Bagi Diana, cinta adalah nomor kesekian. Memang sulit baginya untuk tidak menyukai Arga, yang ternyata memiliki perasaan yang sama padanya sejak kelas 10. Walau begitu, ia tetap menolak Arga sejak Arga menyatakannya di hadapan satu sekolah di saat mereka sudah kelas 12 di mana waktunya menata masa depan. Bisakah Diana menahan diri untuk tidak berpacaran sesuai ucapannya? Lalu bagaimanakah perjalanannya di masa kuliah sebagai mahasiswa baru sampai akhirnya harus bertemu dengan senior yang menyebalkan? Akankah hatinya tetap pada Arga atau malah Diana membuka hatinya untuk orang baru? Apakah nantinya Diana berakhir pada Arga yang terus berusaha memilikinya, atau malah dengan laki-laki lain yang juga berusaha untuk mendapatkannya? Dan, bagaimanakah Arga saat ia jauh dari Diana? Kemudian, apa yang terjadi pada Diana bersama Bara, senior kampusnya yang terkenal galak juga badboy? Apakah Diana mampu menahan dirinya dari gairah seniornya yang semakin lama semakin terlihat?
"Gue suka lo, Diana!" teriak Arga di depan teman-teman sekolahnya yang tengah sedang beristirahat.
Diana yang sedang mengobrol dengan beberapa temannya di lapangan yang tersedia bangku panjang pun menoleh. Semuanya mendadak hening lalu tak lama suara sorakan terdengar meriah.
Diana menoleh ke semua teman-temannya dan dia menggeleng-gelengkan kepalanya karena teman-temannya bertanya-tanya ada apa di antara dirinya sampai Arga menyatakan perasaannya.
"Iya! Gue suka lo, Diana! Lo nggak salah dengar!" lagi, teriak Arga.
Diana menepuk keningnya karena merasa apa yang Arga katakan itu sangat bodoh. "Ayo, terima Diana!" beberapa yang lainnya berteriak agar Diana menerima pernyataan cinta Arga.
Namun Diana mengabaikannya dan memilih menuju kelasnya yang disusul teman-temannya yang lain. Padahal ia sebenarnya menahan malu tapi Diana mencoba memasang wajah kebalnya.
Sampai saat di kelasnya, ia duduk di mejanya dan terkejut karena Arga menyusulnya juga, membuat teman-temannya berada di belakang Arga.
"Gue suka sama lo sejak kelas 10, Di. Gue nggak bisa berhenti untuk nggak suka lo," jelas Arga padanya.
Namun Diana masih diam dan memilih tidak menjawabnya. Ia sendiri bingung harus bagaimana menjawabnya jika di hadapan teman-temannya seperti ini.
"Di, jawab saja. Tolak juga nggak apa-apa kalau lo belum siap," ujar Hani, salah satu temannya.
Arga lalu menoleh ke Hani dan memelototinya. "Diam lo, Han. Dia pasti juga suka sama gue," kata Arga dengan percaya diri.
Tiba-tiba Diana tertawa keras membuat yang lain tercengang mengapa Diana tertawa seperti orang gila yang dengan dadakan seperti itu.
"Percaya diri banget sih lo, Ga. Gue nggak pernah suka sama lo! Asal lo tahu itu, ya! Jangan dipikir lo cowok populer di sini lantas membuat gue suka sama lo. Nggak sekali pun!" jelas Diana akhirnya.
Arga diam seribu bahasa. Ia yang tadinya bersimpuh dengan setangkai mawar putih untuk Diana, kini berdiri dan menatap Diana dengan tatapan yang tajam. Perasaannya merasa malu karena baru kali ini ia ditolak oleh wanita yang disukainya, di hadapan teman-temannya.
"Lo yakin? Lo nggak menyesal nantinya?" tanya Arga yang mana nada suaranya sudah berubah.
"Hmm ... ya. Sangat yakin."
