Cinta di Tepi: Tetaplah Bersamaku
Cinta yang Tersulut Kembali
Rahasia Istri yang Terlantar
Kembalinya Istri yang Tak Diinginkan
Kesempatan Kedua dengan Sang Miliarder
Pernikahan Tak Disengaja: Suamiku Sangat Kaya
Gairah Liar Pembantu Lugu
Dimanjakan oleh Taipan yang Menyendiri
Cinta yang Tak Bisa Dipatahkan
Sang Pemuas
Sudah seminggu ini Nazwa resah. Ia tak mengerti mengapa Rafi begitu keberatan dengan rencana pernikahannya dengan Kafka. Ia merasa ada yang Rafi inginkan darinya. Ia kenal tabiat Rafi. Nazwa masih saja termangu mengingat percakapannya dengan Rafi saat ia mengantar Salsabila dan Hanif ke rumahnya. Pekan ini adalah jatah Salsabila dan Hanif bersamanya, setelah beberapa pekan yang lalu mereka berada di rumah Rafi.
“Benar apa yang dikatakan Bila, kalau Kafka ingin menikahimu?" tanpa pengantar apapun, Rafi bertanya pada Nazwa yang betul-betul tak menduga kalau Rafi akan membahas masalah pribadinya.
“Mengarah ke sana. Sebetulnya kami sedang mempersiapkan segalanya,”urai Nazwa pelan.
“Secepat itukah hati kamu berubah terhadapku, Naz?” tanya Rafi.
“Maksudnya?" taut Nazwa tak mengerti.
“Ya. Secepat itu kamu bersedia menjalani hubungan menuju pernikahan. Padahal kita resmi berpisah baru dua tahun sepuluh bulan. Tapi kamu sudah melabuhkan hatimu pada orang lain!”sindir Rafi.
Nazwa beristighfar dalam hati mendengar ucapan Rafi. Laki-laki dewasa dihadapannya ini memang masih saja berfikir seperti anak-anak. Dimana semua orang harus mengerti dan mengabulkan setiap keinginannya.
“Raf, pertanyaan kamu tuh, lucu ya?!”ujar Nazwa menanggapi perkataan Rafi.
“Lucu?”Taut Rafi tak mengerti.
“Lucu! Karena perpisahan ini kan keinginan kamu sendiri. Kamu yang melepaskan aku. Kok sekarang kamu yang keberatan kalau ada orang yang berniat baik terhadapku,”cela Nazwa tak mengerti.
“Siapa yang keberatan?”sanggah Rafi.
“Kamu! Pertanyaan kamu yang berkaitan dengan perasaanku terhadap kamu, bukan artinya kamu keberatan kalau aku menyerahkan hatiku pada orang lain?" seru Nazwa balik.
“Aku hanya berpikir tentang anak-anak, Naz.”Kilah Rafi.
“Anak-anak? Ada apa dengan mereka? Aku lihat mereka bisa menerima Kafka. Lagi pula Kafka juga sayang dengan mereka. Ia menerima aku satu paket dengan anak-anak.” Nazwa menghela nafas sejenak. “Kamu tahu, bahkan ia yang meminta kami tidak menjalani hubungan ini terlalu lama karena adanya anak-anak. Kafka tidak ingin orang berfikir negative tentang stastusku yang janda ini.” tukas Nazwa lagi.
Rafi terdiam sejenak sebelum kembali bertanya. “Apa kamu sudah bertanya kepada anak-anak, apa pendapat mereka, Naz?”
“Belum. Mengapa memang?” taut Nazwa tak mengerti.
“Seharusnya kamu juga menimbang pendapat mereka, sebelum memutuskan kelanjutan hubunganmu dengan kafka. Mereka juga yang akan hidup bersama Kafka kelak. Bukan hanya kamu,” cibir Rafi.
Deg. Perkataan Rafi menyentak hatinya.
“Naz, kalau aku boleh tahu, apa yang membuat kamu memutuskan menikah dengan Kafka? Sebaik apakah Kafka di matamu? Apa yang kamu lihat dari seorang Kafka?” kali ini Rafi bertanya dengan suara pelan.