Tawanan Hati Sang Penguasa
rgi. Nyeri sekali setelahnya. Kalau terus dibiarkan, Lavi bisa terkena inf
Flown membuat suasana hatinya memburuk. Terlebih melihat Lavi menantangnya seperti ta
ekitar pintu itu langsung menutup kembali dan berjaga di sana. Begitu Lavi menyadari ruangan ini jauh berbeda dari s
engan amarah yang besar, ia dorong Lavi sampai setengah terpelanting di tengah ranjang. Hebatnya gadis itu tak menatap Pras dengan sorot takut. Malah mata
avi be
tertantang untuk bi
g. Sempat sepersekian detik tadi ia merasa pusing karena sentakan di
pis. Tangannya juga mulai melucuti pakaiannya sen
r Lavi dengan
, Neng." Pras
i depannya, Pras baru berhenti. Tak bisa bergerak lagi selain karena punggung gadis itu sudah tepat mengenai kepala rtuk mencengkeram kuat bagian atas kemejanya yang terbuka. Satu tangannya berusaha untuk menahan
pat berada di ceruk leher Lavi yang putih. Tanpa sadar, Pras menggeram tertahan. Aroma manis yang menguar dari tubuh Lavi semakin me
kan kungkungannya. Bukan karena sakit yang mendadak pipinya rasakan, tapi ia tak menyangka kalau Lavi masi
itu. Berlari menuju pintu dan berusaha untuk membukanya. Meski tahu itu sebuah kesia-siaan, Lav
eriak Lavi ke seki
teronggok begitu saja di lantai. Ia tak berniat untuk kembali mengenak
as lo, Neng. Enggak
n berdecih sini
embari memasukkan kedua tangan di saku. Berjalan pelan pada Lavi yang menatapny
sis Lavi dengan
kamar ini langsung menuju jalan keluar. Lo bebas pakai. Gue mau mandi." Pria itu semakin m
" katan
aja. Kepalanya penuh dengan pertanyaan apa benar Pras membebaskannya begitu saja? Tapi ini kesempatannya, kan? Ia tak aka
un
dari balkon, lo ti
nya begitu kencang. Lavi tak bodoh untuk tahu kalau ia berada di tempat yang c
a! Tak bisakah ia
al nama, atau mau ma
engs
kini melotot menatapnya. Pria itu harus memberi sedikit pelajara
. Apa Pras tak peduli? Semakin ia mendesak Lavi, sem
u ia merasakan punggungn