/0/24869/coverorgin.jpg?v=a7408a3a8e3b3ce5f754a4790abf2604&imageMogr2/format/webp)
Di dalam ruangan bernuansa hitam, dua sosok duduk saling memangku di sofa putih. Isakan tangis menjadi sumber suara utama yang ada di sana. Suara guntur menggelegar menciptakan guncangan pada hati setiap orang.
"Angkat wajahmu, Serena Blard."
Gadis bersurai coklat yang sedari tadi menunduk dengan tubuh duduk di atas pangkuan pria bersetelan hitam, mulai memberanikan diri mengangkat wajahnya yang cantik.
Xavier Blard— adik laki-laki dari mendiang Ibunya. Memandang keponakan kecilnya yang begitu cantik dari tahun ke tahun, wajah bulatnya yang menawan berwarna kemerahan usai menangis ketakutan.
Ujung pisau kecil mengkilap memantulkan bayangan cahaya lampu di langit-langit dinding. Xavier menurunkan gaun yang di kenakan gadis kecilnya, memperlihatkan setengah dari belahan dada lembut kesukaannya, iris hitam pekat memikat menatap iris caramel yang ketakutan sekali lagi.
"Sebutkan kesalahan yang telah kau buat, Paman ingin dengar."
Suara berat dengan hembusan nafas maskulin bertiup di depan wajah Serena, gadis itu menutup mata, badannya semakin gemetar ketakutan. "Berbohong kepada Paman, bermain keluar dengan seorang pemuda, sengaja mematikan ponsel agar Paman tidak mengganggu Serena."
"Gadis kecil, kira-kira hukuman apa yang harus Paman berikan khusus untukmu?"
"Paman ... Maafkan aku."
"Kau sudah tahu Paman bukan orang lembut yang mudah memaafkan kesalahan orang lain."
"Aku berjanji tidak akan mengulangi tindakan itu. Aku—akh!"
Xavier tersenyum normal, berbanding terbalik dengan tangan kirinya tidak bersikap tidak bermoral. Pria tersebut menusuk kulit putih halus selembut untaian kapas menggunakan ujung pisaunya.
Menggambar goresan melintang tidak terlalu dalam, Xavier menurunkan kepalanya kemudian mencium aliran garis luka. Menusuk kulit lembut beraroma mawar dengan hidungnya yang mancung.
Xavier menggigit bibir bawahnya, hukuman kali ini masih bisa di bilang sangat ringan karena Xavier sepertinya sedang berada pada suasana hati yang baik. Sehingga menorehkan satu luka tidak terlalu dalam di dadanya.
"Sekarang saatnya tidur, mulai besok, jauhi pemuda tadi siang atau Paman akan membunuh dia hingga keluarganya tidak akan bisa mengenali sosoknya."
"Baik. Serena mematuhi Paman."
"Gadis kecilku sangat pintar."
****
Beberapa bulan kemudian.
Lampu mungil berkelap-kelip di dalam ruangan dengan warna-warni yang mencolok. Seorang anak gadis duduk sendirian di kursi yang terletak di balkon kamar pribadinya. Memegang secangkir coklat panas di kedua tangannya yang putih pucat.
Wajah oval cantiknya merileks kala menghirup aroma hangat berbau harum dari minuman kesukaannya. Sepasang mata kucingnya mendongak menatap langit malam luas yang sepi tanpa ada bintang, hanya ada Bulan.
Menggantung sendirian, terlihat kesepian.
Seperti dirinya.
Serena merasakan panas di kulit lehernya, keseluruhan jemari yang memegangi cangkir sedikit bergetar. Setelah itu deruan nafas berbau mint menyerang indra penciuman sensitifnya.
"Pegang cangkirmu dengan benar, gadis kecil."
Suara lembutnya mengalun membawa kehangatan yang panas.
"Paman, kapan Paman pulang? Kenapa aku tidak mendapat kabar atau melihat mobil yang datang memasuki rumah?" Gadis itu bertanya mengalihkan topik. Beringsut ke samping menghindari wajah pria menawan di belakang yang hendak menenggelamkan wajah di lekukan leher putihnya.
Xavier mengerutkan kening. Mata tajamnya berkilat dingin, dia bisa melihat gadis kecilnya berusaha menghindar dari sentuhannya. Dan dia tidak menyukai itu. "Mendekat kemari."
Serena meletakan cangkir berisi coklat panas ke atas meja besi di samping tempat duduk. Mengigit bibir bawahnya sebelum berdiri kemudian berjalan mendekati Xavier. Mengulurkan kedua lengan kurus yang terasa sangat lembut ketika di sentuh.
