Derita berujung bahagia
datang kesini?" tany
dengan perubahan sikapku yang sekarang, berani melawan pada mereka. Tidak seperti dulu sewaktu
ingku, jadi aku berhak menghadiri acara wisudanya," j
a kemana aja selepas kita berpisah? Bukankah darah dagingnya membutuhkan nafkah darinya? Tapi tidak dengan Bang Hakam, dia menelantarkan Shaka, mencampakkan
tinggal memetik hasil dari perjuangannya, barulah dia b
mu, kamu tak sepeser pun bertanggung jawab padanya. Dan sekarang kamu bilang darah daging? Mimpi, ya, kamu. Sekarang anakku tak butuh lagi ke
Apalagi Ibunya Bang Hakam yang mencebik setengah mati kepad
Ayahnya Shaka. Wanita macam apa kamu ini, hah?" Kini giliran Ibunya Bang Hakam yang berkata sambil berkacak pinggang. Benar-benar kel
ini bukan di tempat umum, sudah kudamprat
ngatku, bukan keringat anakmu. Sekarang saja kamu mengaku Shaka sebagai anak Bang Hakam, dulu kamu mana sudi mau mengakui Shaka sebagai anak Bang Hakam, karena kamu
juga berhak mendapatkannya, karena dia juga cucu mereka sendiri. Namun dasar mereka orang serakah tak ingin hartanya berkurang, lantas melupakan Shaka sebagai salah satu ahli waris harta almarhum Ayahnya
ak bergeming. Bahkan saudara-saudaranya yang lain lebih memilih menghindar dan menjauh dariku. Mungkin mereka takut kena semprot sasaranku selanjutnya, karena mereka
edang bersitegang, tiba-tiba Shaka a
ka mencium pipiku, mungkin dia senang sudah menemukanku. Ya, memang tadi aku pergi sebentar untuk ke kamar mand
sai?" tanyaku sambil merapikan baju kebesaran wisudanya, dan t
anya Shaka pun tidak sudi menoleh ke arah Ayahnya. Ya, aku pun tahu karena luka hatinya yang sudah menganga besar a
Hakam, seolah-olah dia ingin mengh
Hakam yang terdengar basa-basi kepada Shaka. Entah apa maksudnya dia menanyakan perihal pekerjaan anakku Shaka, dan it
menoleh ke arah Ayahnya. Dan tentuny
a. Memangnya kenapa bertanya seperti
m bicara seolah-olah dia tak pernah punya salah sedikitpun kepada Shaka. Bahkan b
ertanya-tanya apa yang ingin dibicarakan Bang H
aka yang terdengar singkat saja. Lalu dia membuang wa
sesuatu hal yang penting yang ingin mereka sampaikan p
uk lahiran Mira." Sepertinya Bang Hakam ragu untuk mengataka
butuh untuk uang lahiran Mira. Kasihan dia, Nak."
olongan padanya. Rasanya aku ingin tertawa terbahak-bahak mengolok-olok mereka. Benar-benar orang yang tak tahu diri. Dan benar tepat dugaanku, ternyata ada udang
anakku. Kamu punya rasa malu nggak?" sindirku pedas. Be
arahku dan berdecak sebal. Se
kamu jangan besar kepala seperti itu." Dengan manisnya dia berbicara sep
kamu hanya peduli sama Istri baru dan keluargamu saja. Oh, ya, kamu minta bantuan saja pada anak tirimu itu, bukankah kamu lebih sayang sama anak tirimu darip
u adalah Ayahnya," bentak Bang Hakam yang siap melayangkan tangannya menampar pipiku. Namun tak semudah
ngsung mencekal pergelangan tangan Bang Ha
aku tak banyak uang untuk membantu lahiran Istri barumu itu. Minta saja sama anaknya j
k turun, demi menahan amarahnya pada penolakan Shaka. Namun rupanya dia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Entah sadar diri atau
haka yang segera menarik tanganku agar seger
gan teman-teman Shaka yang sedang berfoto ria atas kelulusan akademi mereka. Ta