Pasutri Jadi-Jadian
ke ibukota negara, menginap melewati batas kecamatan saja dikejar Pak Priyo pakai pentungan kok. Meskipun otaknya gesre
ngerti sedang disayang. Makin dilara
kan pengen ngerasain makan pizza, makan steak, makan donat yang macem-macem toppingnya kayak yang sering nongol di TV. Pengen mejeng di mall, bukannya nongkrong di s
pengecapnya masih berfungsi optimal. Bayangin kalau sudah uzur macam Mbah Surip terus disodori pizza sama steik? Pasti bagi orang
masih saja singkong, mentang-mentang tinggal mencabut di kebun. Mumpung Nuning masih muda harus banyak mencicipi yang ena
menghadapi tantangan kerja. Dia tak takut dengan ibukota yang katanya lebih kejam daripada ibu tiri. Dengan ibu se
besar itu dengan kaki kecilnya yang telanjang. Bersama ibu yang tiga har
bapakmu, apa masmu.
a kamu. Bukan bapakku, apalagi Mas Bambang yang cita-citanya aja ke
jadi utuh, mungkin ikan-ikan pada ngacir karena budeg mendengar suara
Jakarta terus. Lulus dap
. Mau cari kerja yang halal. Ngumpulin duit yang banyak buat nyenengin Emak s
sambil memegangi perutnya yang sakit karena terlalu banyak tertawa. Habis makan apa si Nuning? Kok tiba-ti
uren. "Siapa yang mau ngawasin kelakuanmu di sana? Di kampung aja udah bikin jantung Emak mpot-mpotan kok. Nggak usah aneh-aneh, di
a kan ingin makan enak. Dan makanan enak yang penampakannya aneh-aneh macam di TV itu adanya di kota macam Jakarta. Di sana apa saja juga ada. Asal punya duitnya. Makan
amu lihat di tivi, Nduk," emaknya menasiha
pernah hidup d
ni emakmu pernah jadi pembantu di J
i artis!" cebik Nuning yang seketika mengaduh sakit saat Bu P
s bawang. Bikin Bu Parmi menengok ke jendela. Takut tiba-tiba huja
again kamu, yang bisa kasih kamu makan. Kalau sudah kawi
ti mencari tukang gembala yang tugasnya menjaga dan memberi makan kambing s
idupnya pada enak kan sekarang. Bisa beliin bapaknya motor yang bagus. Bisa beliin
-diam mengempiskan perutnya dengan cara menarik napas dalam-dalam terus melipir ke kamar. Dia mengambil stagen, melilitka
*
ustru dipenuhi dengan Jakarta. Nuning tak mau terjebak seumur hidupnya di kampung yang sering mati lampu, minim hiburan, miskin uang jajan. Tak banyak pula pilihan kerjaan. Ditambah sahabat karibnya balik ke Jakarta begi
ah,
ur membasahi baju seragamnya. Ajakan Nuning bagai geledek di siang bolong, menyambar k
ggembung penuh. Masa bodoh lirikan abang bakso yang tiba-tiba kepo, siap-siap menangkap gosip besar, yang bisa
leh ninggalin kampung kalau belum kawin. Padahal aku kan pengen kerja di
rinding melihat cengiran Nuning macam itu. Horor. Lebih
an. "Makanya, nikahin aku," rengeknya sam
ari melengos. Menikahi
juga. Dicubitnya pinggang Jaka yang langsung melolong minta ampun. "Pokoknya kamu kudu
awin sama kamu, bisa ditindas seumur hidupku," keluhnya menahan s
u bisa nyari makan sendiri, nggak minta kamu. Yang penting... habis nikah, ka
Enak tho punya istri yang nggak minta dinafkahi?' Tak superti istrinya di rumah yang selalu mengeluh uang belanja kurang, tapi saban ke pasar beli daster. Beli lingerie kek!
Jaka m
s. Melirik abang bakso yang makin kepo. Lalu melirik lagi pada Jaka yang asyik mengunyah pentol bakso. "Ma
itu. Hilang sudah selera makannya gegara t
sejumlah harga yang disebut si abang. Mengabaikan Nuning yang merengek di belakangnya minta ditunggu, tapi sempat-sempatnya menyi
, yuuuuk!" pangg
kan di tepian jalan. Tapi Jaka gesit menghindar dan Nuning jadi semakin kesetanan mengejar. Dua remaja absurd itu p
*