Laksana Senja
ti-hentinya menghembuskan nafas kasar. Tv di kamarnya baru saja rusak karena
nas mendengar celotehan s
u dengerin Bunda n
Bun! Ya
iru udah ngasih penjelasan k
ta
ganya kesal, "Kalian berisik banget sih! Senja tuh lagi nonton para
ni
Ia melirik sang istri yang juga masih terkej
up rapat. Biru yang sadar pun ikut berdehem. Begitu pul
unda tinggal nyiapin ke
capan sang bunda, gadis itu kemba
engit. Ketiganya saling
gi pms y
pelan, "Mana A
embuat Biru dan Utari menoleh,
lak." kata Langit. Biru men
ggang, "Kalian– HEI! SINI BALIK! JANGAN KABUR KALIAN YA!"
bantal. Ia mengerang kesal. Rumahnya selalu ramai. Entah
.....
Utari Prameswari. Senja memiliki seorang kakak laki-laki
, bulumata lentik, bibir tipis juga lesung pipi di kedua pipinya yang chubby. Ga
mbuat semua orang meringis sambil mengusap
agai cogan. Terlebih wajahnya bak tokoh utama dalam setiap
i tim inti basket di SMA Dirgantara . Setelah kelulusannya, Biru melanjutk
otak yang cerdas. Namun hal itu tidak membuat kedua orangtua mereka membedakan kedua anaknya. Tidak, lebih tepatn
jak menikah dengan Langit, ia belajar memasak dari s
as kita belum menikah."
sang istri sudah berkata perihal masa lalu mereka. Salah omong sedikit, Uta
Langit meneguk sal
el untuk sayur sop malam ini
ang masakan Bu
goreng sosis buatan Bunda eman
bih enakan nasi goreng aku
uh percaya diri. Ia tidak akan menjawab sejujurnya wa
g wortel. Sedetik kemudian, Langit meringis sa
n dessert buatan Nada daripada nasgor aku!" omel
ja kamu
ah, ampun sayang!
rkan pisau ke depan wajah Langit, "Awas kamu bohon
jur salah, bohong lebih salah. Untung cinta, kalau ng
hkan Langit harus berjuang mati-matian. Tetapi sedikit sekali yang tahan dengan
nikannya. Langit akui Utari memang pintar, cantik, baik hati. Walaupun kelakuannya bar-bar da
jelas hah?! Mikirin cewek lain ya?!" k
ulu sama s
boy dari dulu." balas Utari santai. Langit menghela n
el
rullah. S
Biru sama Senja gih, Pa. B
g sang istri, Langit naik ke lantai dua u
gu waktu lama, pintu itu terbuka. Tentu saja dengan wajah bangun
tingkah anaknya yang sok kegant
mentar Langit yang membuat Biru kesal. Padahal ia sudah b
selesai masak." kata Langit. Biru meng
harus sabar memiliki anak yang sepertinya kurangajar akibat diriny
k pastel yang berada tepat berhadapan dengan kamar Biru. Lang
lit. Bantal jatuh ke lantai, kasur besar itu penuh karena Senja yang tidur seperti
sikap Langit. Semua orang akan setuju bi
enja lembut. Ia mendenga
enja juga mau
pelan. Namun kemudian matanya membulat saat sadar kalau i
sedang nobar bersama teman-temannya. Langit mengusap dadanya, "Apaka
is itu tersentak kaget. Ia membuka matanya lalu menatap
. Makan
ali memeluk gulingnya e
anak bungsunya, pria itu mengangkat tubuh Se
ap
urunin
punggung Langit kesal. Langit mengac
salah satu kursi makan. Ia bersedekap kesal. Langit yang di tata
nja dan Langit bergantian. Ia berdiri di sebelah Utari yang se
kenapa
gak tahu Adek sama Papa aj
iru di sebelah Senja. Keluarga kecil itu pun memak
. Sesekali melirik Langit tajam. Sepertin
k kamar. Ada yang Bunda mau omongin
menga
ya Senja masih
"Telen dulu baru
diatas bundanya. Mengenai kelakuan dan pelajaran bisnis, Senja dan Biru
nja dan Biru mengadu pada Utari karena kek
enunjukan ekspresi. Semua hal ia pendam sendiri. Setidaknya, setel
durkan kepalanya di pangkuan sang bunda. Sedang Senja sibuk men-stalking cogan di
he
h posisinya menjadi duduk menyender. Tatapannya cukup ser
naknya bergantian. Kemudian beralih menatap Utari, wanita yang hany
ng, "Minggu depan kita bakal pin
gernyitk
it
amu tentu aja. Kamu tetep disini lanju
a menggelengkan kepalanya
en
Senja jadi anak kelas 12!" protes Senja. Ia sudah berdiri menatap Langit dan Ut
en
gejar anak bungsunya itu. Langit menggelen
mbut, "Bunda nggak usah khawatir. Senja c
n tak ada sahutan sama sekali dari dalam kamar. Lan
ak m
au bica
gg
eras kepalanya dengan dirinya sendiri. Walau lebih banyak mirip U
ntunya ya?" uja
kl
at. Langit tersenyum kecil, ia menggendong Senja layakn
Langit merapihkan rambut anak bungsunya yang sedikit beranta
engerin P
mengan
ang rumah dan masa depan Papa juga Bunda yang pernah kami rancang jauh sebelum menikah." ujar Langit. Bibirnya tersenyum kec
awa Senja ke dalam pelukannya. Kehangatan kembali menguasai hati Senja
kerjaan Papa secepat mungkin biar selepas kamu
andung dan kita tinggal bareng lagi di rumah ini." sambung Langit
"Malah seneng dia
kan pelukannya lalu mengecu
ia nggak beran
meny
i kalian baku hantam, akhirnya Bund
san. Apalagi kalau dirinya sudah main tangan pada anak sulungnya. Sudah dibilang
. Selamat malam, Papa." kata Senja
ya. Setelah mencium kening Senja lagi, Langit meny
tag
"Kamu kayak lia
Mirip setan ema
an! Kaget aku, Bun." kesal Langit. Utari ha
a gim
u k
enatap mata Utari dalam. Utari yang ditatap seperti itu pun salah ting
lanan kamu ud
h. Sebelum makan malam
uaminya ini? Namun kemudian dia sadar. Utari berde
menggendong istrinya ala bridal. Uta