Mawar Hitam Berdarah
mendapati Marni yang tersenyum culas memandangnya jijik. Seolah belum puas, Marn
ia begitu saja. Dengan sengaja Marni tidak menjauhkan roda kursinya y
gilas roda. Marni hanya melihatnya sekila
, tapi dia cukup sadar dengan keberadaan di ruma
halat, dia pergi ke dapur untuk memasak. Namun, waktu melewati kamarnya yang dulu dia dan Fiko tempati, pintu itu sedikit terbuka, dia mendapati Fiko masi
Sela agar ada celah untuk Maria melihatnya yang sedang berpelukan mesra. Setidaknya wanita yang sayangnya mas
umah sampai beres. Dia melihat jam sudah menunjukkan pukul 07:30 pagi, dia memutuskan untuk membersihkan tubuhnya terlebih dahulu sebelum berkumpul un
n Ke arah Maria yang memandang meja dengan tatapa
ungguku makan?" Maria balik bertanya. Dia menyorot Fiko hampa. Padah
epala heran. "Bukann
um menyentuh makanan sedikit pun, lalu b
Maria makan duluan tanpa menunggu yang lain. Fiko berpikir mungkin karena Maria sudah l
au Marni sering mengarang cerita bohong tentang dirinya, namun Fiko teta
h menyebut ibunya tidak jujur. Ibunya, wanita yang paling Fiko hormati adalah wanita terbaik dalam hidupnya. Set
bunya, sehingga tak mungkin dia menjelekkan ibunya. Terlepas dari benar atau sala
hkan segala amarah yang terpendam. Berkali-kali dia memukul
i dengan rasa sakit hatinya yang tak terkira. Dia ingin marah pada Fiko, namun kewajiban seorang is
nggilnya. Buru-buru dia menghap
nnya. "Ini ada nasi dan lauknya, sebaik
n Fiko saja cukup untuk dirinya. Dia tidak meminta lebih, asal Fiko masih menganggapnya ada. Katakan Maria labil, namun di dunia ini
penuh haru. Rona di wajahnya kembali
tu sangat menyakiti hatinya. Dan Fiko tentu sadar dengan apa yang membuat Maria menangis, itu dirinya. Dirinya si laki-laki berengsek yang tega membuat
pa mereka sadari seseorang mengepalkan tangannya marah menyaksikan antara M
Fiko memulai kembali pembicaraan
lkan senyum kecil di b
. Karena kata ibu, Sela lebih bisa mengatur keuangan, jadi aku kasih hampir semua gajihku kepadanya." Fiko merogoh sesuat
Fiko masih menganggapnya ada itu sudah cukup untuknya. Nyatanya, hal ini pun s
lanya menunduk memandang pada cekalan tangannya yang mengerat kuat pada uang. Dia kecewa, ingin marah
menjadi keputusan Mas. Selama ini kamu memang suka begitu, kan." Fi
rjadi karena Mas juga tidak pernah sekalipun bertanya hal mengenai apa pun padaku. Mas lebih suka merundingkannya bersam
unya hati dan keinginan tersendiri. Fiko sadar selama ini sering melupakan akan pakta itu. "Maaf." Balas Fiko menyesal. "Har
sudah menjadi keputusan suaminya. Akhirnya Maria h
celana bahannya yang tertempel daun kering. Sebelum perg
dan memutuskan untuk menyusul masuk ke dalam rumah. Namun, niatnya itu haru
*