KAHINA
Vincent
terbongkar. Orang di desa, sibuk menyelamatkan bagian tubuh sanak saudaranya yang tersisa. Seb
ian rupa. Kata orang tua jaman dahulu, itu adalah makam orang sakti mandaraguna yang bernama Raden Patih Panus. Salah satu keturunan Minak
ap salah seorang, saat meli
desa." seru sal
g berkilau, peti-petinya tertata sedemikian rapi dan bagus. Berbeda dari makam pada umumnya, yang hanya berdindin
a didalam makam, tidak ditemukan mayat atau jenazah. Bahkan, tengkorak pun tidak a
itu, adalah tanah wakaf dari kakeknya. Akan tetapi orang-orang tidak percaya begitu saja,
kitar makam pun bermusyawarah. Kasus ini, akan diserahkan kepada kepala d
-harta yang mereka simpan tidak diketahui oleh siapapun. Sebab dengan menggunakan istilah kata keramat, maka dengan otomatis, tidak ada yang berani mengotak-atik, ataupun mencari tahu isi dalam makam tersebut. Orang kaya hanya tinggal menyebarkan rumor, bahwa makam
an itu. Mereka sibuk menguburkan kembali anggota keluarganya, yang keluar dari lubang makam. Lek Min menggali tanah makam kembali, menguburkan
ihat kembali cucu kesayangannya, dalam keadaan seperti itu. Ad
da sopir bus, untuk disampaikan pada sang ayah. Ia mengabarkan bahwa selama 4 atau 5 hari ini
a, tempat itu merupakan salah satu sungai vital terpenting di kota Surabaya. Dulunya sungai Pegirian, menjadi pelabuhan ke
sebuah bangunan monumental, berciri khas Belanda. Bangunan tersebut memiliki nama, yang persis seperti yang tertulis dalam sam
persis seperti n
o?" tany
n mapnya, dan mema
asti tau. Omah'e persis d
gedung. Rumah beton berciri khas Belanda. Rumah itu merupakan warisan dari majikannya, saat perang kemerdekaan. Rumah tersebut ditinggalkan dan
uah panggilan, yang di
memanggil penghuni rumah te
Tidak lama berselang, pintu rumah dengan dua daunnya dibuka lebar. Terlihat seorang wanita
kamu to
, Bu
e mana
laku." ( Mbah mu, ba
endi toh?" (
, lalu mengambil barang bawaan Ningrum dan Laksmi serta mempersilahkan kedua o
us, sebagai asisten rumah tangga mbah-nya Ningrum. Wanita itu bekerja di rumah mba
cah sebagian dari mereka mengabaikan harta, dan ditinggalkan begitu saja. Kepergian keluarga itu meninggalkan pilu yang dalam. Selain harus merelakan diusir, mereka juga berstatus sebagai warga sipil musu
h terdokumentasi dengan baik. Seperti salah satu foto, yang saat ini sedang dilihat oleh Laksmi. Seorang laki-laki Jawa,
tam putih, yang masih terpajang diantara dinding-dinding beton tebal. Para pekerja yang dianggap
amar geh, buat t
Sum pun berlalu, m
lu, pemilik rumah itu. Mereka hidup dalam kemewahan, serta berkecukupan. Memili
teh yang diseduh dengan air hangat, tercium menggoda. Bersa
wakan 1 teko kaca, bersama dua gelas kecil kosong. Wanita
ya nduk." ucap Bu
wun, Bude." bal
uti mu, bentar lagi ta
sa megah. Kipas angin tua, disebelah lampu kristal menggantung di langit-langit kamar. Pada bagian dalam kamar juga dihiasi, dengan beberapa perabotan furniture berbah
ersenjata panah dan pedang, yang di bumbui dengan gambar orang pribumi yang tersenyum dibelakangnya, Menandakan seakan kedatangan orang Belanda di tanah air, sebagai pelindung bagi warga pribumi. Pada kala itu warga pribumi tert