icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Potret Sederhana

Bab 4 Berbagi Luka

Jumlah Kata:1093    |    Dirilis Pada: 26/05/2024

-warni menghiasi setiap sudutnya dengan berbagai jenis permainan dan juga penjual makanan maupun pakaian. Malam ini Banyu, Agni, dan Bayu pergi ke pasar ma

yu yang tanpa persetujuan meninggal

dengan kaku yang pada akhirny

di bangku panjang dekat penjual jagung bakar itu. Agni melirik Bayu sek

aku b

ara?" ujar mer

anik, dan tidak tahu apalagi. Mata teduh milik Bayu selalu berhasil m

terhenti saat penjual jagung i

saat mereka terpaku pada jagung bakar masing-masing

saat Bayu mengajaknya

boleh pergi dari dia, tapi aku mohon jangan olok-olok dia

mbuat Bayu tersenyum lantas menarik tangan Agni menuju ke bianglal

menormalkan rasa gugupnya di dekat Bayu saat merek

u, ini namanya b

ni dan dijawab anggukan ringa

aku, sebenernya si

la napas panjang, berusaha menguak kembali kisah lam

atu dalam ikatan suci. Dan hari di mana mama berkata bahwa ia mengandung adalah hari paling bahagia untuk papa. Mama dan papaku sama-sama yatim piatu, dan mer

rusaha sabar dan tegar demi anak yang masih ada dalam kandungannya. Mama percaya cintanya pada papa begitu besar, tapi Tuhan memil

un dengan adik kembarku yang berselisih dua menit, Arya Ardan Agustian, lalu adikku yang terakhir lahir lima menit kemudian, Banyu Fardan

nuruni kebanyakan gen papa dan Arya juga mengalami kelainan jantung seperti yang dialami papa

, sangat rindu. Agni menepuk bahu Bayu seiring bianglala yang terhenti

saat usia kami tujuh tahun, Arya tidak bisa bertahan. Tuhan akhirnya mempertemukan Arya dengan mama dan papa. Sekarang hanya tinggal aku dan Banyu. Aku ikut kelas akselerasi, agar bisa cepat l

r saja ia merasakan apa yang Bayu

angka, sindrom be

nya bayi yang sensitif. Struktur pencernaannya pun masih seperti balita hingga ia tidak bisa memakan-makanan yang keras. Pertumbuhan selama lima tahun bagi Banyu adalah sama seperti pertumbuhan satu tahun pada orang no

ntuh tangan Agni hingga terasa h

ata menetes begitu saja untuk pertama kalinya setelah lima tahun, hanya dengan manatap mata t

am selama lima tahun, tangis yang hanya bisa terurai dengan tatapan mata itu. Tangis yang membawanya pada sebuah pelukan pe

mengerti waktu dan berusaha mereka kubur dalam-dalam sebelum akhirnya sebuah harapan membumbungkan

melarikan diri. Hidup memang layaknya bianglala, terkadang di atas terkadang pula di bawah, tapi ia tidak akan pernah berhenti meski kita ketakutan di dalam sana sama sepetti hidup yang akan terus berjalan tanpa peduli kita tertatih melewatinya. Satu ha

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka