Mencintai Gadis Amnesia
nepikan mobilnya sebentar untuk berbicara dengan Amel. Tentu saja
u masih menghargai kamu dengan menerima ajakan pertemuanmu meski
bisa berangkat agak telat juga," protes gadis itu tidak mau kalah dan tidak mau disalahkan. "Setelah kamu selalu nyuekin aku, enggak mau a
perti itu, mending kamu pulang saja, deh. Aku juga sudah tidak ada mood buat bertemu kamu. Tidak ada gunanya juga aku banyak menjelaskan sama kamu. Yang ada kita malah terus b
ulit perjuangannya hingga bisa lolos menjadi editor di penerbit mayor yang cukup terkenal itu, Adib mengurungkan niatnya untuk resign. Dia tidak ingin perjuangannya itu hilang begitu saja. Me
epalanya ke sisi setir dan berdiam dalam beberapa saat untuk menenangkan diri. Embusan napasnya terdengar memburu, kentara sekali sedang menahan emosi. Namun, dengan keadaan belum benar-benar tenang, dia kembali menegakkan tubuh, bersiap untuk putar balik perjalanan menuju
pilan acak-acakan yang muncul tiba-tiba. Adib memang berhasil tidak menabrak perempuan itu karena langsung mengerem mendadak, tetapi nasib nahas tetap tidak terelakkan. Tidak tertabrak mobil Adib, dia malah tertab
tetapi pasti, tubuh lelaki berkemeja liris putih-hitam itu bergetar. Keringat-keringat dingin menetes dari beberapa bagian tubuhnya karena perasaan terkejut yang sangat kentara. Bibir tebalnya sedikit terbuka, tetapi
bih lima belas tahun berlalu, tidak bisa mengubah perasaannya.
ongok ke jendela mobil. Tidak begitu lama melongok, dia menarik kepalanya ke dalam mobil karena tidak kuat dengan bau anyir yang langsung menyeruak ke hidungnya. Hampir saja lelaki itu
inya tidak makin kalut. Kalau dia tidak bisa menguasai diri, bagaimana bisa dia akan tiba di
ecelakaan itu, tidak ada tanda-tanda kemunculan orang yang akan membantu. Perempuan itu masih tergeletak tak berdaya di tempatnya. Tidak ada pergerakan apa pun. Jangankan bergerak, merintih pun tidak. Sepertinya dia langsung kehilangan kesadaran sesaat
palanya kembali ke dalam mobil, kemudian menyandarkan tubuh di sandaran kursi. Lantunan istigfar dan kalimat-kalimat thayyibah masih terus dia baca untuk menenangkan diri. Dia ingin sekali segera membantu perempuan itu, tetapi bayangan masa
. Dengan menutup hidung menggunakan masker demi meminimalisir terciumnya bau anyir dari darah perempuan itu, Adib melangkah dengan pelan mendekati perempuan itu. Celingak-celinguk sebentar ke sisi kanan-kiri jalan, akhirnya Adib segera membopong gadis itu ke dalam mobilnya. Tidak peduli dengan darah segar yang terus mengalir dan be
eri tahu sang mama jika sudah tiba di sana. Sesekali dia menoleh ke belakang untuk memastikan keadaan perempuan itu. Pikiran kacau karena ulah m
ar tenang dan bisa selamat sampai tujuan. Dia mengemudi dengan kecepatan di atas rata-rata, te
seperti ini," lirih Adib saat mobilnya sudah memasuki parkiran rumah sakit. Dengan cekatan dia turun dari pint
ntah keberuntungan atau apa, Adib sangat bersyukur bisa bertemu dengan dokter langganan keluarganya itu di sana. Padahal pada h
ib, terus melangkah menggendong perempuan itu mendekati Dokter Andika. Tidak ada ekspresi apa pun di wajah anak tunggal
rong, Adib langsung membaringkan perempuan itu dan membiarkan par