"Semua uang ini jadi milikmu, asal kamu menikah dengan saya dan lahirkan bayi laki-laki!" Zada Kamaliya dihadapkan pada permintaan tak biasa atasannya, Arshaka Mumtaz. Ia diminta untuk menjadi istri pria itu kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki dan diberikan imbalan uang serta banyak aset lainnya. Tentunya, tawaran Arshaka ditengah kebingungan Zada mencari uang pengobatan Ibu-nya jadi cukup menarik untuk diterima. Meski Zada tau, pernikahan bukanlah permainan. Sampai keduanya tiba di satu titik yang di mana perasaan keduanya mulai diombang-ambingkan keadaan, bersama dengan cobaan yang silih berganti datang. Mulai dari Keluarga, Orang tua, mantan kekasih, orang ketiga sampai masyarakat. Lantas, berakhirkah pernikahan kontrak mereka setelah Zada berhasil melahirkan bayi laki-laki? Atau malah membuat keduanya berubah pikiran dan meresmikan hubungan yang sudah berjalan?
BRAK!
"Uang ini jadi milikmu, asal kamu mau menikah dengan saya!"
Bola mata Zada melebar seiring melihat seberapa banyak jumlah uang yang ditawarkan kepadanya juga siapa orang yang menawarkannya.
Kepalanya yang tertuju pada koper berisi uang di atas meja kemudian terangkat, menatap seorang pria tampan yang saat ini sedang duduk di balik meja kerjanya, menatap ke arah dirinya dengan tatapan serius.
"Mak---maksud Bapak apa ya?" tanya Zada terbata. Beberapa kali ia menelan salivanya, tidak habis pikir dengan tawaran yang Zada dapat pagi ini.
Ini ...dia tidak mimpi 'kan?
"Kamu paham betul maksud saya, Zada! Kamu butuh uang dan saya butuh istri, jadi bagaimana jika kita bekerjasama?"
"Dari mana Bapak tau kalau saya perlu uang?"
Pria di hadapan Zada pun tersenyum. Tangannya menarik salah satu laci di bawah meja, mengeluarkan beberapa lembar foto yang langsung di jejerkan tepat di samping koper berisi uang tersebut.
Di mana foto itu menunjukkan Zada tengah ada di sebuah Rumah Sakit dengan wajah bingung dan sedih. Melihat apa yang pria itu tunjukkan, Zada kembali menatapnya, membuat senyum pria itu melebar.
"Kamu cuma punya dua pilihan, Zada. Menikah dengan saya dan seluruh biaya pengobatan Ibu kamu saya tanggung, atau tetep hanya menjadi Sekertaris saya dengan resiko Ibu kamu tidak selamat!"
"Pak..." Zada menggeleng pelan, air matanya mulai merembes tiap kali ia mengingat bagaimana kondisi sang Ibu yang semakin parah.
Sementara, semua tabungan Zada selama bekerja di Perusahaan ini sudah habis untuk biaya pengobatan yang sebelumnya, membuat Zada harus mengambil pekerjaan extra.
Dan akibat mengambil pekerjaan extra itu, kini Zada dihadapkan dengan pilihan yang rumit.
"Begini saja, Zada. Kamu boleh bawa dulu uang ini sambil memikirkan jawaban yang akan kamu berikan kepada saya. Selama berpikir itu, setidaknya kamu sudah memegang uang. Dan yang terpenting, kamu tidak perlu menari di atas meja bar malam-malam menggunakan pakaian minim. Kamu bisa masuk angin."
Zada tersedak air liurnya sendiri mendengar ucapan Arshaka. Pria yang menawarkan dirinya sebuah kerjasama selain hanya bekerja sebagai Sekertarisnya.
"Ba--bapak tau dari mana?" tanya Zada terbata, ia tidak menyangka jika pekerjaan extranya diketahui oleh orang lain, termasuk Arshaka yang tidak lain adalah atasannya sendiri.
Sementara Arshaka hanya tersenyum, kedua tangannya sudah bertumpu di atas meja dan saling terpaut satu sama lain, menatap Zada dengan lekat hingga gadis itu dibuat kembali menunduk.
Zada malu, tentu saja. Tapi Zada tidak bisa mengelak dengan apa yang Arshaka katakan, pasalnya apa yang Arshaka bilang semuanya benar.
"Gak penting saya tau dari mana, yang pasti saya punya tawaran buat kamu. Dan saya jamin, tawaran yang saya berikan ini jauh lebih baik dari pada kamu harus bekerja di Sky Blue."
Menahan napas, Zada melirik isi koper yang ada di hadapannya. Jika dilihat dari jumlahnya, Zada membenarkan jika tawaran Arshaka tidaklah buruk. Tapi menukar uang dengan menjadi istri Arsha, apakah baik?
"Tenang, kamu tidak akan terikat lama dengan saya, Zada. Hanya setahun atau dua tahun saja, sampai kamu bisa memberikan saya anak dan orang tua saya cucu. Setelahnya, kamu bebas."
"Anak?"
"Benar! Kamu hanya perlu melahirkan satu bayi laki-laki untuk saya, dan setelahnya kamu bisa mengajukan cerai."
"Cerai?!" pekik Zada dengan mata melotot tak percaya, yang dengan cepat Arshaka jawab.
