Jejak Masa Lalu
haya matahari berpendar di seluruh sudut kota
ur di halaman belakang rumah ketika se
ka yang memeluknya dari belakang. "Sud
ah kamu perhatikan. Sementara aku? Bukannya dibantu memakai baju, kamu justr
r-benar sabar menghadapi sifat manja Dika
agi memangnya?" Nindi mengusap-usap lengan Dika, membuat
rapi tanpa bantuan kamu,
i tanah, kemudian mengurai pelukan me
rapi? Biar aku l
nya wajahnya. Namun, meskipun begitu, Nindi tetap meraba kerah kemeja Dika d
. Aku jadi tergoda untuk mencium pipi kamu,
anjaan suaminya. Padahal usia laki-laki itu sudah tiga puluh tahu
a. Kalau sudah begini, satu-satunya cara agar suamin
Dika yang mulai tertarik dengan ucapannya. "Kamu tahu danau yang ada di ujung kompleks kan, Sayang? Aku sering melihat banyak orang yang piknik di situ setiap akhir pe
Dahi Dika
kan tempat itu tidak begitu ramai. Jadi aku pikir co
juga kencan gaya baru," ucap Dik
a. Ia mengecup pipi suaminya, kemudian me
marah, 'kan, Sayang?" t
alau kamu mau menyuapiku makan, aku a
aminya. "Ya sudah, ayo masuk. Biar aku suapi sampai perut
lahraga setiap tiga hari seminggu kalau perut kotak-
i ejekan karena mendengar Dika yan
ja, Sayang. Nanti aku isi perut kamu denga
asa tidak nyaman setiap kali Dika membahas tentang anak padanya. Ia tak
ti ini. Aku jadi khawatir perutku benar-benar jadi buncit." Dika berujar senang
kamu jadi buncit." Nindi menyendokkan nasi k
pnya juga,
makanan ke mulut Dika dan disamb
ang?" Nind
acung ke arah Nindi, membuat wan
di kata-kata yang paling ia sukai. Karena pujian Dika juga, ia se
uga, Sayang,"
n menyuapkan makana
an, kamu makan berlepotan biar aku seka bi
kan bertanya pada Dika, bibir laki-laki itu justru sudah menempel di bibirnya ter
tertawa terbahak-bahak saat meli
da Dika. Diraihnya potongan telur pada piring, ke
batuk karena laki-laki itu tersedak telur
bali menyuapkan makan ke mulutnya sendiri, tanpa peduli d
*
sudut ruang tengah, kemudian melenguh pelan. Padahal pekerjaan rumahnya tidak terlalu banyak. Pun, rumah yang
nya sebagai istri, Nindi tidak pernah keberatan sama sekali. Ia senan
laman belakang rumahnya. Melihat tanamannya tumbuh subur, ia jadi teringat dengan mendiang ibunya. Wanita heb
iar kita tidak perlu beli sayur. Jadi upah
berada di posisi sesulit itu. Ketika ayah dan kakaknya pergi dari rumah, menyusul
il menghidupi dan membahagiakan Nindi. Sayangnya, wanita tangguh itu h
Deringnya yang keras memutus la
aih ponsel yang masih ter
Gany' yang tert
i begitu mengangkat pang
napa belum menelepon Abang?" Gany langsung membrondong adinya dengan
i Jakarta, laki-laki itu menjadi sering cemas. Setiap hari ia mengharuskan Nindi
Gany menelepon sampai ratusan kali, bahkan saking kalapnya ia segera memesan tiket penerbangan dari Kalimanta
l ke mana pun ia pergi. Dia bahkan mengancam akan menyeret adiknya pulang ke Kalimantan apabi
es rumah, Bang. Ini juga ba
, Dek. Jangan semua pekerjaan rumah kamu yang menyelesaikan. Abang tidak mau kamu k
kan orang risi memiliki keluarga yang terlalu protektif, Nindi j
ikerjakan pembantu, aku mau melakukan apa? Makan dan tidur saja? Bahaya kalau
, belanja, yang penting jangan me
indi. "Aku dan Dika mau kencan di danau dekat rumah, Bang, tapi aku masih bingung mau
'kan, suamimu. Kenapa malah tany
punya ide. Aku kan
ar kalian memancing ikan berdua di danau itu. Lebih romantis, 'kan
an pada Abang." Nindi menggerutu, mem
knik di sana. Makanya punya ponsel bagus jangan untuk menelepon si Dika
bangnya itu memang senang se
gle dulu. Kalau sudah dapat yang
kasihn
k saran bawa pancingnya?" tan
Kenapa malah itu
ang. Kan saran itu kamu tolak,"
untuk tanya
," jaw
an Abang benar-benar membantu,"
terima kasihnya diterima. Kamu baik-baik di s
udah aku matikan
ya
enar mengikuti saran Abangnya. Ia membuka Google dan m
di sana. Dari makanan berat hingga ca
bar-gambar makanan yang terpampang di layar ponselnya. Sore-sore
memilih bakso sebag
ringan sejenis kue dan sebangsanya. Namun, foto-foto kue yang terpampang di layar ponsel begitu menggodanya.
an semua kue-kue ini," gumam Nindi. Ia tak sabar me
segera beranjak ke dapur. Wanita itu segera mengeluarkan
memotong sayur, memutar mixer, dan terus melompat dari pekerjaan satu ke pekerjaan lain. Wanita itu begitu serius melakuk
apur, semua makanan yang akan dibawa
ngga, dan kue nastar tertata rapi di meja ma
Ia meraih ponsel, kemudian mengambil
kencan. Cepat pulang, Sayang.] Nindi tersenyum
WIB, berarti sebentar lagi Dika akan pulang. Ia harus s
*
nggu-tunggu akhirnya tiba. Selesai i
masak tersenyum geli mendengar m
semua karyawan restoran suda
ilang. Beda dengan yang sudah berkeluarga, bisa kumpul-kumpul dengan a
nya istri, merasa berhak menghinaku sesuka hati?!" Ran
ang sombong? Makanya cepat cari suami, Ran. Biar kel
, jadi sudah biasa jika ia melontarkan
k diam, kamu yang akan aku
"Amit-amit," katanya jijik. "Aku sudah punya Nin
ertarik dengan badan datar tanpa otot begitu." Rani mengejek dengan pandangan m
denganmu," balas Dika
galkan pertarungan mulutnya dengan Dika dengan kiba
ika terkekeh geli m
ing dengan chef lain yang usianya jauh di atasnya. Bisa juga karena Rani perempuan yang supel, yang juga tak pernah mengambil hati setiap candaan yang dilontar
di dapur. Mereka yang sering bertingkah konyol seolah menjadi penghapus l
ik
u menyapa gendang telinganya. Ia menatap heran pa
nda tanya besar. Untuk apa
ambu