Penyesalan Sang Miliarder: Mantanku Terlalu Menawan
Penulis:SANDRA BLACK
GenreRomantis
Penyesalan Sang Miliarder: Mantanku Terlalu Menawan
Sepertinya Marco menyadari kehadiran Loraine karena suasana hatinya langsung berubah. Dia melemparkan tatapan sedingin es yang bahkan bisa membekukan api pada wanita itu.
Meski Marco masih terlihat tampan, jantung Loraine tidak lagi berdetak kencang untuknya.
"Siapa donor yang kamu bicarakan barusan? Apa itu aku? Kamu ingin aku mendonorkan ginjalku pada Keely?!"
Wajah Marco menjadi suram ketika dia mendengar pertanyaan itu. Dia menarik selimut ke tubuh Keely dan kemudian berjalan menuju Loraine.
Saat ini, wajah pucat Keely memerah, dia berkata dengan terkejut, "Aku benar-benar tidak percaya ketika Marco mengatakan bahwa dia telah mendapatkan donor yang cocok untuk transplantasi. Ternyata kamulah orangnya! Apa kamu bersedia mendonorkan ginjalmu untukku, Nona Tzion?"
"Tidak!" Loraine menolaknya. "Dan kamu harus memanggilku Nyonya Bryant."
Keely terdiam ketika mendapat penolakan yang blak-blakan itu. Detik berikutnya, dia batuk dan terengah-engah seolah dia akan pingsan kapan saja.
Mata Marco dipenuhi amarah sekarang, dia membentak, "Hentikan, Loraine. Apa kamu tidak lihat bahwa dia dalam keadaan kritis? Apa kamu ingin membunuhnya?"
Perkataan itu menghancurkan perasaan Loraine untuk kesekian kalinya sejak dia menikah dengan Marco. Sekali lagi, Marco menunjukkan bahwa Keely adalah segalanya baginya. Dia bahkan akan memindahkan gunung demi wanita itu.
Loraine menatapnya dengan mata yang sudah memerah. "Lalu bagaimana denganku? Apa aku sama sekali tidak ada artinya bagimu?"
Marco tertegun ketika mendengar ucapan dan melihat betapa terluka ekspresi Loraine. Saat dia hendak mengatakan sesuatu, Keely mengerang dan meringis, "Aduh, sakit ...."
Detik berikutnya, dia pingsan di tempat tidur.
Mata Marco membelalak lebar, dia bergegas ke sisi ranjang rumah sakit.
Melihat ini, Loraine menghela napas tak berdaya dan berbalik untuk pergi. Menyadari bahwa dia akan pergi, Marco ragu sejenak dan kemudian memerintahkan para pengawalnya dengan gigi terkatup, "Hentikan dia. Minta dokter untuk segera menyiapkan operasi transplantasi ginjal!"
Kemudian Marco berbalik dan menatap Keely yang tak sadarkan diri dengan sorot khawatir. Dia memegangi wajahnya dan bergumam, "Kumohon bertahanlah, Keely. Kamu akan segera sembuh."
Sementara itu, Loraine hanya bisa terpaku di tempat. Pipinya terasa panas karena rasa tidak percaya dan terluka.
'Apa dia tidak salah dengar tadi? Marco ingin mengambil ginjalnya tanpa izinnya? Pria ini benar-benar jahat!'
Selama tiga tahun lamanya, dia mengerahkan semua kemampuan terbaiknya agar pernikahan mereka berhasil.
Namun, semua usaha dan kesabarannya tidak ada artinya lagi sekarang. Hati Marco tidak pernah melunak. Pria itu justru membencinya lebih dari sebelumnya.
Para pengawal bergerak untuk menangkapnya, tetapi Loraine melawan dan berjalan ke samping tempat tidur.
"Kamu tahu? Aku tidak akan pergi."
Seluruh bangsal terdiam untuk sesaat. Dalam sekejap mata, Loraine mengangkat tangan dan menampar pipi Keely dengan keras.
