Antara Tajir dan Hafidz Qur'an
butuh uang?" tanya Nadia, nada sinis terdengar
nti reaksi pria yang berdiri di atas panggung. Pria itu adalah Akbar, sosok sederhana
Dengan tenang, dia menatap ke arah Nadia, sorot matanya lembut tapi tajam. "Kedamaian bu
bukan tentang uang? Kamu tahu nggak, dunia ini berputar karena uang? Semua ya
tapi uang hanyalah alat, bukan tujuan. Tujua
Kalau bukan untuk sukses?" tanya Nadia,
terus-menerus mengejar sesuatu di luar diri ki
ara-tenang, tanpa nada emosi, seolah-olah benar-benar yakin dengan setiap kata ya
samping, menyenggolnya pelan. "
sinis. "Kamu hidup sederhana mungkin karena kamu belum pernah merasakan yang namanya
Nadia. Semua orang berhak hidup layak. Tapi pertanyaannya adalah, apakah yang kita kejar itu
elama ini, ia berusaha memiliki yang terbaik, menjalani hidup yang dianggap sukses. Tapi, mengapa kata-k
lebih baik?" Nadia bertanya lagi, k
erharga dari sekadar angka-angka di rekening. Mungkin kita bisa memiliki segalanya, tapi h
ar sedang berbicara langsung ke dalam hatinya.
ak cukup pelan untuk menyembunyik
g, Nadia. Mungkin kamu belum pernah merasakannya, atau mungkin kamu belum sadar. Tapi di saat kita ber
terus bergema di kepalanya, seolah menghancu
bahunya pelan. "Udah, Nad. Kita di sini
ku tahu," jawabnya lirih, tapi tatapannya tak lepas dari Akbar, p
a berhenti sejenak, menatapnya dengan sorot mata penuh pengertian. "Maaf kalau tadi ada
uatnya sulit berpaling. "Kamu terlalu yakin dengan apa y
tahu apa yang membuat saya merasa damai. Mungkin apa yang saya kata
a menyipitkan mata, mencoba mencar
akin pada kedamaian yang saya
hidup dengan keyakinan bahwa yang ia lakukan adalah yang terbaik, mengejar kesuks
hampiri Akbar, memintanya untuk berbicara. Akbar pun pamit dengan
aknya duduk kembali. "Nad, kamu kenapa sih?
ung Akbar yang semakin menjauh. "Aku nggak tahu, Sof. Dia... d
kin kamu cuma nggak terbias
nung. "Mungkin,"
Ia selalu berpikir bahwa hidup yang sempurna adalah memiliki segalanya. Tapi kenapa sekarang ia merasa kosong
uar ruangan. Udara malam yang dingin menyambutnya, tetapi itu tidak
laman, mengamati langit malam dengan tenang. Ada kedam
kah mendekat. "Kamu nggak
"Udara malam ini menyegark
kbar. "Aku nggak ngerti gimana bisa kamu hidup
enti mengejar sesuatu, Nadia. Kedamaian adalah saat kita tahu
kembali mengusik. Selama ini,
harus aku lepaskan," ak
ruang untuk mendengarkan hati kita sendiri," j
ahu ketenangan ini tak akan bertahan lama. Hidupnya penuh dengan tuntuta
rus punya jawaban sekarang. Kadang, perjalanan menemuka
itu asing, begitu jauh dari kehidupannya yang biasa. Namun, ada sesuatu dala
h panggilan dari salah satu rekan kerja. Ekspresi
gi," ucapnya c