Terjerat Gadis Manja
ak
laki itu menghembuskan napas kasar sekali sebelum membalikan
yut manja di lengan Morgan. Morgan tidak tertarik memandang kekasihnya yang bertubuh tinggi sepundaknya itu,
dingin, cuek dan tidak suka keramaian, berbanding terbalik dengan Bianca yang periang dan lebih sering terlihat manja kepada orang terdekatnya. Terkadang orang-orang tidak yakin b
SMA-nya dulu itu. Sebenarnya kedua pihak orangtua tidak memaksa Morgan dengan kata lain memberikan kebebasan penuh untuk pria itu menolak atau menerima perjodohan itu. Namun, sebagai putra tunggal keluarg
p siapapun meskipun ia merupakan putri sulung salah satu keluarga terkaya se-Indonesia. Morgan juga tidak bisa memungki
ek, ingin semua keinginannya terpenuhi, dan sering marah tidak jelas hanya karena Morgan duduk satu kursi dengan klien-nya yang -demi Tuhan Morgan pastikan
tidak mau tahu. Bianca akan marah dan Morgan tidak memiliki pi
ngkarkan tangannya tanpa peduli tolakan Morgan. Ia tahu Morgan tidak
lah,
ulu pertany
k dengan pikirannya sendiri dan t
kesal. Ia sudah pusing dengan pekerjaan kantornya dan kini ditamb
g sama ketika
nya kamu ngasih tau dari awal, bukannya nelpon pas aku sedang meeting, Bianca!" jelas Morgan dengan mempertahankan nada suaranya. Meninggi sedikit saja, mak
Aku ng
an halus di ujung kemeja Morgan. Siapa lagi pelakunya kecuali s
itu. Bagaimana bisa percaya Bianca tidak mencurigainya sedangkan hampir setiap
Ayo kit
g, menurutnya ini adalah salah satu tindakan romantis yang ia sukai. Meskipun tidak yakin itu roma
*
ingkan. Bianca nampak imut dan menggemaskan dalam tidurnya, bibirnya terbuka sedikit dan hembusan napas hangat terasa di sana. Posisinya menghadap ke kiri, memudahkan Morgan melihat campuran wajah imut
bangun membuat Morgan tergugah untuk member
organ berusaha menyembunyikan debar jantungnya yang menggila dan tangannya yang tanpa diper
a Morgan sudah menyadari bahwa si gadis manja berh
puknya. Kamar Bianca terletak di lantai dua, didomina
n selimut walaupun diluar cuaca panas. Maklum saja, sekarang masih p
Mor
dalah Adian, adik kandung Bianca yang kini menginjak usia tu
ah Adian menuju ruang televisi. Lelaki yang baru menginjak usia remaj
et abis mesra-mesraan sama soal ujian." Adian menangkup
dan nggak bangun juga pas aku
uk memasukkan keripik kentang kemulutnya dan mengunyahnya. "Maklum, Kak. K
ing bagi mahasiswa pengenyam bangku kuliah. Apalagi m
Mor
Adian, sementara Bianca mengucek matanya sembari menuruni tangga, terlihat sekali ia masih mengantuk. "Kuk
main game, j
di sebelah kak
ak m
di
enyukai ini, mendengar keributan yang ditimbulkan oleh pasangan kak
. Jangan gan
amu bel
sudah berada di ujung kepala dan bersiap meledak. Tidak, tidak! Morgan tid
ela napas kasar. "Udahlah. Aku mau balik ke k
Morgan membelanya dan membuatnya menang melawan adik laki-lakinya. Namun kali ini Morgan sedang l
i capek, tau. D
arena pekerjaan kantornya yang setinggi gunung, tap
an yang jauh lebih peka da
usah balik ke kantor. Isti
dwal penting. Lagian aku tadi nu
tirahat. Bolos satu hari nggak aka
gan akan susah menjelaskan bahwa urusan kantor tidak semudah tugas kuliah di mana ia bisa membolos sesuka hati. P
mereka. Mereka akan semena-mena dengan kerjaan mereka. Kamu ngerti, kan?" ucap Morgan dengan pelan dan lembut. Semenjak menjadi kekasih Bianca dua bula
i abisnya dari kantor, Kak
ki tangannya mengusap pipi Bianca lembut. Mengetahui Bianca menurut membuat M
i. Adian, aku pergi
Hati-
birnya mengulas senyum miris yang tidak pernah ia tunjukan oleh ekspresi wajah cerahnya. Bianca ti
dak menyu
ak mencint
ti orangtua Bianca tanpa memanda