Dunia Pelita
ldrian
merasa buruk. Hatiku sakit. Sekali lagi aku merasa telah ga
Pelita tidak bisa kuhubungi padahal ponselnya menyala. Ia mengabaikan telepon yang mas
g meeting atau setidaknya mengirimiku pesan jika dirinya sedang mengi
percobaan kelima dengan suara serak khas bangun tidur. Siapa tahu Pelita akan merespons temannya, ta
lkan apartemen dan berkendara ke apartemen Pelita
ala. Namun, saat aku mendatangi kamar Pelita, ruangan itu gelap. Tirai-tirai jendela masih menjal
u meliriknya. Dua puluh menit sejak aku meninggalkan aparte
ngan. Kedua tangannya memeluk kaki yang ditekuk ke depan. Tanpa mengenaka
ku lirih saat m
terlihat berantakan walau tanpa penerangan yang memadai. Hidungnya merah dengan mata ben
ita seperti mencicit
bur ke arahnya dan m
hanya
. Aku seharusnya tidak boleh memelu
lancang mendekapnya seperti ini. Ia akan marah besar padaku. Dan yang
ama Pelita bersuara
gsung t
ayangannya dulu bertahun-tahun yang lalu. Panggilan kesayangan Pelita saat
seperti sebelumnya, mata Pelita masih terlihat kosong d
emukannya tadi jika Pelita menangis keras tan
s menatap ke arahku. Tapi Pelita hanya bergeming deng
mengajaknya duduk di atas ranjang.
ta?" tanyaku lagi semba
Namun, ia tetap tidak mau
hela nap
terjadi dengan per
ari, mengambil sebuah jilbab dari tumpukan pak
ik," lirihku sambi
a tergeletak di atas meja rias bersama beberapa kosmetik dan peralatan make up,
orkan segelas air putih di depannya
i yang akhirnya membuat Peli
gelas air itu sepenuhnya dan memba
alau udah siap," kataku se
sebentar kemudian tiba
num ke nakas lalu duduk di samping Pelita dan memeluknya la
ang sekali lagi tidak mendapatkan sahutan
*
at jam di pergelangan tanganku
nitan yang lalu aku
yaku yang dijawab Pelita
ada waktu, kamu cepet salat sana!" kataku setelah
pa. Ia berdiri dari ranjang k
telah itu, baru kutinggal pergi Pelita keluar dari kamarn
t menyiapkan sarapan untuk Pelita hingga mataku mene
u anyirnya me
k warna biru berukuran sedang tergeletak di lantai
uh yang tampaknya merupakan potongan tubuh kelinci dan
? Sialan! Siapa psikopat gila
i itu dan memasukkannya kembali ke kotak kemudia
emperhatikan sekeliling saat datang sehingga terlambat
ihara banyak kelinci di rumahnya. Pelita pasti sangan syok dan takut m
antai saat menyadari ada dua benda lain di atas meja. Setang
day! Hope u like my gif
i seperti itu. Ini teror! Siapa pun yang melakukannya
mukan ponsel milik Pelita tergeletak di atas meja ruang tengah. Te
*
p seolah dirinya baik-baik saja membuatku merasa bur
bahagia dan baik-baik saja ada
biasanya memakai celana jins dengan atasan kemeja atau blus yang kadang juga dilapisi jaket. Dan kali ini, Pelita memakai opsi yang kedua. Ia memakai celana jins hitam dan kemeja kuning bergaris ya
ya memakan sarapan yang sudah kusiapkan. Setangkup sandwich i
lain karena diet, ia mudah mengantuk dan menjadi
dengan nasi sudah menjadi kebiasaan Pelita
sedikit demi sedikit sembari memperh
u, ada sepasang mata cantik yang memb
nghabiskan tetes terakhir jus jeruknya. Ponsel milikn
nya. "Bicara apa?" tanyanya dengan nada ceria seperti bi
ya seolah aku bisa menatap secara langsung
i sini. Kamu udah ngga
ana sih, Kak?" tanyanya pelan. "Pindah ke mana? Aku suka kok ting
abku. "Kalau kamu nggak mau pindah ke apartemenku, aku akan carikan apartemen baru buat kamu d
mau! Aku suka tinggal di sini,"
endengarkanku. Ia memang bisa sangat keras ke
Kacamata hitam masih bertengger di hidungnya dan aku yakin Pelita tidak ada niat sama s
kami berada di sini, menemui klien dan melakukan fitting baju final untuk peragaan busana yang akan
rja dan pergi beristirahat. Tapi dengan keras kepalanya ia ngotot bekerja da
emauannya daripada membiarkan Pelita berkendara
end begini, Mbak. Kami sangat senang. Selain cantik Mbak Pelita ini ternyata juga sangat baik," kata seorang perempuan be
k punya kegiatan, jadi dengan senang hati saya gabung buat
datang untuk meeting dan fitting baju hari ini. Peraga
ini, Mbak. Mbak Pelita adalah diva kami. Jadi kehadiran Mbak har
baskan sebelah tangannya ke udara. Gestu
ai bersandiwara. Memasang
ta tinggal bersiap untuk peragaan busana dua minggu ke depan. Jaga
u begitu saya pamit dulu ya, Mbak. Sampai ketemu lagi di acara pe
h kirinya dan Arina yang duduk di sam
atangannya." Perempuan berkacamata ikut berdiri lantas mengulurk
keluar meninggalkan tempat pertemuan
g Ju
nku saat kami berjal
pan kami, mengangkat sebuah t
nti melangkah dan be
bertengkar lagi ya sama Pelita? Kok kuliat dar
a Pelita mendapat teror. Setidaknya untuk saat ini, sampai aku berhasil membujuk Pelita
i lagi adem gini, buat apa pakai kacamata? Kalau buat penunjang penampilan sih aku paham-paham aja. Tapi masalahnya, Pelita tuh ngg
il mengedikkan bahu pura-pura t
pon Abang tuh biasanya nggak sebiasa ini kal
kembali berjalan mengikuti Pelita
Jawab aku dong! Ja
memekik sambil
Aku nggak tau kapan pulangnya. Tapi kalau kamu sibuk aku bisa pulang naik taksi nanti.
mata menatapnya. "Nggak.
inggal jalan ke sana sebentar karena Mbak Cecil udah dateng duluan dan lagi nunggu aku sekarang
bali me
Cecil, Lit?" tanya Arina yang sudah
ut nggak papa, Rin. Katanya tugas kamu lagi numpuk?! Aku uda
Nggak pa-pa?" Arin
nya kembali menatapku. "Antar Arina, ya! Aku pergi du
tetap melenggang. Sempat menoleh ke arahku
riak Arina di sisi lain sambil mel
lan hingga punggung kecilnya menghilang di beloka
an yang kucinta. Aku benar-ben