Jadi Istri Duda
. Mereka sama-sama berdoa atas keselamatan orang yang baru saja dibawa masuk ke sana. Ya, tepat seperti apa yang sedang kalian pikirkan, pria pe
dia masih menggunakan jas lelaki tersebut. Sungguh dia merasa menjadi orang yang tidak tahu terima kasih sekali sekarang. Belum lagi kata pria itu tadi dia harus pulang untuk menemui anaknya yang mungkin su
ruangan tersebut. Rupanya
Juwita. Mas, Hellen memanggil dokter Ari demikian karena mereka
sesuatu, sih, Len." Ari tampak berpikir sejenak. "Dia juga
kasih info." Hellen me
lah. Enggak
Juwita ini, l
an bawah. Perlu tindakan lanjutan, sih, biar tahu pasti. Omong-
ok. Lakukan yang terbaik buat kesembuhan orang itu." Juwita langsung menjawab tanp
santai. Sepertinya dia tidak peduli dengan pakaian lusuh pri
hat, kan, wajahnya babak belur gitu." Hellen j
g aja, Kak. Suster sedan
Hellen kalau begini. Dia ingin me
ada keluarga lelaki itu. Bagaimana dia harus menjelaskan kepada anak pria itu. Bagaimana dia har
bisa disebut dengan 'percekcokan' antara Ari dan Hellen. Dia ingi
gak apa-apa." Ari merentangkan
dan segera memasu
edia di tepi ranjang. Netranya menatap lekat wajah pria asing yang penuh lebam itu. Namanya Jamal. Dia mengetahuinya saat di kantor polisi tadi dan kembali m
arah nakas seberang dan mendapati ada benda pipih canggih yang tergeletak di sana. D
ang. Terpikirkan tentang bagaimana keadaan anak pria tersebut yang menunggu ayahnya pulan
aya berbicara dengan Ayah saya?" t
Perkenalkan nama saya Juwita. Ayah kamu sedang dirawat di rumah sakit sekarang. Kalau ka
Suaranya terdengar
etailnya. Tolong kabari ibu kamu jug
saya tidak
ayahnya pulang sampai selarut ini. Pikirannya ke mana-mana. Bagaimana keadaan anak
ir matanya menetes. Rasa bersa
h sakit sekarang." Dia sengaja menawari begitu. Dia yakin bahwa anak ini bukan anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. Dari suaranya saja suda
awabnya
kan letak ruang rawat Jam
sakit
u hati-hati, ya, kemari." Dia meremas ujung bajunya dengan tangan
tahu jala
sini mau
snya sendiri. Anda
nyata pria yang menyelamatkannya ini menanggung kewajiban tunggal atas keluarganya. Dia jadi membayangkan bagaimana perasaan anak pria ini y
apa yang terjadi dengan pria ini. Bagaimana tidak, karena menolongnya
lirih sambil menunduk dalam tangisan yan
*
an pekerjaannya. Akan tetapi dia harus ditahan oleh video call dari mamanya. Berkali-kali Juwita harus memilin keningnya d
Mama bilang, umur kamu udah enggak muda lagi, Juwita. Kamu enggak bisa juga hidup kayak gini
pengin aku jadi designer brand terkenal? Enggak gampang, loh, Ma, dapetin semua itu." Juwita tidak hanya diam. Topik ini su
sangat dia cintai mulai bercek-cok lagi. Bukan sekali atau dua kali ini terjadi. Bahkan dia sudah hafal dengan akhir percakapan mereka berdua. Dia pun me
a bukannya sedang melampiaskan amarah. Hanya saja anaknya in
rus ngerti aku. Aku banyak kerjaan, Mama. Kala
a Mama dan temui calon kamu?" Nyonya Anggari sun
g terakhir kali itu kelihatan banget kalau posesif.
a. Pundaknya dipukul dengan
ketawa,
agi, Juwita. Mungkin
. Papanya memang tidak mengecewakan. "Ya, kan, Pa? Gak suka aku, tuh, sama pilihan Mama. Mama lihatnya cuma da
ng hanya lewat layar. "Makanya kamu temui pilih
kencan buta terus sama orang
memang berkepribadian santai. Ya, seperti yang kalian lihat, bahkan di situ
uk. "Ya ampun, kita ini hidup di jaman modern, loh. M
jaan berat di kantor, Juwita. Kamu gak kasihan sama Pa
muanya. Selesai, 'kan?" Wanita dua puluh tujuh tahun itu me
an wanita paruh baya itu yang memilin kening. Dia terl
Tuan Anggari mengedipkan satu matanya ke arah sang anak d
suruh kencan buta, kamu bawa cowok ke hadapan Ma
akan berakhir. Dia diam sejenak. "Mama, aku harus bilang berapa kali, sih? Aku enggak ma
Ingat umur, Juwita. Papa juga harus punya penerus bukan hanya seorang pengganti. Perusahaan ini dipercayakan ke keluarga kita. Kamu enggak ingat gimana Papa
para saingan bisnis yang bahkan beberapanya adalah kerabat sendiri. Ya, dengan cara yang kotor tentu saja. Jangan i
ngin punya cucu dari kamu. Umur Papa sama Mama juga enggak ada yang tahu ujungnya sampai mana. Kalau kamu enggak mau sama pilihan Mama, ya, berusahalah un
rkan suara, dia tidak bisa menentang. Dia tidak bisa beradu argumen dengan p
i sampai sini dulu. Kamu m
enganggu
elesaikan juga. Ini tadi Mama kamu beneran nyempetin waktu buat bicara s
uang istirahatnya. Pikirannya jadi buntu sekarang karena p