Penyesalan Sang Miliarder: Mantanku Terlalu Menawan
Penulis:SANDRA BLACK
GenreRomantis
Penyesalan Sang Miliarder: Mantanku Terlalu Menawan
"Kakek!" panggil Loraine, kemudian melemparkan dirinya ke pelukan Aldo.
Pria itu menepuk punggungnya dengan lembut dan berkata, "Kakek masih mengandalkanmu untuk menggantikan Kakek, Lorrie. Kamu tidak bisa tenggelam dalam kesedihanmu hanya karena seorang pria."
Kerajaan bisnis Keluarga Tzion dibangun oleh Aldo selama beberapa dekade. Sekarang, keluarga itu merupakan salah satu keluarga paling berkuasa di negara ini. Dia puas dengan seluruh pencapaiannya, tetapi ada satu hal yang membuatnya sangat khawatir.
Aldo memiliki tiga putra. Yang tertua meninggal ketika dia masih muda, sementara dua lainnya masih hidup tetapi mereka begitu keras kepala. Yang satu fokus di kemiliteran dan yang lainnya sibuk dengan seni.
Tak satu pun dari mereka berniat untuk mengambil alih perusahaan. Itu sebabnya, Loraine adalah satu-satunya harapannya. Semua orang di keluarga ini melimpahkan cinta dan kasih sayang mereka pada Loraine sejak dia masih bayi.
Namun, Loraine memilih untuk keluar dari perlindungan mereka dan berakhir menderita karena seorang pria.
Loraine, yang mengalami depresi selama tiga tahun terakhir, merasa hatinya menghangat karena dia telah kembali ke rumahnya.
Dia menyeka air matanya dan berkata, "Kakek, Om Rowan, aku sudah memikirkan semuanya dan mendapatkan pelajaran yang berharga. Aku kembali untuk selamanya. Sekarang, aku siap untuk mengambil alih bisnis keluarga."
Rowan menepuk kepala keponakannya dan berkata dengan gembira, "Syukurlah kamu sudah sadar. Akhirnya, Om bisa lega dan kembali ke kemiliteran."
Sambil menggosok telapak tangannya, Aldo berkata, "Ini adalah hari yang baik! Kalau begitu, Kakek akan menelepon Cayson untuk menyiapkan segala sesuatu yang kamu perlukan untuk mengambil alih posisi CEO. Kamu ingat Cayson Bennedict, kan? Pemuda itu sangat membantu selama tiga tahun terakhir ini. Dia yang mengelola Grup Universe menggantikan Kakek. Dia juga tidak pernah berhenti bertanya tentangmu. Kakek yakin dia akan senang mengetahui bahwa kamu memutuskan untuk kembali selamanya!"
Sambil tersenyum, Loraine menggelengkan kepala dan berkata, "Kakek, aku tidak ingin mengambil posisi CEO sekarang."
"Kenapa? Grup Universe adalah milikmu dan kamu berhak mengambil posisi CEO," ucap Aldo, jelas dia tidak setuju.
Loraine menarik napas dalam-dalam, mencoba membuat pria yang lebih tua itu mengerti dengan alasannya. "Kakek, aku tahu, tapi aku masih belum siap. Kakek bilang bahwa Cayson telah melakukan pekerjaan yang hebat dalam menjalankan perusahaan. Jika aku muncul begitu saja dan mengambil posisi CEO, para karyawan dan pemegang saham pasti akan meragukan kemampuanku. Aku ingin menunjukkan pada mereka kemampuanku terlebih dulu."
Aldo mengerutkan kening dan berkata, "Kamu tidak perlu mengkhawatirkan soal pertentangan yang mungkin muncul. Cayson adalah pria baik. Dia menyukaimu, jadi Kakek yakin dia tidak akan mempermasalahkan hal ini atau bahkan mempersulitmu!"
Loraine menghela napas lagi. "Kakek, bukan Cayson yang kukhawatirkan. Karyawan dan pemegang saham lain masih tidak tahu apa yang bisa kulakukan. Aku ingin menunjukkan kapasitasku pada mereka. Selain itu, aku juga harus tahu lebih banyak tentang perusahaan sebelum menduduki posisi CEO. Jika aku tidak memahami cara kerja Grup Universe, aku pasti akan gagal."
Aldo tahu bahwa dia tidak bisa memenangkan perdebatan ini dengan cucunya, jadi dia menghela napas dan bertanya, "Kalau begitu, apa rencanamu?"
"Aku ingin melamar sebagai arsitek di perusahaan," jawab Loraine tanpa ragu. Sikapnya yang sungguh-sungguh menunjukkan bahwa tekadnya sudah bulat.
Rowan tersenyum puas dan berkata, "Lorrie, Om benar-benar bangga padamu. Kamu pasti bisa mencapai puncak, Om mendukung keputusanmu!"
