icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon

Jadi Istri Duda

Bab 2 RUMAH SAKIT DAN PERMINTAAN MAMA

Jumlah Kata:1964    |    Dirilis Pada: 05/07/2023

. Mereka sama-sama berdoa atas keselamatan orang yang baru saja dibawa masuk ke sana. Ya, tepat seperti apa yang sedang kalian pikirkan, pria pe

dia masih menggunakan jas lelaki tersebut. Sungguh dia merasa menjadi orang yang tidak tahu terima kasih sekali sekarang. Belum lagi kata pria itu tadi dia harus pulang untuk menemui anaknya yang mungkin su

ruangan tersebut. Rupanya

Juwita. Mas, Hellen memanggil dokter Ari demikian karena mereka

sesuatu, sih, Len." Ari tampak berpikir sejenak. "Dia juga

kasih info." Hellen me

lah. Enggak

Juwita ini, l

an bawah. Perlu tindakan lanjutan, sih, biar tahu pasti. Omong-

ok. Lakukan yang terbaik buat kesembuhan orang itu." Juwita langsung menjawab tanp

santai. Sepertinya dia tidak peduli dengan pakaian lusuh pri

hat, kan, wajahnya babak belur gitu." Hellen j

g aja, Kak. Suster sedan

Hellen kalau begini. Dia ingin me

ada keluarga lelaki itu. Bagaimana dia harus menjelaskan kepada anak pria itu. Bagaimana dia har

bisa disebut dengan 'percekcokan' antara Ari dan Hellen. Dia ingi

gak apa-apa." Ari merentangkan

dan segera memasu

edia di tepi ranjang. Netranya menatap lekat wajah pria asing yang penuh lebam itu. Namanya Jamal. Dia mengetahuinya saat di kantor polisi tadi dan kembali m

arah nakas seberang dan mendapati ada benda pipih canggih yang tergeletak di sana. D

ang. Terpikirkan tentang bagaimana keadaan anak pria tersebut yang menunggu ayahnya pulan

aya berbicara dengan Ayah saya?" t

Perkenalkan nama saya Juwita. Ayah kamu sedang dirawat di rumah sakit sekarang. Kalau ka

Suaranya terdengar

etailnya. Tolong kabari ibu kamu jug

saya tidak

ayahnya pulang sampai selarut ini. Pikirannya ke mana-mana. Bagaimana keadaan anak

ir matanya menetes. Rasa bersa

h sakit sekarang." Dia sengaja menawari begitu. Dia yakin bahwa anak ini bukan anak kecil yang tidak mengerti apa-apa. Dari suaranya saja suda

awabnya

kan letak ruang rawat Jam

sakit

u hati-hati, ya, kemari." Dia meremas ujung bajunya dengan tangan

tahu jala

sini mau

snya sendiri. Anda

nyata pria yang menyelamatkannya ini menanggung kewajiban tunggal atas keluarganya. Dia jadi membayangkan bagaimana perasaan anak pria ini y

apa yang terjadi dengan pria ini. Bagaimana tidak, karena menolongnya

lirih sambil menunduk dalam tangisan yan

*

an pekerjaannya. Akan tetapi dia harus ditahan oleh video call dari mamanya. Berkali-kali Juwita harus memilin keningnya d

Mama bilang, umur kamu udah enggak muda lagi, Juwita. Kamu enggak bisa juga hidup kayak gini

pengin aku jadi designer brand terkenal? Enggak gampang, loh, Ma, dapetin semua itu." Juwita tidak hanya diam. Topik ini su

sangat dia cintai mulai bercek-cok lagi. Bukan sekali atau dua kali ini terjadi. Bahkan dia sudah hafal dengan akhir percakapan mereka berdua. Dia pun me

a bukannya sedang melampiaskan amarah. Hanya saja anaknya in

rus ngerti aku. Aku banyak kerjaan, Mama. Kala

a Mama dan temui calon kamu?" Nyonya Anggari sun

g terakhir kali itu kelihatan banget kalau posesif.

a. Pundaknya dipukul dengan

ketawa,

agi, Juwita. Mungkin

. Papanya memang tidak mengecewakan. "Ya, kan, Pa? Gak suka aku, tuh, sama pilihan Mama. Mama lihatnya cuma da

ng hanya lewat layar. "Makanya kamu temui pilih

kencan buta terus sama orang

memang berkepribadian santai. Ya, seperti yang kalian lihat, bahkan di situ

uk. "Ya ampun, kita ini hidup di jaman modern, loh. M

jaan berat di kantor, Juwita. Kamu gak kasihan sama Pa

muanya. Selesai, 'kan?" Wanita dua puluh tujuh tahun itu me

an wanita paruh baya itu yang memilin kening. Dia terl

Tuan Anggari mengedipkan satu matanya ke arah sang anak d

suruh kencan buta, kamu bawa cowok ke hadapan Ma

akan berakhir. Dia diam sejenak. "Mama, aku harus bilang berapa kali, sih? Aku enggak ma

Ingat umur, Juwita. Papa juga harus punya penerus bukan hanya seorang pengganti. Perusahaan ini dipercayakan ke keluarga kita. Kamu enggak ingat gimana Papa

para saingan bisnis yang bahkan beberapanya adalah kerabat sendiri. Ya, dengan cara yang kotor tentu saja. Jangan i

ngin punya cucu dari kamu. Umur Papa sama Mama juga enggak ada yang tahu ujungnya sampai mana. Kalau kamu enggak mau sama pilihan Mama, ya, berusahalah un

rkan suara, dia tidak bisa menentang. Dia tidak bisa beradu argumen dengan p

i sampai sini dulu. Kamu m

enganggu

elesaikan juga. Ini tadi Mama kamu beneran nyempetin waktu buat bicara s

uang istirahatnya. Pikirannya jadi buntu sekarang karena p

Buka APP dan Klaim Bonus Anda

Buka