Cinta yang Tersulut Kembali
Mantan Istriku yang Penurut Adalah Seorang Bos Rahasia?!
Gairah Membara: Cinta Tak Pernah Mati
Kembalilah, Cintaku: Merayu Mantan Istriku yang Terabaikan
Permainan Cinta: Topeng-Topeng Kekasih
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Cinta Setelah Perceraian: Mantan Suami Ingin Aku Kembali
Cinta, Pengkhianatan dan Dendam: Godaan Mantan Istri yang Tak Tertahankan
Sang Pemuas
Kecemerlangan Tak Terbelenggu: Menangkap Mata Sang CEO
“Saya akan lunasi biaya operasi suami kamu. Tapi dengan satu syarat,” ucap seorang wanita tua yang masih terlihat cantik itu pada Alana. Wanita tua itu bernama Nita.
“Apa syaratnya, Ma?” tanya Alana dengan tubuh yang basah kuyup.
“Tinggalkan Andra. Dan pergi sejauh mungkin dari kehidupannya.”
Bola mata Alana membeliak. Ia terkejut dengan syarat yang diucapkan oleh ibu mertuanya. Meninggalkan Andra? Bagaimana mungkin.
Andra adalah suaminya. Terlebih saat ini lelaki itu sedang terbaring lemah di rumah sakit.
“Tapi aku tidak bisa melakukan itu, Ma. Aku tidak bisa meninggalkan Andra. Dia suamiku dan dia sangat membutuhkanku saat ini.”
“Andra anakku. Aku bisa merawatnya dengan baik,” tukas Nita cepat. “Dulu aku yang membesarkannya. Tapi setelah dewasa, dia malah jatuh ke dalam jerat perempuan miskin seperti kamu dan memilih pergi dari rumah ini. Sekarang lihat apa yang terjadi pada Andra? Kamu hanya bisa membawanya hidup susah. Kamu membuat Andra menderita. Jadi sebaiknya kamu tinggalkan dia. Biarkan Andra hidup bahagia dengan wanita yang lebih baik dari kamu,” lanjut Nita dengan nada tinggi.
Alana menggeleng. Berpisah dengan Andra? Membayangkannya saja Alana tidak sanggup.
Hujan masih mengguyur dengan deras, Alana hanya dibiarkan berdiri di depan pintu rumah. Sebab Nita tak akan pernah membiarkan Alana menginjakkan kaki di rumahnya yang megah.
“Aku dan Andra saling mencintai, Ma. Tolong jangan berikan syarat seberat ini. Aku berjanji akan berusaha membahagiakan Andra. Tolong jangan minta kami untuk berpisah. Apalagi saat ini aku sedang mengandung cucu Mama,” mohon Alana sambil menangis. Ia mengusap perutnya.
“Andra sudah tahu kamu hamil?” tanya Nita menyelidik.
Alana menggelengkan kepalanya. “Belum, Ma.”
“Bagus. Kalau begitu gugurkan,” cetus Nita tanpa perasaan.
Mata bening Alana membola, ia menggeleng dengan cepat.
“Tidak, Ma. Aku tidak mau membunuh bayi ini. Ini buah cinta kami, dia tidak berdosa.”
Nita berdecih dengan kesal. “Andra itu lelaki sehat. Dia masih bisa mendapat banyak anak dari wanita lain. Kalau kamu benar-benar sayang pada anak saya dan ingin dia sembuh. Maka tinggalkan dia dan pergi jauh dari kehidupannya. Hanya itu.”
Alana mengusap air matanya, kepalanya terangkat dengan wajah memohon.
“Aku tidak bisa meninggalkan Andra, Ma. Aku mencintainya,” ucap Alana.
Nita menyunggingkan sebelah sudut bibirnya. Tanda ia mengejek.
“Terserah kalau kamu tidak mau meninggalkan anak saya. Maka silahkan cari uang ke tempat lain,” ucap Nita lalu membalikan tubuhnya hendak masuk ke dalam rumah.
Alana terhenyak mendengar perkataan ibu mertuanya. Kemana lagi Alana harus mencari uang untuk biaya operasi Andra? Ia tidak memiliki sanak saudara untuk dimintai pertolongan. Sementara operasi Andra harus segera dilakukan malam ini juga. Jika tidak, nyawa Andra dalam bahaya.
Maka sebelum Nita benar-benar menutup pintu, dengan cepat Alana menahannya.
“Tunggu, Ma.”
“Ada apa lagi?” sentak Nita.
“Aku, aku bersedia meninggalkan Andra,” putus Alana pada akhirnya. Nita langsung menyunggingkan senyum kemenangan. “Tapi tolong bantu biayai operasinya, Ma. Dokter bilang Andra harus dioperasi secepatnya,” lanjut Alana.
Sebagai seorang istri, Alana tahu ini pilihan yang berat. Meninggalkan suami yang dicintai dengan keadaan hamil. Tapi apa yang bisa Alana perbuat? Saat ini hidup dan mati Andra bergantung padanya.
***
Alana terduduk di depan ruang operasi Andra, ia meremas buku jarinya dengan erat. Sementara salah satu tangannya memegang sebuah map yang harus ia tandatangani.
“Cepat tanda tangan! Kenapa lama? Kamu mau Andra lebih lama lagi mulai operasinya?” sentak Nita yang berdiri melipat kedua tangannya di depan Alana.
Alana mendongkak menatap Nita. Namun ibu mertuanya itu sama sekali tidak peduli dengan matanya yang sembab. Alih-alih pada janin yang sedang dikandungnya.
‘Maafin aku, Ndra. Aku terpaksa menandatangi surat cerai ini demi kesembuhan kamu. Sekali lagi aku minta maaf, Ndra. Aku cinta kamu,’ ucap Alana dalam hati.
Sebelum kemudian ia menggerakan tangannya untuk membubuhkan tanda tangan di atas kertas itu. Surat cerai yang telah dipersiapkan oleh ibunya Andra.
Melihat tangan Alana yang bergetar, senyum puas langsung tergambar di wajah Nita. Ia senang karena akhirnya Andra dan Alana berpisah. Maka Nita bebas menjodohkan Andra dengan wanita pilihannya.
“Sudah, Ma,” ucap Alana pelan setelah ia selesai menandatangani surat cerainya.
Nita merebut map itu kasar. Lantas senyumnya semakin lebar saat melihat tandatangan Alana di sana.
“Bagus. Sekarang kamu pergi dari sini,” usir Nita.
Alana bangkit berdiri dan menggeleng.