"Benar, cerai! Tapi tenang saja, saya tidak akan seperti kacang lupa kulitnya. Setelah bercerai, kamu tidak akan kembali seperti sekarang. Akan saya berikan beberapa aset juga Perusahaan Cabang untuk kamu pegang. Saya akan tetap jamin kebutuhan kamu serta Ibu mu itu, asal seperti yang tadi saya katakan. Menikah dengan saya, lahirkan bayi laki-laki lalu boom! Hidup mu berubah. Tertarik?"
Zada menggigit bibir bawahnya. Ia sadar ini tawaran yang sangat menarik. Tapi Zada pun tau, mempermainkan pernikahan bukanlah hal yang benar.
Melihat Zada terlalu lama berpikir, Arshaka pun menutup kembali koper berisi uang yang ia tunjukkan kepada Zada, membuat Zada membuka mulutnya siap bicara, hanya saja suaranya tidak sanggup keluar.
Ia meringis kecil saat matanya tidak bisa lagi melihat uang tersebut. Jari-jarinya bertaut saat kembali mengingat apa yang Dokter katakan soal kondisi sang Ibu.
"Operasi harus segera dilaksanakan, dan biayanya jauh lebih mahal dibandingkan operasi sebelumnya."
"Tolong siapkan dananya dalam seminggu ini, kondisi Ibu Mariam harus segera mendapat penanganan, atau jika tidak beliau tidak akan selamat!"
Zada memejamkan matanya kuat yang di detik berikutnya ia kembali menatap Arshaka, membuat pria itu menaikan salah satu alisnya, menunggu jawaban dari Zada.
Tapi hingga beberapa waktu berlalu, Zada tetap bungkam, membuat Arshaka lantas membuang napas dan menarik tubuhnya mundur, bersandar di kursi kebesarannya sambil menukar pandangan dengan Zada.
"Saya rasa kamu masih ragu ya, Zada? Bagaimana kalau begini saja, bawa saya menemui Ibu kamu. Saya yang akan bicara langsung dengan beliau. Haaa...."
Arshaka menghentikan Zada yang sudah membuka mulutnya, berniat menjawab kalimatnya yang belum sepenuhnya selesai.
Ia juga mengacungkan satu jarinya, menggeleng pelan agar Zada tetap diam. Dan setelah, Arshaka kembali melanjutkan kalimatnya yang tertunda.
"Tentunya saya akan skip bagian jika kita bekerjasama sama. Karena hal itu hanya boleh kamu dan saya saja yang tau. Bagaimana?"
Zada menipiskan bibirnya, berusaha mengambil keputusan yang tepat untuk keberlangsungan hidupnya setelah ini.
Dan keputusan yang Zada ambil adalah...
"Ma, ada yang mau ketemu."
Zada berjalan pelan masuk ke dalam ruang rawat Mariam, tentunya ia datang hari ini tidak sendiri. Ia membawa seseorang yang sejak tadi berhasil membuat hati dan pikirannya tidak tenang.
Bukan karena jatuh cinta, tapi karena tawaran pria itu kepadanya, membuat Zada harap-harap cemas. Hingga keputusan awal pun Zada ambil. Ia pada akhirnya membawa Arshaka datang ke Rumah Sakit guna menemui sang Mama yang tengah terbaring lemas di atas ranjang Rumah Sakit.
"Zada, siapa ini?" tanya Mariam dengan mata berbinar. Wanita paruh baya itu terlihat seperti terharu, karena untuk pertama kali Zada--putrinya datang membawa seorang pria kehadapannya.
Sedangkan Zada yang mendengar pertanyaan sang Mama melirik Arshaka sekilas, kemudian kembali menatap Mariam dan berniat menjawab pertanyaan wanita itu kepada dirinya.
"Ini Ma, ini Pak Ar---"
"Saya Arshaka, kekasihnya Zada. Salam kenal, Tante!"
Zada menoleh cepat, wajahnya kaku mendengar ucapan Arshaka kepada sang Mama. Pria itu tidak bilang jika ia datang untuk melakukan hal ini, ia pikir Arshaka datang hanya untuk berkunjung.
Dan lihat sekarang, bagaimana senangnya Mariam mendengar ucapan Arshaka tadi kepada wanita itu.
"Pacarnya, Zada?" tanya Mariam lagi, ingin memastikan jika ia tidak salah dengar. Dan saat melihat Arshaka tersenyum sambil mengangguk, Mariam dengan cepat menoleh dan menatap Zada senang.
"Astaga Zada! Kamu ternyata sudah punya pacar? Kok gak pernah cerita sama Mama? Ya ampun Zada, Mama ikut seneng dengernya!"
"Tapi Ma, ini bukan seperti apa yang Mama---"
"Zada gak pernah cerita, Tante? Bahkan saya udah ajak Zada nikah loh, belum cerita ya dia?" ucap Arshaka lagi, membuat bukan hanya wajah Zada saja yang kaku, tapi juga seluruh tubuhnya.
Apalagi saat melihat bagaimana wajah Mariam yang begitu bahagia karena berita yang dibawa Arshaka kepada wanita malang itu, membuat Zada kehabisan kata-kata.
***
Bersambung...
Salam Sayang, Nak Baik.
Paipai.