Jadi Istri Duda
membuatnya menyerah? "Akh, kenapa harus nikah, sih?!" gerutunya dalam sepi. Dia pun meninggalkan sofa dan meja pelengkap itu untuk menuju temp
ipih tersebut. Nama yang tertera di layar membuatnya mendeng
orrect me if I'm wrong." Suara itu membuat Juwita mendecak dan memutar bola mata. "Kan, gue bener. Hahaha. Mekanya, Kak. Cepet
Hellen. Gue engg
i orang." Nada riang gadis itu memenuhi telinga Juwita
a Mama bawa-bawa umur Papa lagi." Dia mengh
agaimana. Ya emang Kakak harus n
h ke
terus-terusan gitu?" Dia menggosok telapak tangannya di atas paha. Khaw
gimana gitu, loh. Secara, gue enggak punya kenalan dan gue u
rtinya Kakak masih terjaga." Hellen
gi yang diinginkan Mama itu bukan sekedar pernikahan g
banyak yang udah kepingin deketi Kakak tapi Kaka
an seniornya di bangku SMA yang sangat keren itu. Lalu, dia juga harus merasakan patah hati karena seniornya sudah memiliki kekasih. Itu cinta dan patah hati pertama y
rnah menyatakan cinta kepada Juwita. Salah seorang pebisnis yang cukup
tri pak tua kayak gitu? Ih, jangan, Kak. Dari lagatnya aja udah kel
kali." Dia merebahkan dirinya di kasur lagi. "Lo tah
Jatuh cinta benera
. Terus gue enggak bisa m
k. Kakak juga cantik, kaya,
-langit dengan tatapan k
t hatinya sakit. Sebab, hal utama yang membuatnya men
al udah siuman. Anaknya juga langsung ke sini habis
gitu, ya, buat lo sama anaknya Pak Jamal. Pasti dia juga belum makan." Juwita menepuk pipinya sendiri. Tel
a habis kayal-kayal tadi. Dia pun segera mengambil kunci mob
*
tuk keluar. Rasa capek yang ada di pikiran dan badan yang dia rasakan seharian seperti langsung hilang ketika Hellen mengabarinya tentang keadaan pria yang men
iri di depan ruang rawat pria itu. Dia menyerahkan tas kertas yan
nya beneran butuh tindak lanjut, deh." Lal
dengan wajah yang tampak sangat khawatir, anak Pak Jamal. Dia pun mengangguk paham ke Hellen dan mengam
uk di sebelah pemuda itu. Tidak lupa, dia m
tar. Kedua alisnya terangkat, memper
ngulurkan tangan kepada pemuda itu. "Ta
anita di hadapannya dengan tatapan penuh selidik dari ujung kepa
tar. Tante ini kemarin keburu pulang, ada yang cari soalnya." Hellen yang
Juwita. Masih dengan muka datar, tanpa ekspresi
n Jevano dan menyerahkan kotak makan malam di tangan anak
te? Udah m
dapannya masih bertanya tentang keadaan orang lain. Akhirnya dia mengulaskan sebuah senyuman hangat dan mengangguk. "Belum.
enyum ramah dari wanita tersebut. Namun, dia tidak membalas
tu Tante yang traktir. Tenan
uat bayar dengan
m. Mereka saling tatap untuk mendapatkan, setidaknya, jawab
anya Juwita in
Jevano sangat te
nghadapi pertanyaan dari anak remaja. Dia pun segera menghentikan tawa yan
gung jawab Tante aja ke kamu." Juwita
asa bertanggung j
ekarang, kan, ayah kamu sedang dirawat. Jadi, sudah selayaknya kalau Tante, s
ih dengan deheman dan anggukan ding
ar, dia mengamati setiap pergerakan pemuda itu. Dia bisa menyimpulkan bahwa Jevano adalah tipe anak yang p
i enggak bisa makan." Ucapan Jevano menyadarka
mana saja asalkan tidak ke Jevano lagi. Dia segan
as kertas yang ada di tangannya. Senyumann
t tawaran Hellen. Ya, dia perlu menyelamatkan di
tnya itu. "Lo utang budi ke gue, Kak," bisiknya yang
*
beberapa saat. Dari baliknya, Ari kelu
laki itu. Disusul oleh Jevano dan Hellen s
a penuh dengan nada kekhawatiran. Bahkan Jevano
kir sejenak sebelum mengatakan diagnosisnya. "Sepertinya Pak Jamal harus mendapatkan perawatan lebih
nya tetap datar seperti tadi. Dia tidak mengatakan apa-apa. Mungkin sedan
dak lebih lanjut, boleh?" Juwita bertanya dengan sangat ramah da
pi, nanti biayanya?" Tatapannya terlihat ragu. Binarn
erima kasih Tante kepada ayah kamu. Jadi, Tante tanya sekali lagi, boleh, ya, ayah kamu dit
menga
enuh keyakinan. Dia mengangguk sebagai isyara
t karena ini sudah larut. Mungkin besok Pak Jamal bisa mulai diper
menangani Jamal orang yang dia kenal. J
dikit menundukkan kepalanya, l
mu suka olah raga, ya. Pundak kamu enggak main-main, loh, ini." Dia
m segan. Dia tidak membala
ini Jevano terlihat lebih tampan. Matanya hilang dan membentuk lengkungan, seakan juga ikut tersenyum. Ah, apakah ini ya
dekat ke ayahnya dengan langkah
asih pucat dan badannya masih lemas. Dia m
, Ayah. Tante ini yang be
rus anak saya. Terima kasih juga karena sudah membawa saya ke rumah sak
ah ungkapan terima kasih saya. Bahkan, semua ini pun menurut saya belum
n karena dia ingin memanfaatkan fasilitas mewah rumah sakit saat keadaannya seperti ini, namun tidak enak jika harus menolak
h ditindak atau enggak. Tante ini nawarin mau bantu, jadi maafin Jevano karena bilang iya.
hnya itu. Dia berharap Jamal tidak menentang keputusan yang telah
Dia pun mendapat anggukan dari wanita tersebut. Lantas, dia pun tersenyum d
t lega seka
degan hangat antara anggota keluarga sungguhan. Tatapannya tidak lepas dari Jevano, anak itu ternyata juga memperhat
maju, mendekati Juwita setelah memberikan isyarat salam kepada Jamal. Dia menyengg