Pupus
an,
*
ggir jalan atau di halaman rumah. Meskipun ada satu-dua toko kelontong, kedai kopi dan kedai pangkas berada di jalan utama memasuki kampung, tapi tidak seramai kalau sedang hari pekan. Orang-orang
rinya saja yang asyik berbincang, seperti burung murai sedang berkicau. Sedangkan anak mereka, Aina hanya diam memperhatikan suasana di luar. Sejak semula ia memang enggan untuk mengikut kedua orang tuanya itu-berkunjung ke rumah kawan lama Tuan Hanafi-karena sejak awal, Aina telah menangk
ar Tuan Hanafi sambil me
ra menjawab pertanyaan ayahnya-ia pura-pura tak mendenga
idak?" Puan Yusra-ibunya A
ulutnya terbuka sedikit. Kemudian daripada itu, ia melempar panda
u itu, Aina," uja
awab, Ibu?" Aina men
erti kura-kura
. Sekarang mobil berjalan agak perlahan karena memasuki Pekan¹ yang se
ak Bachtiar. Apa kata kau, Aina?" terang Puan Yusra. Ia berhar
Tuan Hanafi kepada istrinya sambil memiringkan sedikit kepal
ganya. Lazimnya buah jatuh tak jauh dari pohon, begitu jugalah pasti Pak Bachtiar dan anaknya it
berhampiran. Aku dan dia itu seperti lepat dengan daun, macam saudara sudah. Kalau ditanya paras-rupanya? Amboii ... gagah benar
bagaimana?" su
h jalan, ketika seorang pedagang kambing menyeret kambing-kambingnya menyeberang jalan kecil di tengah Pekan. Kesempatan itu dipergunakan Tua
Aina melepas geramnya melihat Tuan Hanafi yang tadi
mereka, dan seingat Ayah, kali terakhir melihat anakny
Gelak-gelak.
tahun tak bersua, masih in
elakang. Memandang putri
ng lalu, Ayah be
bersua dengan kawannya itu, di Kantor Jawatan Per
tengah pertemuan kedua kawan lama itu Tuan Hanafi dan Pak Bachtiar bersepakat untuk menjodohkan anak-anak mereka. Kemudian diaturlah pe
ayahnya, bukan main
ereka, macam sumur mencari timba!" uj
ang menganjurkan Ayah untuk datang berkunju
h mau?!" Ai
t sampai ke anak cucu. Lagi pula sejak dulu pun kami sudah seperti saudara, t
ku dengan orang yang belum dikenal perang
gimana perangai
sinis memandang
Bagaimana pula d
k jauh dari pohonnya, Aina," Puan Yusra pu
-pautkan dengan urusan perjodohan ini. Baiklah aku turun d
Pak Amat sopir mereka hanya melirik dari kaca spion mobil. Sejak tadi ia sudah banyak mendengar
sini saja, Pak Am
tabiat putrinya itu. Tak bisa dikerasi sedikit pun, kalau sampai hal
rjual-beli. Mungkin ada satu-dua barang yang kuperlukan, tak payah lagi bes
gan keinginan hatinya. Maklum saja, Aina itu anak satu-satunya. Selalu dimanja dan diperturutkan apa pun kehendaknya. Sekarang mati kutu-lah Tuan Han
aja, Pak Amat!" uja
nya-mobil masih saja berjalan pelan, sebentar lagi mereka akan melewati Pekan yan
ak Amaaat!" Aina menyerg
nafi-seolah meminta persetujuan untuk mengikuti perintah Aina. Bukannya Tuan Hanaf
empuan berjalan seorang diri, Ain
i pula ini kan masih sia
yum sambil menepu
alam mobil saja. Tak usah masuk ke rumah kawan Aya
am mobil? Sudahlah tak perlu kita berpanjang kata lagi. Pak Amat, a
obil mereka sudah keluar sedikit dari hiruk-pikuk orang berjual-beli, di sekitar Pekan tadi. Lalu dengan c
e rumah kawan lama Ayah itu, jemputlah aku di Pekan ini," Aina terdiam se
n kedai dobi³ atau di
anya untuk menolak. Kemudian Tuan Hanafi menggerakkan kepalanya sebagai isyarat kepada Pak Amat untuk menjalank
eran
Pa
usat
Lau
ng peca