Dunia Pelita
tinggalinya saat sebuah pesan masuk ke dalam ponsel cangg
samsak tinju warna hitam yang menggantung di tengah ruang olahraga i
unakan karet itu menyeka keringat yang ada di wajah, leher, dan lengann
punya, Shodiq Emir Bahauddin. Putra pakdenya
Sh
ari ini sta
nya setelah membaca pesan it
an sebutan Gus Fatih di pesan itu adalah putra Kiai Adnan, pengasuh pesantren di mana Shodiq mengabdikan diri sebagai abdi ndalem yang ki
Fatih di Jombang sebelum Fatih menikahi Zulfa. Mereka (Fatih dan Zulfa) baru menikah beberapa waktu yang lalu. Adh
uhnya bersandar sempurna di tempatnya duduk lalu menenggak
embari mendongakkan kepala melihat langit-l
berada. Ia selalu menempatkan seseorang yang dipercayainy
h di Jombang saat adiknya itu berada di tingkat menengah atas hingga lulus namun memilih menetap di sana untuk memperdalam il
melepas pengawasann
ejak adiknya itu menginjakkan kaki untuk pertama kali di Jombang, belakangan selalu mengatakan jika Zulfa tampa
an pengantin baru, Fatih sangat jarang berada di ndalem bersama Zulfa dan malah sering
lah apakah Zulfanya bahagia? Sebab sampai nyaris dua puluh empat tahun usianya, kebahagian Zulfa yang masih terus menjadi prioritas dan tujuan
n pukul setengah delapan pagi ketika Adhim meliriknya. Laki-laki itu bangkit dari tempat
likasi yang ada di ponsel. Ia belum sarapan dan hanya melahap sebuah apel dan pis
r kurir beberapa menit lalu di ruang tengah. Ia meletakkan burgernya yang b
gak
ngkung mengetahui sang ib
elnya ke samping telinga. "Tumben sekali menelpon Adh
an, berdiri di samping jendela dan menatap kepenatan Bandung yang sudah
ri seberang telepon. "Piye, Le (Bagaimana, Nak (laki-laki
las senyum masih merekah di bibirnya. "Yang ma
Umi dan Abah sudah tua, Le. Segeralah menikah! Dari tiga bersaudara cuma kamu yang belum menikah.
Adhim pasti akan menikah, Mi. Umi jangan khawatir! Jodoh Adhim sudah diatu
im .
yang berseru geram. Sebal
Mi?" b
Azizah yang menghembuska
. Bagaimana? Cantik kan?! Neng Hafsah ini masih seumuran Zulfa adikmu. Tapi soal kualitas, jangan ditanya. Sama seperti adikmu Neng Hafsah juga selal
rus mend
us! Jika kamu menikah dengannya, insyaallah putra-putri kalian akan jadi putra-putri
ntar dari telinga kemudian kembali menempelkannya. "Adhim
Ini bukan pertama kalinya Umi membicarakan ini dengan kamu, Le. Gus Aji yang dulu pernah melamar adikmu meski ternyata
ak mungkin melihat. "Umi ... bukan seperti itu," lirih
yang cocok? Neng Hafsah adalah pilihan terbaik untuk kamu saat ini. Jika kamu melepas kesempatan menikah dengannya melalui perjodohan i
yang masih penuh sesak di
. "Meski Neng Hafsah begitu didamba oleh keluarga besar dari pesantren-pesantren lai
ngernyit
h dan Umi. Kamu mungkin tidak mengenalnya. Tapi Neng Hafsah mengena
im pudar namun laki-l
odohkan dengannya? Jangan to
erat terang-terangan. "Umi ...," lirihnya.
sah baik-baik sekali lagi. Selain cantik, dari fotonya saja Umi bisa menyimpulkan kalau dia perempuan yang halus dan p
pangkal hidu
him. "Karepmu piye (Mau kamu bagaimana)? Sekarang coba jelaskan pada Umi, apa alasan k
ertanyaan terakhir uminya, namun kemudian, laki-laki itu
ngan Adhim, kasihan. Dia harus mau diboyong ke
nghela napas berat sembari menggeleng-g
utri-putri kiai yang pesantrennya ada di daerah Jawa Timur kamu ndak mau. Sekar
h tersenyum menden
emarin kenapa kamu tolak semua calon yang Umi tunjukkan ke kamu, Le
n terseny
u bilang ndak ada yang cocok sama mereka. Terus, yang kamu mau siapa? Katakan! Biar Abah dan Umi lamarkan untuk kam
dhim janji, jika Adhim sudah menemukan seseorang yang menurut Adhim cocok untuk Adhim
Umi iyakan lagi. Tapi jangan lama-lama, Le! Umi mau tahun ini juga kamu menikah. Eleng (In
Insyaallah, Adhim akan segera menikah jika sudah bertemu jodoh Adhi
gini baru sarapan? Ya Allah, Le .... Ini, ini kenapa kamu harus
di atas meja. "Nggeh, Umiku yang cantik," balasnya. "Ya sudah ya, Mi," katanya ingi
nan cepat saji. Jadi daripada berbohong, Adhim lebih memili
angan ditutup dulu! Ada yang ma
onselnya sebentar untuk mengamati sekon panggilan yang masih ber
Apa lagi ini? Jika bukan soal makanan, jangan-jangan Umi
l adikmu
empat duduknya. "Ada apa dengan Zu
zizah langsung menggelengkan
eaksi 'seheboh' itu ji
ulfa?" tanya Adhim lag
h. "Umi cuma mau bilang, adik dan adik ip
lega. "Sak estu (Sungguh)
yampaikan kabar baik ke Abah dan Umi besok.
" Dahi Adhim
duga sepertinya a
a tidak, Mi. Adhim malah khawatir terjadi apa-apa dengan rumah tangga m
Kediri, Mi," katanya kemudian. "H
kuliah kam
u bisa Adhim
percaya sama kamu. Naik pesawat kan, Le? Soal kepulangan kamu, nant
Lagipula Adhim mau pulang naik motor
ini! Beneran ndak
Adhim naik
ndak bisa apa-apa kalau kamu sudah seperti ini. Sama seperti
sudah ya, Mi. Adhim belum sarapan lho," katanya benar-benar ingin mengakhiri p
lega. "Tapi pikirkan lagi ya Le soal Neng Hafsah," tambah Nyai
tubuh dengan penuh kepasrahan ke pangkuan sofa. Bersiap mendengarkan wejangan
ika kamu lewatkan, Le. Dia perempuan terbaik yang bisa kamu
hany
auh usianya dengan anak kamu nanti. Jika kamu sudah menikah, meski Zulfa memiliki anak terlebih dulu se
a dan menatap burger king yang sudah lama dianggurka
a kamu sudah punya tambatan sendiri, ya ndak apa. Bagus malahan. Tunjukkan ke Umi! Tapi jika tidak, pertimbangkan baik-baik Neng Hafsah! Lihat s
aikumu
eponnya
alu membuka roomchat-n
tanggal lahir, warna kesukaan, makanan, hobi, dan hal lain sejenisnya. Ia sudah melihatnya
m unduh. Dan kini saat Adhim kembali melihatnya, laki-laki itu langsung
a hanya alasan---Ya, belum menemukan seseorang yang cocok memang benar. Tapi alasan Adhim yang sebenarnya adalah kare
tujuan hidupnya. Selama Zulfa bahagia, maka Adhim juga akan bahagia. Laki-laki itu san
embari menegakkan duduk dan me
lantas mulai melahapnya lagi. Perlahan memak