Jadi Istri Duda
ereka, Jamal. Berbuat bijaklah dan jangan sampai membuat salah satu dari mereka merasa terabaikan atau tersisihkan. Seju
kerjanya dan menuju kamar. Dia teringat bahwa istrinya akan pergi karena ada telepon dari seorang klien tadi dan sekarang sedang bersiap di kamar. Dia akan ikut pergi
lam r
a bisa kamu membiarkan Bunda kecebur kolam kayak gitu, Jevano?" Pria itu berkata tegas. Di
a untuk hal ini. Semuanya juga, kamu harus tanggap. Bahkan kalau bisa, kamu malah tidak boleh membiarkan sesuatu buruk terjadi." Jamal mengusap wajahnya ya
o juga yang nolongin aku. Dia sampai basah kuyup." Ju
engan handuk untuk membantu
menepuk tempat duduk kosong di sebelahnya, di pinggir kolam. Ada beberapa kursi
duduk di sebelah sang bunda. "Maaf," bisiknya saat tangan
h leluasa untuk mengeringkan rambut anaknya. Namun, kakin
rinya. Ada luka di bagian pergelangan kaki. Dia berjongkok di dep
ak baik-baik saja. Dia tetap diam d
ak bisa jaga keseimbangan. Makasih, ya, udah nolongin Bunda." Dia meneruskan untuk mengeringkan ram
war Jamal sambil mendong
cepet sembuh soalnya dalam waktu dekat
siap-siap, ya.
aja sakit, apalagi kalau dipakai untuk berjalan.
istrinya. Tangan Juwita menahan bahu Jamal sejenak untuk menghe
ur emosinya. "Kamu mau ikut, Jev? Ganti baju dulu. Ayah akan meminta tolong ke salah
Kepalanya dielus lembut oleh J
Maka dari itu kita perlu antisipasi dan mengasah insting. Paham, Nak?" Suara Jamal terdengar
ah. Teri
kamar. Kamu bisa sendiri
menga
ndongan. Mereka memasuki rumah besa
ntulan indah nan cerah berkilauan. Seharusnya pemandangan seperti ini tidak boleh disia-siakan. Apalagi tanah lapang hijau dan pepohon
snya." Bi Tika datang den
ngambil tasnya dari tangan B
udah kerja di sini sejak bundanya Den Bagus
ham. "Panggil saya J
Jevano ini anaknya Nona Juwita, k
yang ramah. Dia suka. Sama seperti bundanya. Mun
ya, Bi. Mau ikut menganta
Bagus. Dia enggak akan benci Den Bagus cuma masalah gi
genal untuk pertama kali, dia bisa tahu kalau bundanya adalah orang yang san
. Akan tetapi, baru beberapa hitungan dia berhenti. Dia berbalik
rah kamar mandi yang biasa digunakan
um, menghilangkan matanya untuk ik
dak meleyot, apalagi menguap. Senyuman pemuda bernama Jevano yang jadi tuan muda barunya itu tidak main-main. Bisa-bis
*
ir biasa dan pasti akan sembuh dalam waktu dekat. Hal itu membuatnya lega. Setidaknya dia tidak perlu rep
a jalan. Dibawa ke rumah sakit loh sampaian." Suara ja
muda darinya yang mengenakan seragam dokternya sedang berdiri di s
Akan sangat memalukan jika ada yang mendengarkan selain mereka. Untungnya tidak ada yang peduli, semua orang s
Akan tetapi tak halang juga dia menepuk tempat duduk di sebelahnya agar ditempat
en ini mulutnya harus dikucir. Kalau ngomong tidak di
sih? Gue te
apa yang dikatakan Juwita. "Enggak usah malu gitu, K
r cantik itu meringis. "Gue enggak bohong, anjir. Gue habis
cubitan Juwita. "Tapi, hahaha. Lo ben
mutar bol
ceritany
dengan Jevano tadi. Hellen malah tertawa terbahak. Ada-ada
.. Lo, sih, jug
ke dia. Ngajak dia bicara, ngenalin dia sama kehidupan gue selama ini. Gue enggak mau dia terus
anya saat Juwita mulai bercerita
anggil gue Bunda, deh. Pasti sulit, kan, ya, buat anak muda kayak dia untu
asalah waktu doang. Coba deketi dia terus aja. Siapa tahu la
juga." Dia pun mengangguk dengan penuh tekad. "Gue
Hellen mengedipka
punya anak kayak Jevano. Dia kay
mm
gur Jevano karena kejadian ini, dia enggak langsung menghakimi. Kayak ... apa, ya, Len? Yang dikritik sama Mas Jamal tuh bukan cuma kesalahan Jevano
cara dia didik Jevano? Hmm, oke, sih. Kurang lebih d
da satu kata yang membuatnya tertegun.
an dua tangan. "Yang nikah lo tapi kenapa gue yang udah mikir jauh ke depan, Ya Tuhan." Dia sendiri juga tidak tahu kenapa
. Jangan terlalu dipikirin kalau belum s
a bisa ters
bisa nyaman?" Hellen langsung sedikit meninggikan nada sua
a mengedikkan kedua bahunya. "Entahlah, yang penting gue harus sembuhin dulu, nih, kaki biar bisa ajak dia jalan-jal
ernikahan ini hanya untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masing-masing, akan tetapi yang dia lihat malah ketulusan wanita itu, bukan hanya profesionalitas belaka. Hati Ju
lo, Kak. Apa pun yang bakalan terjadi ke lo," bis
amun, tak urung juga dia memeluk Hellen balik. "Lo kenapa, dah? Ja
Hati Juwit
lo nanti bisa aja ditolak sama Jevano, tapi paling enggak lo udah
len namun wanita itu menghindar dengan sangat gesit. Juwita dengan keadaan kakiny
ggak lo?!" Kesal
kang punggung Juwita. Dia tidak sedang berbohong. Memang
mal memulai percakapan, meny
awangnya Kak Ju udah datang, jadi aku
il itu dengan tajam. "
Kakak s
ma, Hellen sudah berlalu dari mereka. Jamal pun mengajak keluarganya
ner bahagia, Kak, dengan keluarga kecil lo. Semoga lo engga
g tahu tentang