Tawanan Hati Sang Penguasa
an ini di ranjang. Ia berusaha untuk membuka lemari besar yang ada di sudut kamar, siapa tahu ada ya
ekali. Dihempaskann
jak jam satu siang, belum ada sebutir nasi bahkan satu teguk minum pun membasahi tenggorokan. Perutnya sudah kero
nan ini diracun? Dib
ndisi bermasalah. Tuhan! Bagaimana ini? Ia butuh makan, tapi kekhawatirannya besar sekali.
udah mengambil jarak cukup jauh, tapi dasar kakinya pengkhianat besar. Selalu
hanya sampai di sini." Lavi duduk dengan segera di depan meja, tempat satu porsi
ingin menggigiti piring yang berlumuran bumbu saking perutnya belum terlalu penuh. Ia bersandar pelan pada punggu
oga Tuhan selalu memberi kasih say
i bersih, lantas kembali duduk di sofa tanpa tahu apa yang akan ia lakukan. Matanya mengedar pelan memperhatikan interior ka
a tak ia sangka kalau kamar ini milik ... Pras. Mengingat pri
sa sakit saat tak sengaja ia senggol masih bisa dirasakan. Mendadak juga kepalanya mem
kin aku luluh, ya. Enggak bakalan! Kecuali aku dibebaskan! Enak saja
bali ber
itu saja, kan?" Lavi menggeram kesal jadinya. "Bagaimana
iba-tiba masuk ke dalam kamarnya. Malah lebih bagus. Lavi tak hanya memarahi semua benda yang ada di kamar Pras, melainkan te
... Pras
pria itu kembali, makian
a emosi yang sejak tadi tertahan di hatinya. Sebelum ia benar-benar terpejam, pintanya han
hal itu t
antaran cahaya itu bagi Lavi adalah gangguan. Lagi pula, tubuhnya pun masih terlalu lelah untuk te
n, Jal
mbakan cukup kuat sampai ia merasa rambutnya lepas dari akar. Jeritan Lavi tak digubr
da
a marah. Cemburu. Tak terima. Dan merasa kalau Lavi ini saingan terberatnya. Sejak pertama kali bertemu kemar
paksa untuk terus terbuka. Berharap sang pria yang ia tungg
Setelah mengetahui dari salah satu penjaga bahwa Pras
mewah ini. Itu pun di saat Pras dalam keadaan mabuk yang lumayan parah. Setelahnya, Pras yang ber
ang, apa ya
gi penampilannya yang membuat Tari makin dibakar cemburu; pakaian tidur yang hanya menutupi sebagian paha Lav
Lavi jatuh tersungkur hingga dahinya terkena ujung meja. Pening langsung menghantamnya. Rasa sakit yan
tadi terkena ujung meja. Ia merasa ada yang merembes di sekitar pelipisnya. Dan benar saja
. Meski ada pening yang masih
sedekap dengan sorot mata tajam ser
bergeming. Ia justru menunggu agar wanita siala