Adikku Seorang Pelakor
Panda
u lahir. Lalu, dibesarkan oleh bapak dan kakakku. Namun, bapak dan orang-orang di sekitar tempat tenggalku lebih menyayangi Mbak Wulan dari pada aku. Dulu, a
u ... kasihan sekali!" olok kaw
bu kita bisa mati kayak ibunya. Dia
nganku. Berbeda dengan Mbak Wulan, dia selalu banyak teman. Tak ada satu
i sepatu, tas, atau baju-baju dia yang sudah tidak muat tetapi kata Bapak masih bagus
semakin melihatku sebalah mata dan menyanjung Mbak Wulan. Seakan-akan, aku a
ulan. Aku membenci hal itu. Namun, aku tidak bisa menunjukkan kebencianku
patkan laki-laki yang setampan dan sebaik itu. Sejak pertama kali aku melihat Mas Rangga, aku sudah menyukainya. Aku berusah
mendapatkanmu, Mas. B
kakakku, biar saja. Aku juga tidak peduli bagaimana nanti orang-orang a
ulan. Aku akan menjadi wanita idaman Mas Rangga. Kali ini, aku tidak akan menyer
" ungkapku untuk kesekian kalinya saat
Kamu tidak boleh seperti it
ncul begitu saja dalam hatiku. Dulu aku tak berani mengunggkapkannya. Lagian, dulu Mas Rangga juga selalu mengang
n ... kit
ku. "Aku bisa kau nikahi
tidak akan berani memberi tahu Mbak Wulan. Aku tidak tahu, apa yang telah dilakukan M
u berusaha menjadi anak penurut di hadapannya. Selain itu, aku juga cenderung
, pasti ada celah di mana aku bisa menarik perhatian Mas Rangga dan
nku berakhir. Mbak Wulan masih di rumah makan. Dia belum pulang. Seme
minum di dapur. Awalnya aku terkejut karena tiba-tiba melihat Mas Rangga yang sudah berada d
ang mana?" tanyaku, tentu saja den
bil, karena itu aku pulang duluan," jelas Mas Rangga. Matanya terju
anja di bahunya. Lalu perlahan membuka
a Mas Rangga dengan gugup. Namun aku
lakukan dari dulu, Mas ..." bisikk
.." Mas Rangg
hanya berdua di rumah. Rio juga l
atnya menelan liur, sorot matanya juga tak lepa
ak Wulan nggak curiga," ucapku samb
Mas Rangga selalu main diam-diam. Setiap ada kesempatan, pasti kami manfaatkan dengan baik. Namun, a
dibelikan Mas Rangga. Tujuanku tentu satu, aku ingin hamil. Dengan b
u benar-benar mengandung anak Mas Rangga. Aku pun
s Rangga kala aku memberit
dengan mata berbinar. Aku juga menuntun
! Kita harus segera menggugu
engan reaksi Mas Rangga yang mengusul
na bisa kamu berkata demi
ika tahu hal ini. Lagi pula, apa yang a
tidak mau kehilangan bayi kita. Lagi pula, apa peduliku dengan kata orang? Mereka hanya bisa berkata-kata dan mencemooh, tapi tak pernah meresak
gugurkan bayi ini!" tegasku
suaramu!" har
dang kalian bicarakan?" tanya Mbak Wulan
engar suaraku. Aku pun melanjutkan rencana. Kembali berakting menjadi gadis lemah yang terani
amu tidak hamil 'kan?" selidik Mbak Wulan. Namun, aku masih ter
ana padaku!" pinta Mbak Wulan ya
Mas!" desak Mbak Wulan. Sama seperti diriku, Mas Rangga juga membisu. Ak