Potret Sederhana
n lagi hidup bebas tanpa belenggu jeruji, belenggu luka yang mendera hatinya. Lama Agni berjalan-jalan di sekitar areal itu hingga akhirnya ia memutuskan unt
ia tidak peduli seperti puluhan cowok yang berusaha mendekatinya, tapi ia abaikan. Dan sekarang Agni mala
lan mundur satu langkah. "Ya Tuhan, apa semenyeramkan itu muka gue? Gue
n tanpa sadar cowok itu telah memotret tangan Agni yang menar
hasil menahan pergelangan tangan Agni membuat
a cowok itu sambil menunjuk ID card yang j
usan fotografi." Agni memba
il aja
gn
berusaha berontak dan pergi ke bengkel mengamhil motornya. Tapi tangan hangat yang begitu lembut itu terasa mengalirkan kembali darah yang sem
Agni tampak ragu untuk masuk. Bukan, bukan karena takut pada
ra berlari menuju ke arah seorang bertubuh agak tinggi dar
ek. Harusnya memang Agni pergi saja daripada ada senior yang melihatnya dan menyemprotnya dengan kalimat bualan tidak bermutu. Tapi tanpa s
gur seseorang memb
yang dilingkupi kacamata memandangnya teduh. Hidung mancung menantang serta bibir tipis yang menyunggingkan
di hadapannya membuat Agn
ak kok Kak. Eh, ma
kok nggak akan dihukum
kali seumur hidup ia gemetaran dan gugup berada di hadapan sesosok makhluk bernama cowok. AArkan Agustian, mahasiswa
." Agni menyalami tangan Bayu yang terasa dingin dan juga merasak
an orang kok." Bayu melepas salaman dengan Agni dan me
dor-gedor pintu hati. Menyentil-nyentil jantung dan mendorong-doro
Banyu yang baru saja kembali setel
ni. "Kamu mau ikut ke pasar malam?" Bayu menawari Agni untuk ikut, dan dengan kaku Agni mengangg
seperti robot yang mengikuti ke mana langkah kaki Banyu sampai perlahan
e mana?"
foto. Ikut?" Agni mengang
rtatapan aneh. Seorang cowok dengan penampilan persis anak playgroup dan seor
t sampai lensa kameranya berhenti dan memotret seorang gadis be
teriak Agni saat sadar Ba
lihatan kok di kamera be
e arah Banyu dan Banyu terus menjauhkan kame
aat tanpa sengaja siku
dup, Agni merasa khawatir pada seseorang sel
berusaha menutupi sesuatu. "Ban
ma
r danau bu
oke
biru kehijauan dan tampak bayangan pohon tergambar jelas di sana. Agni bahkan
gue ke tempat kaya gini
pasti," teba
ya gini anak rumahan." Agni kembali k
i anak
meringis kesakitan. "Eh apaan nih? Lo masih makan bubur? Ya ampun Nyu, lo i
ak bisa ma
ak bisa makan nasi aneh lo, kaya al
kan nasi, katanya su
gigi susu? Umur lo u
sih punya sepu
Lo se
bohong, boh
cap Agni dengan wajah kagetnya
tawa dan menampakkan deretan giginya yang rap
a enam sampai tujuh bulan dan akan tanggal lalu berganti dengan gigi tetap pada usia enam sampai dua belas tahun. Angannya mengawang pada sosok kecil dir
nyu menatap ke sebuah batu yang
yang Banyu pandang. Benar, di atas batu itu dua ekor kura-kura tampak tengah bercengkrama. Bibir kak
ya." Banyu mendekat ke arah batu itu dan berjongkok seper
jalanan ya pemandangan kaya gini jadi spektakuler." Agni
nggak buat bertema
erwarna hazel dari danau ke wajah polos Banyu yang t
-kura sama Banyu?" Banyu mengalihkan pandangan ke arah Agni hingga iris hitam yang tertutup kacamata itu m
u memberinya ketenangan tersendiri. Teman? Iya teman. Satu kata itu, Agni sudah lupa dengan apa yang namanya teman setelah dunia
gni kemudian jed
neh oleh dunia, kini ber