Suara tamparan itu bergema di bangsal. Semua orang yang ada di sana membeku dengan mata membelalak selama beberapa detik.
"Loraine, apa yang kamu lakukan?!" raung Marco yang segera meraih pergelangan tangan Loraine.
Keely yang tadinya tak sadarkan diri, membuka mata dan memegangi pipinya yang memerah. Dia menatap tajam ke arah Loraine. "Beraninya kamu menamparku?!"
Selimut putih di tubuhnya merosot ke lantai, disertai dengan jarum infus di tangannya.
Seharusnya darah keluar dari tangannya karena jarum itu tercabut dengan paksa. Namun, tidak ada darah yang keluar karena ternyata jarum infus itu tidak pernah ditancapkan ke tangannya.
Pemandangan ini membuat semua orang terkesiap. Mata mereka menyipit dalam kecurigaan.
Perlahan, Marco melepaskan tangan istrinya. Dia menoleh ke arah Keely dan menuntut penjelasan wanita itu dengan kesal, "Sebenarnya apa yang terjadi?"
Wajah Keely berubah pucat pasi ketika melihat jarum infusnya di lantai. Dia menatap Marco dan tergagap, "Aku ... aku tidak tahu. Sepertinya dokter tidak memasangnya dengan baik."
Mendengar jawabannya, Loraine tertawa sinis. "Yah, aku tahu apa yang terjadi. Kamu sama sekali tidak sakit, Keely. Betapa kejinya kamu berniat untuk mengambil ginjalku!"
'Sekarang rencana busukmu sudah terungkap, dasar pembohong!'
Dikuasai kepanikan, butiran keringat mulai menetes dari dahi Keely. Dia memandang Marco dan berkata, "Ini fitnah! Percayalah padaku, Marco. Kamu tahu bahwa penyakitku memang kambuh baru-baru ini."
Marco melemparkan tatapan tajam padanya, membuat tubuhnya gemetar tanpa daya. Kemudian, dia menoleh ke arah Loraine.
"Jangan membuat keributan di sini, aku akan menyelidiki masalah ini dan segera memberitahumu hasilnya. Jika benar bahwa kamu telah ditindas, aku akan memberikan kompensasi padamu."
Loraine menatap Marco, pria yang pernah dicintainya, dengan tenang.
Suaminya tidak pernah berada di pihaknya. Bahkan ketika dirinya terbukti tidak bersalah di depan matanya, Marco tetap memilih untuk memihak orang lain.
Cukup sudah dengan semua kekecewaan yang harus ditanggungnya selama ini. Dia tidak menginginkan uang Marco sepeser pun.
"Aku tidak menginginkan kompensasi apa pun. Ceraikan saja aku!" seru Loraine sambil mengepalkan tinjunya.
Pernyataan wanita itu membuat Marco menatapnya dengan tidak percaya. Ini pertama kalinya dia menatap mata Loraine sejak mereka menikah.
Namun, Loraine sudah tidak memedulikannya lagi, dia tidak peduli apa yang ada di pikiran Marco ketika mendengar permintaannya itu. Dia berbalik dengan santai dan pergi meninggalkan mereka.
Begitu keluar dari rumah sakit, tubuhnya bergetar tak terkendali. Seluruh kekuatan yang ada di lututnya menghilang, membuat kakinya terasa lemas. Tadi dirinya menggunakan semua kekuatannya untuk melawan orang-orang jahat itu.
Bersandar ke mobil yang ada di dekatnya, Loraine mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang. Dia berdiri di sana selama beberapa menit sebelum sebuah Lincoln hitam berhenti di depannya. Seorang pria tampan yang mengenakan setelan jas turun dari kendaraan itu.
Begitu melihatnya, Loraine kehilangan seluruh kekuatannya yang tersisa. Melihat hal itu, pria itu buru-buru menangkap dan menggendongnya.
"Om Rowan ...," panggil Loraine yang saat ini menyandarkan kepalanya di dada pamannya. Detik berikutnya, kesadarannya menghilang.