Login to Bakisah
icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
Hari Ke- 365
5.0
Komentar
94
Penayangan
5
Bab

Aku mengira, setiap pernikahan akan selalu Bahagia. Saling hidup Bersama dalam satu atap dan penuh akan cinta. Namun... kenapa pernikahanku berbeda? Hanya aku yang mencintai suamiku, namun aku tak melihat rasa cinta darinya. Bertahan adalah satu – satunya caraku untuk membuatnya membalas cintaku, namun... akankah caraku ini berhasil? Atau haruskah aku berhenti dan menyerah sampai di sini?

Bab 1 Kecewa

PRANK!

Gelas yang semula berdiri di meja kini jatuh akibat tangan sosok lelaki remaja yang tengah amarah. Ia memandang penuh benci kepada ibunya itu.

"Renan nggak mau ma!"

"Tapi Renan, ini semua demi kebaikan kita!" bentak sosok Wanita paruh baya yang kini berdiri di depan remaja yang diketahui Bernama Renan itu.

"Renan, kamu tidak kasihan dengan mama?"

"...,"

Diam... hanya itulah yang bisa dilakukan Renan untuk saat ini, ia sangat bimbang dengan apa yang di ucapkan oleh ibunya.

"Bukankah itu salah ayah?" tanya Renan dengan memincingkan matanya.

"Ayah dulu melakukan demi kebaikan kita,"

"Tapi sekarang apa? Renan yang harus berkorban demi ayah!"

PLAK

Satu tamparan melesat ke arah pipi Renan. Tamparan yang membuat hati Renan jauh lebih sakit.

"Ayah dulu seperti itu demi kamu! Kamu mau tinggal dimana kalau tidak meminjam uang dari keluarga mereka?"

"Tapi sekarang ayah mati duluan kan!" ucap Renan dengan memakai jaket dan kini dirinya meninggalkan ibunya yang masih memohon kepadanya.

"RENAN!"

"...,"

"Renan!"

Panggilan ibunya tak di grubris oleh Renan dan kini dirinya memilih untuk pergi dari rumah. Ia ingin menenangkan sedikit pikiranya. Dan tempat yang bisa ia kunjungi hanya satu orang yaitu kekasihnya.

Dengan sepedah motor bututnya ia mengarah ke rumah megah. Namun ia merasa heran dengan apa yang ia lihat.

"Kenapa ramai?" tanya Renan dengan bingung.

Renan kini hanya bisa memandang dengan suasana hati yang penasaran. Ia memakirkan motornya dengan tergesah – gesah dan segera masuk, namun ia dihadang oleh satpam yang bertugas di depan gerbang.

"Mana undanganya mas?"

"Undangan?"

"Iya, undangan buat membuktikan anda adalah tamu di pernikahan nona Barizza,"

DEG

"Nona Barizza?"

"Iya,"

Mendengar nama kekasihnya disebut, kini Renan samakin kacau.

"Tidak..." gumamnya tidak percaya.

Ia kemudian menerobos masuk, namun kedua satpam tersebut langsung mencegahnya.

"Lepaskan! Saya kekasihnya Barizza! Ya harus masuk!" pekiknya dengan kesal.

"Maaf, yang tidak ada undangan dilarang masuk!"

Dengan sekali hentakan Renan terseungkur di tanah. Ia benar – benar tidak diberi untuk masuk ke dalam rumah kekasihnya itu.

"Tidak..." gumamnya masih tidak percaya.

Ia kini membuka handphonenya dan kini dirinya ingin menelfon kekasihnya.

Namun tidak bisa.

"ARGHHHGH!" teriak Renan dengan kesal.

Renan sungguh tak kuasa menahan air matanya dan ia benar – benar lemah kali ini. Jika sebelumnya dirinya sangat bisa tidak menangis, tidak untuk hari ini. Dimana sandaran hidupnya telah memilih laki – laki lain tanpa sepengetahuanya.

Dengan lemas, Renan kini mengambil motornya dan melaju entah kemana.

Di perjalanan dia selalu berteriak dengan frustasi.

***

"Non," panggil salah satu pembantu yang ada di rumah besarnya itu.

"Kenapa bi?"

"Ini obat nona," ujarnya dengan memeberikan obat kepada nonanya yang kini sedang duduk di kursi.

"Hah~" helaan nafas berat sudah di dengar berkali – kali setiap akan minum obat.

"Boleh aku sehari saja tidak minum obat?" tanyanya kepada pembantunya.

"...,"

Tidak ada jawaban, karena memang ia harus meminumnya dan tidak ada pilihan lain.

"Hah~,"

Tidak ada pilihan lain, dua kapsul obat ia telan dengan berat hati.

"Sudah," ucapnya kepada pelayan.

"Baik nona, saya pergi dulu,"

Pelayan tersebut izin pamit untuk menyelesaikan tugasnya yang belum selesai, sedangkan perempuan yang habis meminum obat tersebut melemparkan tatapan nanar kepada langit, seakan – akan berharap sesuatu.

