Salah Melamar
" tanyaku ketika ia melewatiku dan
kasur beralaskan keramik putih den
Kamu tidur saja d
tas kertas putih tercatat namanya untukku. Ia sah untuk kusentuh. Dia milikku. Begitupun sebaliknya. Namun, pada kenyataannya semua hanya sebatas bayang-bayang. Di
napun aku harus kuat. Aku tak ingin terlihat lemah. Terlebih lagi, emak begitu bahagia dengan p
iminta emak untuk
ur.Aku juga tidak lapar,"
nya, hingga pelupuk m
sesak. Pernikahan yang kupikir akan menjadi ladang pahala untuk
gkungan bibir di wajahku. Berharap ma
a saudara ku telah berkumpul hendak pulang. Aku memeluk tubuh mereka bergantian, bersamaan ba
anita seumuranku yang kini tengah menggendong putri kecilnya. Ya, bis
h untuk menyentuhku? Jangankan menyentuh, sekedar menoleh ke arahku saja ia terlih
makan malam
Habis nungg
di kamar," seru sepupuku tadi yang menghadirkan tawa pecah menggema se isi ruangan. B
mimu yang belum makan. Itu empal dagingnya ma
ersen
ar suami
h tidur, Mak. B
a. Nanti kalau dia terbangun biar makan di kamar. Biasanya men
k, M
uk ke dalam kamarnya. Waktu terus berjalan, malam semakin larut. Aku yang tadinya hendak makan pun, mendadak tak berselera ketika mengingat kejadian di kam
ng kini masuk ke ruangan berukuran sedang
nyoroti wajah yang tertutup kelamnya ikatan pernikahan. Rahang tegas dengan hidung mancung itu terus mengge
g meminta mem
yang menunjuk ke benda kayu di sudut ru
s Ammar pun lenyap sudah, meskipun perut ini sudah terasa melilit meminta jatahn
ring di sebelah ranjangku, beralaskan selimut motif garis kesayanganku. Lagi-lagi air mata menetes seblum sempat a
ebelahku. Aku mengedarkan pandangan ke penjuru ruangan, dan kini mendapati lelakiku telah berdiri menunaikan k
ama. Mengukir harapan-harapan dan rencana yang ak
r shalat . Aku baru tersadar, jika aku telah terhanyut dalam lamunan sambil menat
tukku? Hanya memandang ciptaanmu sa
dari lemari, dan hendak keluar. Hingga tib
adi
h. "Iya, M
ya yang terdengar memilukan hati. Satu kalimat perintah ya
k dan berlalu
ja kayu berbentuk segi empat itu berada di tengah kami, dimana beberapa iris empal daging sisa resepsi kemarin masih tersaji di atas meja, berikut de
ku sama-sama basah. Ya, aku memang terbisa melepas jilbab ketika di rumah, hanya mengenakannya ketika ada tamu datang atau
keponakan, Din," goda emak sambil
ndangan ke arah Ammar. Ketika ia menyadari tatapanku k