Di sebuah kamar berukuran sangat luas, yang ada berbagai macam fasilitas lengkap di dalamnya. Dinding kamar itu juga memiliki warna, putih bercampur kuning abu-abu.
Di atasnya ada lampu gantung mewah, yang berstatus limited edition, sprimbednya empuk serta lantai kamar itu berlantaikan murmer. Seorang lelaki muda tengah terbaring lemah tanpa daya. Sudah hampir 2 bulan, penyakit ini sangat menyiksanya. Dia mengidap penyakit yang bisa dikatakan sangat berbahaya dan bahkan sampai menghilangkan nyawa.
Penyakit yang dideritanya bernama blood cancer atau kanker darah. Sakitnya pun sudah berstadium empat. Kini wajah tampan yang ia miliki, semakin hari semakin memucat. Bibir merahnya seakan tak terlihat lagi, Dia terus saja tertidur sepanjang waktu.
Melihat kondisi yang dialami puteranya ini, kedua pasangan suami isteri, tak dapat lagi menyembunyikan perasaan sedih, yang mereka rasakan. Tapi mereka bisa berbuat apa? Mereka hanya memiliki dia seorang.
Meski mereka hidup dengan uang yang berlimpah namun bisakah uang menjamin segalanya? Nyatanya, sudah sekian banyak dokter yang menanganinya namun satupun tak ada yang bisa menyembuhkan penyakitnya.
Cowok berparas tampan itu bernama Rio Satria Pratama. Seorang lelaki berumur sekitar 20 tahun.
"Mi beberapa waktu yang lalu mami pernah bilang sama Satria, kalau Mami akan jodohin satria sama anak temennya Mami." ujarnya lirih. Tatapannya sangat hampa dan sendu.
"Iya sayang, kamu benar." mami Yuni menjawab pelan.
"Boleh, Satria ngeliat wajah dia sekarang?"
Satria masih menatap Mami Yuni.
"Tentu Sayang, Jangankan kamu hanya ingin melihat wajah dia. Kamu ingin menikah dengan dia sekarang pun, mami pasti akan kabulkan, yang terpenting kamu bahagia." jawab wanita itu pelan. Satria hanya tersenyum tipis.
Sebenarnya dia sangat begitu sedih, sudah beberapa bulan ini dia tidak pernah menghubungi Bunga, dia bahkan menjadi seorang cowok yang pengecut.
Hanya karena takut bunga akan merasa sedih setelah tau apa yang menimpanya saat ini. Hal ini dia simpan rapat-rapat, dia tak pernah menceritakan kepada Mami ataupun papinya. Dia teramat sangat mencintai gadis itu. Tapi kenapa? Maminya harus menjodohkan dia dengan wanita lain yang tak pernah dikenalnya.
Bahkan hanya sekedar melihat wajahnya pun tak pernah. Perasaan itu terus menghantuinya, padahal sebelumnya dia sudah berjanji akan melamar bunga setelah studynya selesai. Tapi kenapa kenyataannya sekarang berubah? Terlalu buruk untuk di ingat. Dia menderita tanpa bunga, tapi dia juga tak ingin membuat bunganya kecewa.
Kini hidupnya sangat terpuruk, hari semakin hari bertambah tak semangat. Sejujurnya disaat seperti ini, dia ingin sekali bunga berada disisinya. Tapi kenapa harus begini?
Jangankan untuk menjadikannya nyata bermimpipun dia tak akan sanggup. Dia akui hidupnya kini kian merapuh. Dia butuh sandaran.
Terlalu sakit untuk di rasa.
Terlalu perih untuk di paksa.
"Makasihh mi." jawab dia pelan sambil menatap wajah maminya kalem. Suaranya berat ada tangis yang ingin sekali ia tahan. Mami, yang memang selalu berada di samping nya itu mengangguk kecil, itu karena dia tak bisa menyimpan perasaan sedihnya ketika melihat anak lelakinya itu terbaring lemah jadi dia hanya bisa mengangguk saja. Kelu, tak sanggup.
'Gadis seperti apa dia yang sayang sekali tak beruntung karena dijodohin sama Aku yang penyakitan begini?' batinnya sedih.
"Tunggu sebentar Mami akan menghubungi dia."
Setelah itu Mami Yuni beranjak dari tempat duduknya dan segera menelpon.
/0/3047/coverorgin.jpg?v=73c715d6159b4899960b1c005f4c0ab6&imageMogr2/format/webp)
/0/18153/coverorgin.jpg?v=f78fa773721ad8b0372ca9fa8cb631a7&imageMogr2/format/webp)
/0/5014/coverorgin.jpg?v=3c05b05ac56bbb4cb0181bb382404ae7&imageMogr2/format/webp)
/0/10811/coverorgin.jpg?v=b9fcbe3c16ca898730e6746092595d9b&imageMogr2/format/webp)
/0/16230/coverorgin.jpg?v=9796cbb0c9fe235f957ea69db5b0e391&imageMogr2/format/webp)
/0/14878/coverorgin.jpg?v=f1789e32a08695f90ced8ab678df5963&imageMogr2/format/webp)
/0/29534/coverorgin.jpg?v=e74f7ca7b8e8e1d9999d9045968144a5&imageMogr2/format/webp)
/0/28640/coverorgin.jpg?v=2c9ab391d928911d19497abe39928c20&imageMogr2/format/webp)
/0/27818/coverorgin.jpg?v=d6776fc9836485b899d59fcca066063e&imageMogr2/format/webp)
/0/16783/coverorgin.jpg?v=6f5af9220dd74d8a2e32f1388e982978&imageMogr2/format/webp)
/0/3936/coverorgin.jpg?v=e3236347ae04f00ccb2874ec63d5379e&imageMogr2/format/webp)
/0/3576/coverorgin.jpg?v=79bd0c4fd1e86ba1bc67090a59109612&imageMogr2/format/webp)
/0/4968/coverorgin.jpg?v=cb76e5b35230efd9aa46694c99914157&imageMogr2/format/webp)
/0/3566/coverorgin.jpg?v=b4cc8877018b358b1161e90e0d4180e7&imageMogr2/format/webp)
/0/14035/coverorgin.jpg?v=6df71ef5961f8965f39eac320dc8ffbd&imageMogr2/format/webp)
/0/30656/coverorgin.jpg?v=50b49b3db607a2457893308935337fa5&imageMogr2/format/webp)
/0/5411/coverorgin.jpg?v=26066b1e186cf3a7055c7839dabf3401&imageMogr2/format/webp)
/0/19642/coverorgin.jpg?v=a62efa9ed7e2926e14149659e237b628&imageMogr2/format/webp)
/0/5215/coverorgin.jpg?v=39958dcbcb0c5b4484b6761a5dcb8525&imageMogr2/format/webp)
/0/20412/coverorgin.jpg?v=2c495306c7fd2f60c3276826592aeffd&imageMogr2/format/webp)