Xavier menarik sudut bibirnya bahagia, menarik uluran tangan gadis kecilnya. Lalu menggendong Serena dengan mudah, "Aku baru pergi selama dua minggu tapi tubuhmu menjadi sekurus ini, pelayan di rumah ini sepertinya tidak memperlakukan dirimu dengan baik selama aku tidak ada. Menurutmu, apa yang seharusnya aku lakukan untuk mendisiplinkan mereka semua, sayang?"
Serena bergetar di dalam pelukan Xavier. Rambut halusnya yang beraroma manis terlihat basah seolah dia kepanasan, menarik nafas dingin perlahan, dia mendongak memandang langsung pada wajah tampan Pamannya. "Itu bukan salah mereka, aku tidak berselera makan terlalu banyak Paman. Jangan hukum mereka."
Memegang erat pinggang kecil Serena, Xavier menjepit tubuh langsing gadis tersebut di bawah tubuhnya yang tinggi dan kuat seperti tembok. "Benarkah?" Wajahnya menurun, mendekat ke telinga kecil yang memerah, sengaja memberikan satu gigitan kecil. "Baik, kalau begitu, kau harus menerima hukuman atas nama mereka."
Mata Serena berkaca-kaca, "Paman... " Nada panggilannya mengandung ratusan keluhan menyedihkan.
Semenjak orang tuanya meninggal, mendiang Ibunya meminta Xavier agar merawat Serena dengan baik dan memastikan untuk mencarikan pasangan hidup yang baik bagi putrinya.
Namun semuanya tidak sesuai dengan permintaan terakhir Ibunya. Xavier bertindak tidak bermoral bahkan di umurnya yang masih kecil pada waktu, di usia muda, dia harus duduk di pangkuan Pamannya sembari menonton aksi pembunuhan di ruangan bawah tanah rumah besar ini.
Serena masih ingat jelas perasaan takut waktu itu. Dia menggigil, tubuh mungilnya yang halus dan putih ternoda darah para korban. Gaun merah muda indahnya kusut karena terlalu sering teremat oleh telapak tangan mungilnya. Wajah bayinya yang montok seperti boneka menatap horor pada sepotong manusia tanpa tubuh lengkap.
/0/6370/coverorgin.jpg?v=34811eaa7105cc22147ed5f3be95ae49&imageMogr2/format/webp)
/0/20606/coverorgin.jpg?v=c98e1c490cae7844ad7e903fdae0f8a1&imageMogr2/format/webp)
/0/24194/coverorgin.jpg?v=71fea6e49030124d4e252d221ef75f13&imageMogr2/format/webp)
/0/4771/coverorgin.jpg?v=8ec0d29754a1f5159cce6c56379d94fc&imageMogr2/format/webp)
/0/16363/coverorgin.jpg?v=fc2287daa4fb56ce42b3af69b4cc5a3e&imageMogr2/format/webp)
/0/27009/coverorgin.jpg?v=ca131d9dd77d0d922f63529aff22081b&imageMogr2/format/webp)
/0/13077/coverorgin.jpg?v=d8e07ba3c12f28a16dbd6bc435d73ff8&imageMogr2/format/webp)
/0/16578/coverorgin.jpg?v=5c6bf690f03fb1b0cd47f5aebbd1aab1&imageMogr2/format/webp)
/0/28849/coverorgin.jpg?v=2f2595ff56f34333fcc897e32861b070&imageMogr2/format/webp)
/0/19408/coverorgin.jpg?v=410fcd0ce85571fc0ed15a432792aff0&imageMogr2/format/webp)
/0/2472/coverorgin.jpg?v=1f978e01dcc271143061e6e2d194ee3f&imageMogr2/format/webp)
/0/29534/coverorgin.jpg?v=e74f7ca7b8e8e1d9999d9045968144a5&imageMogr2/format/webp)
/0/28627/coverorgin.jpg?v=512442193471ee120ffd07854d5e146f&imageMogr2/format/webp)
/0/27619/coverorgin.jpg?v=816b56e0ef458b81af339a6a5e5443d0&imageMogr2/format/webp)
/0/26256/coverorgin.jpg?v=8ee35ccce4feb43437eaef49fe6477d6&imageMogr2/format/webp)
/0/28623/coverorgin.jpg?v=07090975edcbd0da6513b8abcabea42a&imageMogr2/format/webp)