Release the Darkness
an." Kaylein langsung merengkuh kedua pundak Heaven, merasa san
elum pernah mencapai tahap itu. Hal terjauh yang mereka lakukan hanyalah ciuman dengan saling melumat
Kaylein selalu berusaha menjaga perasaan dan kehormatan kekasihnya. Hal itu pula
," gumam Kaylein sambil menempelk
i sama sekali tak mempermasalahkan apa yang baru saja terjadi antara dirinya dan Kaylein.
h, begitu dingin dan membuat perasaan Heaven tidak enak. Semakin meyakinkan Heaven jika bangunan ini
untuk memenuhi obsesinya agar bisa melihat mahluk immortal? Lalu kenapa di saat
Heaven lirih karena teredam mantel Kay
gguk dan melepaskan pelukan Heaven. Menggenggam tangan
ortal itu memang tak pernah ada?" gumam Kaylein sambil melangkah menuju pintu keluar. Namun langkah mereka langsun
mereka masuk tadi, cuaca di luar sangat cerah. Namun pergantian cuaca yang cukup ekstrim sepertin
kemudian. Merasa kata 'aneh' d
run salju. Itu berarti badai salju sudah menjadi hal yang benar-benar mustahil."
ein terdiam sebentar, memikirkan lang
m di sini. Di luar sedang badai, bukan pilihan yan
ay, aku tak ingin terjebak
kan. "Masih ada waktu dua jam sebelum matahari tenggelam dengan sem
rmalam di tempat ini? Siang saja Heaven sudah merasakan ada yang tidak beres dengan bangunan ini, bagaimana malamnya? Heaven bergidik deng
ketika Kaylein menuntunnya duduk di sebuah sofa yang berada di ruang tengah. Tersenyum penuh kemenangan, Kaylein berjalan dengan langkah lebar
knya kita tak akan mati kedinginan di si
memang tidak akan kedinginan, dan aku harap, kita tak akan
l dari perapian yang tadi dinyalakan Kaylein. Badai salju tampak mulai mereda, masih terlihat butir-butir salju yang berjatuhan, hanya saja tidak selebat be
dan semua persediaan makan kita dengan bodohnya tertinggal di mo
n hingga membuat lantai dan dinding di dekatnya ikut bergetar pelan. Kaylein tersentak dan memandang tak
sepertinya tamu kita
u setidaknya ia terlihat seperti itu, tengah menatap mereka dengan seringai mencurigakan. Pria i
penasaran dengan eksistensi kami? Lalu kenapa per
t ketika sebuah suara lain muncul dari belakang tubuhnya. Terlalu dekat mungkin
aven menahan nafasnya sejak tadi. Gadis itu sama sekali tak ingin menat
jukkan ekspresi kesal yang dibuat-buat. Sedangkan pria ya
ita?" Heaven memejamkan mata, tangannya bergeta
pada pria itu, tapi kalian je
eka duduki. Di sana terlihat seorang pria yang sangat tampan, berkulit putih pucat dan memiliki tinggi tubuh
begitu cantik hingga terlihat tak masuk akal. Wanita itu duduk dengan anggun, memilin-mil
h pria itu dengan jelas. Tampan... sangat tampan. Dengan warna rambut dan bola mata cokelat keemasan. Heaven mulai bertanya-
i mendengus, "itu bonus