu dari mulut Raya. Gadis itu
ajar lebih tepatnya." Gadis itu men
a?" Be
ya yang memainkan jemarinya, Adit sontak tertawa mendengar jawaban Raya yang san
lain aja, main musik atau apaa gituu." Pertanyaan
ihkan pada pelayan perempuan berkucir kuda yang memakai celemek berwarna hitam bertuliskan 'Kedai Dingin'. Adit m
na ya kak," ucap pelayan itu dengan ramah.
pelayan itu sebelum pergi
otongan strawberry membuat tampilan es krim tampak indah. Hingga tak rela untuk menyantapnya. Raya mengeluarkan ben
n teriakan kecil gadis di depannya, ia te
terkekeh. Adit pasrah, hanya bisa geleng-g
n. Giliran belajar males-malesan mulu,
es krim dengan sempurna. Bibir tipisnya tert
eh, bagu
datar, lalu menyendok es kri
dahkan oleh Adit. Laki-laki itu seketika tersenyum mengacak-acak ujung kepala Raya pe
krim masing-masing. Raya selalu menikmati moment kebersamaannya dengan Adit, ia selalu tak ingin moment ini b
*
arut malam. Rumah mewah itu sangat sunyi, hanya ada satu pembantunya yang membukakan pintu. Ia sudah terbiasa dengan suasana sunyi rumah ini. Jemari tangannya memainkan kunci motor, sesekali ia bersiul
dan mengedarkan pandangan ke ruang tamu yang tidak ada penerangan, sosok siluet papanya terl
abaikan laki-laki paruh baya itu, tapi langkahnya lagi-l
rin kamu begitu, ngapain
ahkan papa juga nggak pernah ngajarin dan janjiin Aidan
r saja papa nggak bisa." Adhitamana terdiam, ia
ngan penekanan, laki-laki paru
h Papa ajarin, Papa sendiri sibuk dengan dunia Papa tanpa mikirin Aidan yang bahka
n pulang malam. Padahal hampir setiap hari Aidan selalu pulang larut. Pantas saja. Sebab baru malam ini pula Adhitamana pulang setelah berbulan-bulan tak menginjakkan rumah ini. Laki-laki paruh baya itu menyesap rokok yang bertengger di antara jemarinya. Rasa bersalah telah menelantarkan Aidan membuatnya terdiam cukup lama. Selama ini ia selalu memberikan uang yang lebih dari cukup untuk Aidan. Tetapi, bukan itu yang Aidan butuhkan. Ia butuh dekapan sosok orang tua disampingnya. Setela