/0/28867/coverorgin.jpg?v=7b0e6024e1de511891092aedce1d1655&imageMogr2/format/webp)
Laki-laki yang tengah duduk tenang di depan kelas itu adalah Alvin—dosen umur tiga puluhan dengan wajah tirus dan bibir sensual. Tingginya seratus delapan puluh lebih, berambut hitam legam dengan hidung mancung yang menyangga kaca mata hitam. Sudah setengah jam berlalu sejak ia memberi tugas, tapi sosoknya tidak juga bergeming—masih sibuk dengan isi laptopnya sendiri. kebiasaannya memang begitu, suka membuang waktu di kelas sebelum mahasiswanya bertanya lebih dulu.
Aku Kayra, mahasiswi tahun pertama sekaligus penganggum rahasianya. Bisa dibilang tidak ada yang tahu tentang perasaanku. Selain tertutup, aku introvent. Tidak nyaman bergaul dengan siapapun. Keseharianku hanya berangkat ke kampus lalu pulang. Jangankan ikut organisasi, kadang kalau ada tugas berkelompok, aku lebih suka mengerjakan bagianku sendiri lalu dikumpulkan setelahnya. Semua itu untuk menghindari diskusi langsung dengan orang lain.
“Kayra, temui saya setelah kelas terakhir.”
Dosen Alvin mendekati mejaku sebelum keluar kelas siang itu. Sosok tingginya berlalu sembari mengucapkan salam pada yang lain.
Aku cukup terkejut mengingat kami hampir tidak pernah bicara satu sama lain. hal itu tentu saja memancing perhatian. Terutama dari anggota kelompokku.
“Pasti ada masalah di tugasmu,” celetuk Bintang, menatapku penuh tuduhan.
“Bisa jadi bagianmu keliru. Kami kan sudah bilang harusnya kamu ikut diskusi langsung walau hanya satu kali.” Yang lain ikut menimpali. Saling tatap sebelum mengangguk lagi.
Mereka terkesan menyalahkan, tapi aku enggan menimpali. Jika benar, wajar saja kalau mereka kesal. Satu anggota membuat salah, semua akan kena imbasnya.
Tiga jam setelah kelas terakhirku, aku menemui dosen Alvin di ruangannya. Waktu itu jam empat sore, mata kuliah sebagian mahasiswa sudah selesai. Lorong menuju kantor dosen cukup sepi. Aku hanya melihat petugas kebersihan juga beberapa mahasiswa yang sibuk dengan organisasi dalam kampus. Kalau dipikir-pikir, ini adalah pertama kalinya aku ke sana seorang diri.
“Masuk.”
Suara berat dosen Alvin terdengar dari luar saat aku mengetuk pintu. Di kantor itu benar-benar hanya dia. Semua sudah pulang karena ini memang akhir pekan. Aku merasa canggung karena tidak ada orang selain kami. Apalagi suasana cukup remang dengan lampu kecil di tiap meter atap. Ditambah cahaya sore tidak bisa masuk karea terhalang dedaunan pohon.
“Duduk, sudah lama saya ingin bicara denganmu,” katanya melepas kaca mata yang sejak tadi bertengger di hidung.
Diam-diam aku menelan ludah, membayangkan bagaimana rasanya menyentuh tulang hidung yang mirip perosotan itu. Sudah menjadi rahasia umum kalau dosen Alvin menjadi role model mahasiswinya. Andai sikapnya tidak terlalu kaku, sudah bisa dipastikan ia akan jauh lebih populer. Sayangnya dosen Alvin mirip denganku. Ia terlihat dingin, jarang tersenyum dan suka menyendiri. Terbukti saat ada acara kampus, duduknya selalu paling belakang.
“Maaf pak, apa ada kesalahan di tugas saya?” tanyaku khawatir. Sebagai penerima bea siswa, aku tidak bisa mengabaikan nilai akademik.
“Begini Kayra, ini bukan tentang kuliah.” Ia bergumam lalu tiba-tiba saja menatapku lurus.
Dipandang begitu, jantungku langsung berdegup kencang, antara khawatir juga malu.
“Lalu tentang apa, pak?” tanyaku penasaran.
Apa aku membuat kesalahan? Tapi dibanding mahasiswa lain, nilai juga sikapku cukup baik. Bahkan jauh di atas mereka.
“Kay, kamu punya pacar?”
“Ha?” ucapku tak sengaja.
Omong kosong. Kenapa seorang Alvin bertanya hal pribadi pada gadis muram sepertiku? Batinku bingung. Kubalas tatapannya, mencari apa aku tengah dikerjai atau bagaimana.
/0/18539/coverorgin.jpg?v=0b8f4aca865147f2fd3d53813cb7d7aa&imageMogr2/format/webp)
/0/12916/coverorgin.jpg?v=8f27b8a218d4b95ad4d599d6ea8eb88e&imageMogr2/format/webp)
/0/21678/coverorgin.jpg?v=7ee98420483437b5ddbd0fba7118e8be&imageMogr2/format/webp)
/0/20458/coverorgin.jpg?v=fa31c4420d3b4676f9029979308f5564&imageMogr2/format/webp)
/0/2816/coverorgin.jpg?v=2ed09aa055dd5fd6f7e3ce84946236ff&imageMogr2/format/webp)
/0/27809/coverorgin.jpg?v=4c8db0fc5513b60aaa7c78f55d65dc6b&imageMogr2/format/webp)
/0/2850/coverorgin.jpg?v=97f0192d4a1aae7e692969c4bbac8de6&imageMogr2/format/webp)
/0/3577/coverorgin.jpg?v=9a10b40436f7abf9f3b857b8ccdd06e1&imageMogr2/format/webp)
/0/3548/coverorgin.jpg?v=70a0d146e23d933e5c4acdcc80e66a4b&imageMogr2/format/webp)
/0/2271/coverorgin.jpg?v=cee7b8f96f143390feaac003409d6d7f&imageMogr2/format/webp)
/0/5790/coverorgin.jpg?v=9af903677fa8001e4c6d90e49bf62d0a&imageMogr2/format/webp)
/0/7843/coverorgin.jpg?v=fd5abd8393c59ee69f53adb1cf5258c0&imageMogr2/format/webp)
/0/10720/coverorgin.jpg?v=26db13cb8316e205f96f641575c80282&imageMogr2/format/webp)
/0/29970/coverorgin.jpg?v=8468e320cc264639e38e064c33f62408&imageMogr2/format/webp)
/0/16214/coverorgin.jpg?v=bd3cc26a627eb974d7232f0cb9cd42dc&imageMogr2/format/webp)
/0/13692/coverorgin.jpg?v=3bde81d5415eef8d12deb1546d869d4b&imageMogr2/format/webp)
/0/8348/coverorgin.jpg?v=43c0358397072ccc5036682dd57eeaf1&imageMogr2/format/webp)
/0/8464/coverorgin.jpg?v=bb2fa6976040b74967606847f472435d&imageMogr2/format/webp)
/0/15074/coverorgin.jpg?v=22532312abb581bb0af87ccc4a8b6038&imageMogr2/format/webp)