Mendengar ini, Aldo langsung menatap putranya dengan tatapan tajam, tidak senang dengan pernyatannya. Akan tetapi, dia tahu bahwa dirinya tidak bisa mengubah apa yang telah ditetapkan oleh cucunya, jadi dia hanya mengangguk tanpa daya.
"Lorrie, Kakek hanya tidak ingin kamu menderita lagi. Tapi karena keputusanmu sudah bulat, Kakek tidak bisa memaksamu untuk melakukan hal yang sebaliknya."
"Terima kasih, Kakek!" pekik Loraine gembira sambil memeluk kakeknya dengan erat.
"Oke, kamu beristirahatlah. Wesley sedang dalam perjalanan pulang. Kemungkinan dua hari lagi dia baru tiba."
Kedua pria itu kemudian mencium kening Loraine dan mengawasinya kembali ke tempat tidur sebelum bersama-sama meninggalkan kamarnya.
Loraine merasa hatinya hampir meledak karena begitu gembira. Dia tidak pernah merasa sebahagia dan senyaman ini selama tiga tahun terakhir. Segera, matanya menjadi berat dan dia tertidur.
Berjam-jam berlalu sebelum dia terbangun oleh suara dering ponselnya.
Sambil menguap, dia memeriksa layar ponsel. Nomor telepon yang terpatri dengan kuat dalam ingatannya sedang meneleponnya sekarang.
Jantungnya berdetak kencang. Dia menatap layar untuk beberapa saat sebelum mengumpulkan keberanian dan menjawab panggilan itu.
"Di mana kamu?" Suara Marco yang sedikit kesal menyambutnya dari ujung sambungan.
Alih-alih menjawab pertanyaannya, Loraine justru balik bertanya, "Apa kamu sudah memikirkan permintaanku? Kapan kamu akan memulai proses perceraian?"
Marco menghela napas dalam-dalam. Dia kemudian berkata dengan nada yang jauh lebih lembut, "Aku tahu kamu marah padaku, Loraine. Tapi tidakkah menurutmu tindakan ini terlalu berlebihan? Mengapa kamu meminta cerai hanya karena hal sepele itu? Aku bisa memberimu apa pun, sebut saja apa yang kamu inginkan."
Pria ini berpikir bahwa tindakannya terlalu berlebihan? Dia menyebut alasannya sebagai hal yang sepele?
Loraine terkekeh dan berkata dengan dingin, "Asal kamu tahu, aku tidak meminta cerai hanya karena aku ingin meluapkan kekesalanku padamu. Aku benar-benar serius!"
Keheningan yang memekakkan telinga terdengar dari ujung sambungan. Marco dibuat terdiam oleh ucapannya.
Kehilangan kesabaran, Loraine berkata, "Bukankah kamu juga menginginkan perceraian? Kamu tidak pernah memperlakukanku sebagai istrimu, Marco. Dengar, aku memberimu kesempatan agar kamu bisa bersama selamanya dengan Keely. Aku ingin bercerai sebelum dia meminta organ lain dari tubuhku atau merencanakan sesuatu untuk menyakitiku!"
Mendengar wanita di ujung sambungan mulai kehilangan kendali, Marco berkata dengan nada pelan untuk meluruskan kesalahpahaman, "Aku sudah mendapat pendonor ginjal lain dan orang itu bukan kamu. Kamu istriku, Loraine. Aku tidak akan pernah membiarkanmu dalam bahaya."
"Ayolah! Apa yang akan kamu lakukan jika orang yang kamu klaim sebagai pendonor itu tiba-tiba berubah pikiran?"
Setelah terdiam beberapa lama, Marco akhirnya menjawab, "Dia tidak membutuhkan ginjal. Pertanyaanmu ini tidak ada artinya."
Loraine terkekeh, merasa kasihan terhadap dirinya sendiri yang diperlakukan seperti badut.
Dia tidak mempermasalahkan bahwa Keely hanya berpura-pura sakit. Yang benar-benar menyakiti perasaannya adalah fakta bahwa Marco tidak menghukum wanita itu meski dia berusaha mengambil ginjalnya. Jelas bahwa Marco pilih kasih.
"Marco, aku sudah muak denganmu dan Keely. Ceraikan saja aku!"
"Ini bukan sesuatu yang bisa kita diskusikan lewat telepon. Ayo kita bicara secara langsung. Pulanglah ke rumah," ucap Marco dan kemudian mengakhiri panggilan.
Oke! Loraine menyeringai ke layar yang menunjukkan berakhirnya panggilan. Dia kemudian bangun dari tempat tidur, berniat untuk menyiapkan dokumen perceraian.
Keputusannya sudah bulat, dia akan mengakhiri apa yang disebut sebagai pernikahan ini!