"Hah~ malam ini aku ingin mencari udara segar," gumamnya dengan lirih.

Ia pun kini bergegas untuk menemui sopir pribadinya, namun saat melewati ruang tamu, ia melihat sosok tegap yang kini memandangnya dengan penuh kasih sayang.

"Mau kemana sayang?" tanyanya dengan menghampiri sang gadis tadi.

"Mau jalan – jalan pa," ujarnya kepada sosok lelaki tegap yaitu ayah kandungnya.

Panji Laurent Wijaya – ayah sang gadis tersebut memandang anaknya dengan penuh kekhawatiran.

"Sudah meminum obat?" tanyanya.

Sang gadis hanya memutar bola mata bosan.

"Sudah Ayah ," ujarnya dengan senyum yang dipaksakan.

"kalau begitu istirahat saja ya?"

"Tapi ayah, aku ingin jalan – jalan sebentar," pinta gadis tersebut dengan memohon.

"Mau jalan – jalan kemana hm? Ayah temani?"

Panji menawari anak perempuan satu – satunya itu, bagaimana tidak, dirinya sangat khawatir kalau anaknya pergi sendirian.

"Ayah, aku tidak sekarat, tolong jangan seperti ini, aku juga ingin menikmati masa mudaku, lagian aku hanya jalan – jalan mencari angin yah, bukanya kemana- mana," Ujar gadis tersebut dengan sedikit kesal.

"Tapi ini mendung, nanti kalau hujan?" tanya Panji seakan tidak menyerah untuk mencegah anaknya agar tidak jadi keluar.

Namun, gadis remajanya tersebut tidak menggubris dan malah mengambil langakah pelan.

"Ayah bicara seperti aku tidak berada di mobil saja," ujarnya kemudian pergi meninggalkan ayahnya yang menggelengkan kepala menatap kepergian dirinya.

"Memang kamu keras kepala seperti ibumu nak," gumamnya dengan tersenyum, ada rasa rindu yang mendalam Ketika dirinya mengingat akan almarhum istrinya.

Istrinya sudah meninggal saat anaknya lahir ke dunia, meskipun ia terpukul akan kehilangan istrinya, namun dirinya sadar bahwa ada malaikat kecil yang dititipkan kepada dirinya.

Panji hanya bisa pasrah dan kini dirinya melangkahkan kaki ke arah kamar, dirinya ingin istirahat sejenak.

mobil Civic keluaran terbaru itu terlihat bersih dan mulus. Tanpa ragu dia menaiki mobil tersebut.

"Non!"

Seseorang lelaki menatapnya dengan khawatir.

"Apa pak?"

"Biar saya antar, nona kan sakit."

"Apa aku terlihat lemas?" sarkasnya balik kepada sopir pribadinya.

"Tidak non, tapi saya di marahi tuan nanti," ujarnya dengan takut.

"Nanti kalau di marahi ayah, bilang saja ke saya pak," Ucapnya dengan enteng.

"Tap-"

"Sudah pak, saya berangkat dulu."

BRUM...

Mobil tersebut melaju dengan pelan meninggalakan rumah yang mewah tersebut.

Dengan melaju dengan pelan menyusuri jalan – jalan yang kini senggang karena mendung . semua penghuni jalanan mungkin tidak ada yang keluar karena melihat langit yang sekan – akan menuangkan semua bebanya.

"Ahh~ begini kan enak," gumamnya dengan terus menyetir di sepanjang jalan. Ia tidak tahu kapan terakhir dirinya bisa merasakan bebas, biasanya ayahnya selalu menyuruh sopir untuk mengantarkan dirinya. Dan kali ini, dimana umurnya sudah menginjam 21 tahun, diirnya bisa membawa mobil sendiri tanpa dampingan sopir pribadinya.

Ia kini memandang sebuah taman dan tanpa ragu – ragu dirinya kini menepikan mobilnya di halaman taman.

Gadis yang mempunyai ramput pendek yang halus bewarna kecoklatan itu pun menghirup udara malam yang segar.

"Hah~ segarnya... andai dari dulu aku boleh seperti ini," gumamnya dengan menyibakkan anak rambut yang menjulang ke wajahnya akibat angin kencang.

Pandanganya pun kini teralihkan ke langit yang sudah sangat gelap, angin berhembus menerpa dedaunan pohon.

"Sepertinya akan huj-"

ZRASSSH

Belum sempat berkata – kata, hujan sudah turun dengan deras.

"Astaga!"

Gadis tersebut langsung masuk ke dalam mobil. Ia memandang langit yang mnegguyur bumi dengan sangat deras.

Mata gadis itu memandang derasnya hujan, namun ia seperti mendengar sayup – sayup suara teriakan di antara ritikan hujan yang menghantami bumi.

"Suara apa itu?" gumamnya Ketika mendengar suara sayup – sayup.

Ia menghiraukan suara tersebut.

"AAAAAAAAAAAA!!!!!"

DEG

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku