KAHINA
n mengirim surat untuk suaminya, yang bekerja di negara Malaysia. Maklum mata uang negeri Jiran kala itu, jauh lebih mahal dari pada mata uang di Indonesia. Gaji satu ha
u desa, yang pemuda pemudinya bany
urungkan. Pikirannya terganggu dengan map berbahasa Belanda, yang sengaja ia bawa dari rumah. Selain hendak meng
Setelah menemukannya nomor telepon yang ia cari, Laksmi memperhatikan disekitarnya. Ia me
Jalanan masih banyak dipenuhi oleh pejalan kaki, dan pengguna sepeda onthel. Jumlah mobil yang berseliweran, bisa di hitung jari. Bahkan pengatur jalanan pun masih dilakukan oleh polisi lalulintas, yang berdiri di tengah-tengah simpang
untuk mencari uang koin pecahan 5 perak. Setelah menemukan uang koin, Laksmi pun menyeber
elepon rumah kawannya. Cukup lama, ia menunggu teleponnya diangkat. Sampai akhi
at, dari suara seorang wanita. Laksmi menebak, wanita yang m
hal
dengan
Laksm
, sinte
an sekolah R
?" pengangkat telepon tersebut, s
isamping rumahnya sampean.
iki!?" suara diseberang
Bude
kamu to
gih
Lama sekali gak pern
k, B
ir ke ruma
i kebetulan La
ya. Biar nanti Bude suru
rimakasi
k. Lama banget,
ih, b
Bude panggil
ih, B
dengar gagang telepon diambil alih. Berganti
ksm
, ini aku
karang, dek mana Laksmi?" ( me
di J
'e, dek
sar ta
u kerumah
pang nginap di ru
tu. Aku tak jemput kamu, sek
Di terminal telepon, di
Aku tak langsung beran
s, tak
at lebih ramai dari biasanya. Matahari yang redup seakan memberi sinyal pada Ratna, untuk menyiapkan jas hujan pada jepitan di bagian
i sudah ada di dalam kepalanya. Sebagai anak asli kota Je
ng duduk di halte bus. Kawannya sedang berteduh, d
a orang wanita. Mereka semua, kebetulan sedang menunggu bus kota. Ratna turun dar
ksm
alanya pada Ningrum. Dua orang itupun, sal
a, gak
rasa berat, untuk menceritakan
enggak
ma anakmu. Ayo, naik. Sebentar
njadi hujan. Berbekal jas hujan, keduanya berjalan melewati rintik gerimis. Tetesan air
Ningrum. Sambil sesekali, kepalanya menole
hanya mau
, orang tua Ningrum sudah menunggu kedatangan mereka, dengan menyiapkan makanan, untuk tamu anaknya. Dijember ada sebuah kebiasaan umum, masyarakat nya, setiap ad
ibu Ningrum pada Laksmi. "Ud
de. Terimak
n diberikan handuk kecil oleh Ningrum. Usai melap
ingrum yang sangat ramah. Sampai pada akhirnya, ada sebuah pem
ikin rawon, sekalian
nyum, seakan tidak memiliki salah sama sekali, Mbah Kawol berkata. "Itu, anakmu, di dalam panci, mau Mbah masak jadi Rawon." Potongan telunjuk jari Kahina, terlihat jelas. L
bil, Ningrum memegangi tubuh Laksmi. Dalam hati mereka bertanya-tanya, apa yang membuat Laksmi menangis seperti i
ta. Ratna Ningrum terakhir kali bertemu Kahina 6 bulan yang lalu. Sama sekali tidak menduga, itu adala
sebagian masih belum terjawab. Terutama beberapa dokumen berbaha
pernah kerja, meluk, Londo." jawab Ibu Ningrum, pada Laksmi. ( yang bisa baca tulis
ur'e udah sepuh tapi, se'k seneng moco. Dek rumah'e mbah, banyak buku-
ya sudah tua, tapi hobinya baca. Di rumahnya banyak buku-buku baha
ang disura
ya
er akan bertambah lama. Apalagi ia hanya
u, tak temeni kesana, lagian aku juga lama, en
kita ke
, kalo, mau be
tinggal udah gak perlu repot lagi. Numpang'o tidur disana, selama b
Ningrum." Balas Laksmi. Rencana makan sia