Release the Darkness
ta itu tampak mengembara dengan liar mengawasi keadaan di sekitarnya. Gelap. Hanya satu kata itu yang mampu mewakili keadaan di sekitarnya saat ini. Nam
n pertanyaannya, bagaimana bisa dia tiba-tiba berada di tengah hutan seperti ini?
at tentang pria itu adalah teriakannya yang begitu menyayat hati. Jerit kesakitan yang
terbayang jelas bagaimana teriakan dan ekspresi Kesakitan Kaylein di ingatannya. Mungkin mahluk
ng hanya memiliki Kaylein dalam hidupnya. Wanita itu sama sekali tak tahu siapa ayah ataupun ibunya. Apakah dia memiliki saudara atau tid
Heaven akhirnya ingat dengan semua hal yang baru saja menimpa dirinya. Mahluk terkutuk itu bukan hanya mer
sudah tak ada lagi yang bisa ia banggakan dalam hidupnya. Bunuh diri mungkin sebuah pilihan yang cukup menjanjikan, meski i
Heaven terasa dingin. Dia benar-benar sendirian sekarang. Tak akan ada lagi orang yang bisa dijadikannya sandaran, tak akan ada lagi orang yang memarahinya jik
mahluk biadab yang dengan tega melakukan semua ini padanya. Bukankah mereka memang mahl
yang bisa menjamin mahluk apa yang tengah mengendap-endap di dekatnya itu. Bisa saja ia langsung disergap hewan buas atau bahkan mahluk terkutuk jenis lainnya. Namun
a, bukankah itu justru bagus? Setidaknya Heaven mati bukan karena bunuh
ngga cahaya bulan yang bersinar di antara bayangan pepohonan itu menyapu sesosok tubuh laki-laki yang tengah
ucap begitu saja dari bibir Heaven. Dengan
ylein, Kayleinnya. Namun ada yang berbeda dengan tatapan pria itu. Tatapan yang bias
h antisipasi. Sebagian dari dirinya terus menerus memerintahkannya untuk lari. Namun, ia haru
membuka mulut dan menunjukkan sepasang taring yang Heaven yakini tak pernah ad
kepalanya, pria di depannya jelas bukan Kaylein, kek
ah karena pandangan yang tak jelas, langit masih gelap sehingga Heaven harus mengandalkan instingnya untuk melarik
ya, memang hanya itu yan
lemah terus ia paksakan untuk berlari. Dia sama sekali tak ingin menghabiskan waktu untuk sekedar berist
ergores kerikil tajam ataupun ranting-ranting pohon yang berserakan. Pakaian yang ia kenakan bahkan tampak compang-camping karena ber
n berhenti mengejarnya. Namun gadis itu rasanya ingin menjerit frustasi saat itu juga ketika melihat orang itu -enta
ga membuat langkahnya oleng dan tubuhnya terjerembab k
uhnya sedemikian rupa. Mencengkeram tangannya dengan kasar dan mengunci semua pergerakan Heaven. Heaven merasa se
na biru penuh karisma, terlihat berubah merah penuh aura pemangsa. Tanp
dadanya. Darah segar mengalir dengan cepat memenuhi permukaan dada dan perutnya, bahkan ada
marinya yang berlumuran darah dengan ekpresi kenikmatan. Mem
n macam apa yang tengah mera
dua taring panjang yang menambah ke
n!" Heaven terus berteriak. Menggelengkan kepalanya men
sunyi ini, ketika taring Kaylein akhirnya menembus kulit
asa ngilu. Kaylein yang memang kehilangan kendali sepenuhnya justru menghisap darah gadis itu denga
yang putih terlihat mulai memucat, nafasnya ter
ebelum akhirnya menyerah pada
rwarna merah berangsur-angsur berubah menjadi biru, warna aslinya. Dia menatap Heaven, keadaan sekitar dan keadaan tub
ya pipi gadis itu. Saat itulah Kaylein terpana melihat tangannya yang berlumura
mungkin baru saja terjadi. Berulang kali menggelengkan kepala dengan frustasi, Kaylein langsung merengkuh tub
. maafkan aku. Jangan pergi...
imana bisa ia melakukan hal sejahat dan sekejam ini te
alar, Kaylein bahkan perlu waktu untuk
irnya jatuh dengan posisi tengkurap di atas tanah berumput. Dengan cepat pria itu bangkit dari posisinya meski sesek
ng telah menghancurkan hidupnya. Pria yang telah menodai Heaven tepat di depan matanya sendiri. Pria itu kini tengah b
Kaylein sambil memegangi dada
engan tatapan merendahkan sebelum akhirnya mengecup bibir H
elakukan apa-apa. Jadi, apa kau pikir kali ini kau bisa melakukan sesuatu jika aku menyent
itu sambil memutar tubuhnya membelakangi Kaylein, "ah, satu lagi. Perubahanmu belum sempurna, aku masih bisa mencium bau