Tawanan Hati Sang Penguasa
inggi. Bibirnya yang menghitam ia basahi dengan cairan pekat yang tersedia di sampingnya.
h, kan
engs
okok yang masih tersisa itu dilempar begitu saja. Ruangan ini pengap juga pencahayaanny
ah tersulut dan bangkit
u, cepat atau lambat, gadis yang bersimpuh
mili
am kuat wajah yang ternyata halus sekali menyapa permukaan tangannya. Bola mata gadis i
sek
penuh dengan amarah dan benci. Sama seperti sekarang. Tapi kali ini, amarah itu berkob
an, ia tak peduli apa
ras dengan seringai tipis. Matanya tak beralih k
s. Meski agak kesulitan, ia berha
yang tak pernah terbayang meluncur dari bibirnya, sudah ia lafazkan dengan penuh yakin. Tak peduli juga
ak p
enir ini, asanya sudah ia matikan. Dirinya hanya seonggok daging yang diharg
akin
ai ini, ia bersumpah tak akan memberi maaf semua orang yang membuatnya seperti ini. Akan ia tuntut
ndapatkan balas yang s
icara tepat di atas bibir sang gadis yang masih ia cengkeram wajahnya ini. "Sepe
vi. Lavina Diandr
an keluar dari mulut sang gadis yang ia hidu aromanya meski sekilas ta
a ia palingkan dari pria yang masi
r gadis itu dengan cukup kuat. Membuat mata gadis itu terbeliak kaget. Lagi-lagi ia harus b
arena Lavi tak memberi res
t. Ia longgarkan sedikit saja tekanan yang diberikan pada bagian leher jenjang nan m
Melayani Abang dengan senyum terbaik." Lalu Pras semakin mendekat dan berbisik penuh penekanan. Tapi sebelumnya, ia sengaja meniup penuh hia lakukan, bayang masa depannya sudah tamat. Tak ada lagi sesi kuliah bersama para dosen kesukaannya. Bercengkerama
ya tela
Pras menekan batang tenggorokan sang gadis dan kali ini jauh lebih
yang malah membuat Pras semak
a petir. Sangat menakutkan dan membuar
asih belum melepaskan cengkeramannya. Masi
penuh perintah. Tak boleh dibantah dan sekali dilanggar, Lavi tahu,
itu Pras lepaskan. Lavi pergunakan dengan sangat untuk menghirup udara sebebas mungkin. Meski pasokan oksigen di
n konyol dari Pras seolah hal itu biasa terjadi. Pria itu berjalan menuju mejanya, membuka laci
l naga
Salah satunya hanya ia gunakan untuk memberi tanda pada orang-orang khusus di sisinya. Satunya lagi, un
an gadis ini? Seringai licik itu kembali hadir. Di
dingin pada bagian punggung stempel, mulai menghangat yang artinya alat itu bek
ajunya,
melotot
terkekeh seolah menertawakan kebodoha
ntuk mundur dan menyingkirkan tangan Pras yang
i tidak. Ia ingin bermain sejenak dengan gadis incarannya i
dalam tiap tarikannya. Wajah Lavi memelas, berteriak minta ampun, tapi Pras tak peduli. Di depannya kini, ters
dengan memelas. "Ampuni saya,
yangi dada sang gadis saja, tak bisa dilakukan. Kulit selembut sutera ini begitu menggoda. Aroma parfum yang dikenakan Lavi benar-benar membu
i t
but, penuh perasaan, penuh godaan, serta ... satu isapan kuat ia beri di sisi kanan. Ya
sana, Pras mengusap bibirnya yang basah karena perbua
persiapkan, menyapa permukaan da
aki
da itu menimbulkan jejak kemerahan y
tang, wanit
*
yang Canis bawa. Semoga suka ya