Air Mata Bintang, Akhir Pengabdianku
stroward
rjalan terhuyung, bahkan tidak menyadari keberadaan Bintang yang
Bintang, berlari
ngan panggil aku Papa." Suaranya dingi
wajahnya memudar. Dia menunduk, ma
bisa mendidik anakmu dengan baik, dia akan kutendang keluar dari rumah ini bersamamu," ancam Daffa padaku suatu k
ak tahu apakah pria ini masih punya hati. Aku pergi ke dapur, menyiapkan
gan di depannya. "Buatkan aku kopi," katan
npa menoleh. "Pastikan kalian tidak terlihat. D
astikan kami tidak terlihat. Mengapa dia
a. Setelah Daffa selesai sarapan dan p
eri-galeri bergengsi. Tapi setelah menikah dengan Daffa-meskipun hanya di atas kertas-aku mening
yaku adalah tentang Daffa. Wajahnya yang dingin, senyumnya yang jarang, bahkan punggungnya saa
et dirinya yang sedang membaca buku, dengan secangkir kopi di sampingnya. Matanya yang
ranya terdengar mencemooh. "Ap
os. "Itu... itu
dangan jijik. "Kau tahu, aku tidak pernah me
. Air mataku mengalir, tapi aku tidak bersuara. Begitu Daffa pergi, aku me
iap jejak Daffa. Asap hitam mengepul, memenuhi ruangan, tapi aku tidak peduli. Aroma cat terbakar memenuhi paru
tidak akan pernah lagi mencintainya. Ini adalah a
... d
meja. Aku melihat namanya
da apa ini? Bintang tidak per
ekolah terdengar panik. "Nyonya Syifa, B