Derita berujung bahagia
Shaka sibuk berkutat di layar laptopnya. Memang aku akui dia memang anak yang rajin dan peke
yandang gelar Sarjana. Namun hari bahagiaku ini sedikit terganggu, karena adanya kehadiran Bang Hakam dan keluarganya yang datang secara tiba-tiba itu, setelah belasan tahun lamanya kami tidak be
nakan untuk keperluanmu!" Aku ingat kata-kata yang menyakitkan itu,
ka berusia 5 tahun ketika aku dan Bang Hakam bercerai. Sedih memang sedih harus dibuang dan dicampa
uncul di benakku. Hingga tak terasa di ujung ekor mataku menggenang
dih itu dalam benakku. Sekarang aku sudah bahagia dengan anakk
an pintu terdengar dua kali dari luar, dan siapa lagi jika bukan Shaka anakku
etapa sopannya anakku ini, mau bertemu denganku saja harus minta izin
acauan yang ada di wajahku. Sisa-sisa genangan air mata buru-buru aku seka dengan ujung bajuku, agar tidak terlihat jika
lu dia duduk di sampingku. Sejenak dia menatapku, s
punggung tanganku, yang kulitnya lumayan sudah ti
irkan Ibu." Aku mencoba menyembunyikan rasa sedih,
ejenak Shaka terdiam, dan sejurus kemu
a sebenarnya tidak senang bertemu dengan laki-laki itu lagi. Apalagi minta tolong demi
u minta uang, padahal dulu mana ingat dia sama kamu, Nak." Aku pun sama kesalnya seper
ya." Tanpa disangka dan di luar dugaanku, tiba-tiba Shaka berkata seperti itu. Ingin rasanya aku tertawa, bisa-bisanya anakku bisa berpikiran ke arah itu. S
nya. Tujuh turunan pun Ibu tak sudi berbaik hati lagi dengan
n jika itu terjadi, Shaka akan hidup sendiri tidak mau tinggal lagi dengan Ibu, titik." Ter
mbali lagi pada Ibu, setelah belasan tahun lamanya dia mencampakkan kita. Kita berdua sekarang sudah bahagia da
an berisi, tak bisa aku peluk dalam gendonganku lagi. Sekarang Shaka anakku sudah tumbuh besar dan dewas
ak dingin. Kita makan bareng-bareng, yah. Rasanya Ibu sudah lama tidak makan bareng lagi sama kamu. Ayo, Nak!" Shaka begitu nyaman ada dalam pel
Shaka menye
hangatkan dulu makanan agar nanti dimakan tidak teras
ku membawa satu persatu makanan yang barusan sudah aku hangatin, dan ter
air liurku menetes, sudah tak tahan lagi menahan lapar. Dan
-sampai dia tersedak, saking cepatnya dia makan. Dan aku pun sejenak memandangnya dengan tatapan bahagia. Sekarang dia bisa makan enak, makanan apapun
aka membuyarkan lamunanku. Sejenak dia pun men
elagapan, karena malu sudah ket
ama-sama dengan lahap dan penuh suka cita. Beberapa kali anakku menambah makan lagi, rupanya dia benar-benar sedang lapar. Maklum tadi selepas usai acara wisuda aku
dari arah luar terdengar suara ketukan pint
ami, dan mempertegas pendengaran kami, memastika
ni aku tidak punya janji dengan tem
" Aku mengangkat kedua bahuku. Namun sesaat kemudian aku teringat pada Mang Kardi petugas kebersi
itu Mang Kardi," ucapny
ggu." Aku pun langsung menghentikan aktivitas makan,
ernyata orang yang ada di hadapanku ini bukannya Mang Kardi, melainkan lel
menampakkan batang hidungnya l
membuang kasar wajahku
Bang Hakam mem
ta itu yang kelu
il larak lirik ke arah dalam sep
? Apa tadi kamu tidak cukup bertemu dengan Shaka?" Rasanya aku ingin me
n Shaka!" Shaka lagi, Shaka lagi, sepertinya orang ini tak bosan-b
asihan dia capek." Boh
ri raut wajahnya jika dia ing
i!" Usirku, yang sudah tidak tah
nmu, Arini." Lagi dan lagi dia menyertak
kitpun. Bayangkan belasan tahun lamanya dia mencampakkan Shaka begitu saja
an langkahnya terhenti seiring kedua matanya menangka
ta Bang Hakam berbinar-bin
pak dia pun tak suka atas kedatang