Penyesalan Sang Miliarder: Mantanku Terlalu Menawan
Penulis:SANDRA BLACK
GenreRomantis
Penyesalan Sang Miliarder: Mantanku Terlalu Menawan
Kota Vagow diselimuti kabut keesokan paginya.
Dalam tiga tahun, ini pertama kalinya Loraine bisa tidur dengan nyenyak. Dia tidak perlu bangun terlalu pagi untuk melakukan serangkaian pekerjaan rumah.
Dia melihat ke ponselnya, berpikir bahwa Marco pasti sedang bekerja sekarang. Selain Keely, pekerjaan adalah hal lain yang membuat Marco jarang pulang ke rumah. Selama tiga tahun ini, Loraine hanya melihatnya beberapa kali.
Sadar bahwa dia sedang memikirkan pernikahannya yang menyedihkan, dia segera menepis pikiran itu jauh-jauh. Dia bangun, mencuci muka dan naik taksi untuk pergi ke Grup Bryant tanpa membangunkan keluarganya.
Kehidupannya sebagai wanita yang sudah menikah hanya berputar pada urusan pekerjaan rumah tangga. Di mata mereka, dirinya hanya seorang pelayan. Marco tidak pernah mengajaknya keluar untuk bersosialisasi atau bahkan ke perusahaannya. Tidak pernah dia bermimpi bahwa dia akan datang ke sini untuk membahas perceraian dengan pria itu.
Berdiri di depan gedung Grup Bryant yang menjulang, Loraine menarik napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk.
Resepsionis mengerutkan kening ketika melihatnya masuk.
"Hei, ini bukan taman hiburan di mana sembarang orang bisa masuk, kamu mencari siapa?" tanyanya dengan ekspresi cemberut.
"Aku di sini untuk bertemu dengan Marco Bryant. Dia sudah menungguku," jawab Loraine acuh tak acuh.
Kerutan di dahi sang resepsionis semakin dalam. Dia memandang Loraine dari kepala sampai kaki dengan sorot jijik di matanya.
Loraine masih mengenakan pakaian yang dikenakannya kemarin. Lebih buruknya, itu bukanlah pakaian yang bagus. Dia tidak punya waktu untuk berbelanja pakaian baru atau berdandan karena sampai kemarin, dia masih menjalani kehidupan sebagai seorang pelayan.
Resepsionis itu mengibaskan rambutnya ke belakang dan berkata dengan nada menghina, "Tuan Bryant tidak ada janji dengan siapa pun hari ini. Selain itu, hanya orang penting yang bisa bertemu dengannya. Silakan pergi sebelum aku memanggil satpam untuk mengusirmu."
Loraine menghela napas dalam-dalam. Sepertinya semua yang dia lakukan untuk Marco dan keluarganya sia-sia. Bahkan karyawannya tidak mengenal siapa dirinya! Sudah jelas bahwa pria itu sama sekali tidak menghargainya sebagai istri.
Persis ketika resepsionis itu mengangkat gagang telepon untuk memanggil petugas keamanan, Carl Dixon, asisten Marco, kebetulan lewat. Dia segera menghampiri Loraine begitu melihatnya.
"Nyonya Bryant! Mengapa Anda di sini? Apa Anda datang untuk menemui Tuan Bryant? Kalau begitu, ayo ikut dengan saya. Saya akan mengantar Anda padanya."
Gagang telepon jatuh dari tangan sang resepsionis ketika telinganya mendengar ucapan itu. Wajahnya berubah merah, dia segera membungkuk pada Loraine dan meminta maaf sebesar-besarnya.
Mengabaikan permintaan maaf resepsionis itu, Loraine berjalan di belakang Carl dalam diam.
Mengira Loraine tersinggung, Carl berkata dengan nada meminta maaf, "Mohon maaf soal itu, Nyonya Bryant. Saya tahu ini bukan alasan yang bisa diterima, tapi resepsionis memperlakukan Anda seperti itu karena dia tidak tahu siapa Anda. Namun, jangan khawatir, saya akan memastikan dia dihukum. Kejadian seperti itu tidak akan pernah terjadi lagi."
"Tidak perlu, Carl. Aku juga tidak berniat untuk menginjakkan kaki di gedung ini setelah hari ini," ucap Loraine sambil tersenyum tipis.
Carl penasaran dengan maksud di balik perkataannya, tetapi dia sadar diri bahwa dia tidak berhak ikut campur.
Setelah naik lift ke lantai atas, Carl mengantar Loraine ke ruang kantor yang berada di ujung koridor. Dia mengetuk pintu, dia menunggu sampai mendengar bosnya berkata, "Masuk!"
Ini pertama kalinya Loraine datang ke sini, dan juga akan menjadi yang terakhir kalinya. Dia berjalan dengan pelan sambil memasang ekspresi tidak ramah.
Marco tertegun ketika dia mengangkat kepala.
"Bukankah kamu seharusnya pulang ke rumah? Mengapa kamu di sini?"
Matanya yang dingin dan tajam tampak sedikit lega. Rasa besar hati melintas di benaknya. 'Wanita ini pasti sudah sadar sekarang, dia tidak akan bisa hidup tanpanya. Tentu saja hal itu tidak mengejutkan!'
Loraine berjalan ke mejanya dan mengeluarkan sebuah dokumen dari dalam tas.
Marco mengira Loraine membawa hadiah sebagai permintaan maaf padanya.
'Wanita ini pasti ingin meminta maaf karena kabur dari rumah dan meminta cerai.'
Gagasan ini membuat Marco semakin besar hati. Dia akhirnya memutuskan untuk tidak mempersulitnya.
"Aku bukan tipe orang yang menyimpan dendam, jadi aku sudah memaafkan tingkahmu kemarin. Tapi ingat, jangan pernah meminta cerai lagi. Kamu sudah dewasa, jangan bersikap seperti anak kecil. Jika tidak, kamu dan aku ...."
Loraine menyela ucapannya dengan melemparkan dokumen itu ke mejanya.
Judul yang tertera di atas dokumen itu membuat ekspresinya membeku. Itu adalah dokumen "Perjanjian Perceraian".
"Aku telah menyiapkan perjanjian perceraian, tanda tanganku juga sudah ada di situ. Periksalah. Jika kamu tidak memiliki keberatan, tanda tangani sekarang," ucap Loraine dengan sorot mata yang sangat dingin.
Wajah Marco menjadi suram.
"Apa maksudnya ini, Loraine?"