Pasutri Jadi-Jadian
ning binti Supriyo dengan mas kawin T
kad nikahnya dengan sekali tarikan napas. Kedua saksi pun menyatakan kalau pernikahan itu sah! Sah secara hukum da
persiapan. Begitu lulus sekolah, Jaka datang ke rumah dengan pamannya. Bikin Pak Priyo dan Bu Parmi melongo anaknya dilamar secara tiba-tiba. Meski senang akhirnya Nuning 'sold
kok mukena sama sajadah, itu kan aku udah punya. Kayak bakal sering dipake aja." Lalu
ebagai suami kalau mau boyong kamu ke Jakar
awin segala? Hayooo? Udah ah, Emak nggak usah bawel, yang mau k
n bantal karena tak ada yang sudi mengalah. Sebelum atap rumah rubuh karena keduanya terus
maunya Nuning begitu
t Damri dijadiin mas kawin siiih. Mau ditaruh
n lagi, Mak. Dah pada paham, kalau ngg
an malu
enikah bukan karena h
sakral, Pak. Kudunya mas kawinn
ayar tunai kan, M
ipentungi centong oleh Bu P
ternyata masih keok juga dari ema
*
seperti Nuning. Dia masih sedikit waras. "Ning, bukannya aku nggak mau beliin tiketnya, percaya deh. Ngg
ada jantungnya emak-emak sekampung. Justru jantung emakku bisa copot kalau kita nggak jadi kawin. Makanya kamu nggak usah mikirin soal m
gtuanya tak punya alasan menahannya berlama-lama tinggal di kampung. Perasaannya ingin lekas ke Jakarta s
aruk-garuk pantat. Andai saja membenahi otak miringn
*
ya. Hatinya sudah telanjur kecantol Erna. Tapi cintanya pada Erna tak bis
a yang mabok janda. Saat ibunya pontang-panting di Jakarta tanpa pekerjaan, pamannya menjemput dan membawa Jaka ke kampung agar bis
enyelamatkan hidup seseorang, apalagi itu pamannya yang sudah dianggap sebagai ayah k
ana? Senyaman-nyamannya tempat istirahat kan rumah sendiri," kata Jaka sambi
n utangnya jatuh tempo, nggak ada dana buat bayar. Terpaksa harus jual rumah satu-satunya. Tapi rumah belum laku ..., eh, malah pamanmu di
kurus karena stres. Tapi bukannya selow, bibinya malah termehek-mehek tak peduli jadi tontonan pasien sebangsal. Air mata bibinya
makin linglung merenungi nasib. Penj
ekacau itu di hari tuanya. Apalagi mereka tak punya anak yang
n itu datang
ari almarhum bapak. Pakai i
anya Paman merawatmu karena ada maunya.
Nggak usah peduliin omongan orang. Aku ikhlas kok. Toh aku masih muda, masih kuat kerja cari duit.
asa depanmu untuk masalah ini. Kamu bisa pakai warisanmu buat yang lai
putusasaan di mata tuanya.
erus nanti bibi gimana?'
n hari kian kuyu karena masalah finansial yang mencekik hari tuanya. Nia
tang, paman bisa menggantinya nanti kapan-
, tapi setidaknya dia perlu mencoba. Bagaimanapun ia harus lekas mencairkannya. Tapi, tiba-tiba saja ia teringat hukum dan syarat yan
lte tempatnya menunggu bis yang akan membawanya menuju rumah keluarga ayahnya di Bekasi. Langit yang mulai diselubungi mendung. Gelap. Segelap pi
banget kepingin ke Jakarta tho, Ning?" gumamnya sambil
cul seketika. M
*
elah, nggak masalah! Toh kita sama-sama diuntungkan dengan pernikahan ini. Aku dapat tiket ke Jakarta dan ka
sebesar ini dengan santainya. Tapi itulah Nuning. Alie
a tanya dia dulu, mau nggak nikah sama ka
uarganya bergelar Sarjana. Erna juga bukan gadis lugu yang mau saja diajak kawin muda seperti umumnya anak gadis di kampung ini. Apalagi dengan pemuda kampung dengan masa depan
an bahunya. Lalu menoleh, mengamati Nuning yang mendadak diam. Menebak ekspr
." Lalu tertawa sambil menepuk-nepuk pundak Jaka. "Nggak ad
sejak dulu sih, Ning? Kan aku jadi bisa puas-pua
uning menc
-aampun .
aja!" omel Nuning sambil menend
. Lalu menceburkan diri ke kali bersama-sama sambil tergelak riang. Menikmati kebersamaan mereka
*