Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Cinta yang Tersulut Kembali
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Sang Pemuas
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalinya Marsha yang Tercinta
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
“Terima kasih atas pertanyaan yang telah Bapak berikan. Furniture tentu saja tidak hanya dibutuhkan oleh kalangan yang telah berkeluarga, apabila saya diterima di perusahaan ini, saya akan mengembangkan beberapa inovasi untuk kebutuhan kalangan anak muda yang masih jarang diperhatikan ….”
Senyum Rasya terbit saat mendengar semua pemaparan peserta interview yang sedang melakukan presentasi. Gaya bicara yang menarik, pemikiran kreatif, dan senyum manis yang membuat fokusnya hanya tertuju pada perempuan itu. Kata membosankan beberapa waktu silam seketika sirna, ia justru ingin waktu interview perempuan ini menjadi lebih lama.
Dehaman Rasya setelah perempuan itu melakukan presentasi membuat suasana di Aula BA Furniture menjadi semakin menegangkan. Peserta interview lainnya tak ada yang berhasil membuat CEO dingin itu bergerak, tetapi sekarang justru ikut mengajukan pertanyaan. “Magfirah Adzani Putri?” gumamnya membaca CV perempuan yang berdiri dengan kedua tangan saling bertautan. “Seyakin itu, kah, ide yang Anda sampaikan dapat mendongkrak penjualan produk?”
Magfirah, peserta yang sedang berdiri di depan podium itu mengangguk, senyumnya masih tetap bertahan di wajah, walaupun jatung terus berdetak hebat. “Baik, izinkan saya menjawab dan sedikit menjelaskan …,” ucapnya dengan tenang, “saya amat sangat yakin, dengan menambah terget konumen tentu akan menarik lebih banyak—”
“Bagaimana caranya?” Dengan tatapan dingin Rasya menyela penjelasan Magfirah. Usahanya untuk mengetahui sekuat apa mental perempuan berhijab hitam di depan sana langsung mendapatkan jawaban dari penapilan tenang perempuan itu. “Dari riset perusahaan kami, peminat furniture itu didominasi oleh kalangan yang sudah berkeluarga, untuk orang-orang yang masih hidup sendiri, terutama anak muda yang mayoritas tinggal bersama orang tua itu sangat minim.”
Sejujurnya Fira—panggilan kecil Magfirah—sudah ketar-ketir saat melihat tatapan tajam pria yang di mejanya bertuliskan CEO itu. Tetapi, ia tak mau interview kerja pertamnya setelah sekian lama menjadi buruk. Walaupun tidak diterima, minimal harus bagus. “Saya memiliki strategi dan riset dari beberapa anak muda tentang furniture seperti apa yang mereka butuhkan,” jawabnya lugas, seakan dunia ada di tangan.
“Strategi seperti apa?”
Lekuk bibir Fira semakin keatas, ia berhasil membuat jebakan untuk pemimpin perusahaan ini. “Saya akan memberi tahu strategi itu setelah menjadi pegawai di BA Furniture,” jawabnya dengan yakin. Masih dengan senyuman sopannya, tetapi kali ini ia terlihat seperti sedang menantang.
Rasya sendiri berusaha menahan senyum saat mendengar jawaban dari Fira. Menarik! Ia dapat membayangkan semenarik apa jika berdebat dengan perempuan itu kalau mereka menikah. Bayangan Fira yang mengomel padanya karena anak mereka main kotor-kotoran tiba-tiba saja berputar di otak Rasya. “Sayang sekali, kami memiliki pekerja yang lebih kompeten untuk mencari strategi lain.”
Demi Tuhan, Fira tiba-tiba saja menyesal karena menjawab seperti itu. Namun, karena sudah terlanjur yakin tak akan diterima oleh perusahaan besar penyedia furniture ini, membuatnya sekalian saja mebalas perkataan CEO itu. Sudah basah, lebih baik lanjut berenang. “Tidak apa-apa, saya dapat kembangkan strategi saya pada kompetitor perusahaan ini,” ucapnya tak mau kalah.
Hati Rasya semakin tertarik pada perempuan itu. “Baik, terima kasih atas jawabannya,” tutupnya dan kembali menyerahkan urusan interview itu pada karyawannya. Senyum tipis di bibir CEO itu dengan lancang terbit kala melihat helaan napas Fira yang kembali duduk di kursi peserta dan menonton peserta lainnya.