Arga lalu pergi dan mematahkan tangkai mawar itu lalu melemparnya asal. Diana sebenarnya terkejut melihat respons Arga, tapi ia terlihat biasa saja dan baru bisa bernafas lega.
***
Selepas sekolah selesai, Diana keluar kelas bersama teman-temannya dan merencanakan untuk belajar bersama untuk ujian nasional. Mereka merencanakan belajar bersama di rumah Diana dan Diana tidak keberatan untuk itu.
Sebuah bola basket yang memantul ke arahnya dengan perlahan berhenti tepat di kedua kakinya saat ia melewati lapangan basket. Diana menoleh ke bawah dan mengambil bola itu. Lalu ia melihat sekumpulan anak-anak basket, termasuk Arga ada di sana, menunggu Diana melemparkannya kembali.
"Di, lempar!" teriak Aris.
Diana bukannya menatap Aris, malah matanya terpaku pada Arga yang menatapnya dalam diam dengan keringat yang membasahi kepala rambutnya.
"Di! Lo bengong apa, sih?" tanya Amel. "Cepat lempar ke mereka!"
Diana terkejut dan ia pun melempar balik bola basket itu ke arah anak-anak basket yang ternyata diterima Arga. Ada suasana mencekam di antara keduanya walau yang lain bersorak satu sama lain lantaran mereka seperti mengira Diana sengaja melemparnya ke arah Arga.
Cepat-cepat Diana berlalu dari sana dengan jantung berdegup kencang.
"Lo sengaja ya, lempar itu ke Arga?" tanya Sinta.
"Nggaklah. Itu reflek saja, kok."
"Hmm, kita kira begitu," sambung Hani dan yang lainnya mengangguk.
"Terus, lo beneran nggak suka dia? Parah banget ih, kalau nggak suka si Arga," tanya Sinta.
Sayangnya Diana memilih untuk tidak menjawab pertanyaan Sinta yang mewakili teman-temannya. Baginya, ia enggan membagi apa yang ia rasakan pada teman-temannya lantaran ia tahu tidak semua orang tahu bagaimana ia merasakan sesuatu.
Jamuan makanan dan minuman yang di siapkan Paula, Ibu Diana, hampir mendekati habis oleh teman-temannya Diana. Mereka lebih banyak makan dan minumnya ketimbang belajar seperti yang mereka janjikan.
Wanita jika berkumpul dengan satu niat, pastilah akan timbul hal-hal yang baru seperti gosip. Diana yang lebih rajin dari pada lain pun fokus pada apa yang ia pelajari. Pikirnya, setidaknya ada yang waras dan bisa menjelaskan materi yang mereka pelajari pada teman-temannya yang lebih banyak fokus pada gosip.
"Wah, makasih ya, Tante buat jamuannya, he he he. Maaf ya, kalau kedatangan kita merepotkan," ujar Hani dengan sopan mewakili yang lain.
"Iya, Tante. Makasih banyak loh, ya. Next time kami akan ke sini lagi," sambar Sinta di sambung Amel.
Diana menggeleng-gelengkan kepalanya melihat tingkah temannya. "Next time harus belajar dulu baru di siapkan jamuan ya, Ma!" ancam Diana dengan maksud canda.
"Ih, apaan sih, Di! Jahat banget, lo! Ya, sudah ... kita pulang dulu, ya."
Ketiga temannya berpamitan dan bersalaman dengan Paula. Diana menuntun mereka sampai depan gerbang dan melambaikan tangannya pada mereka yang menjauh dari pandangannya.
***
Pagi-pagi sekali Diana sudah sampai sekolahnya di antar oleh sopir pribadinya. Ia sengaja datang lebih pagi karena berniat meminjam buku di perpustakaan dan berniat membacanya lebih awal sebelum bel masuk berbunyi.
Ternyata tidak hanya dirinya yang singgah ke perpustakaan. Ada beberapa anak dari kelas lain yang tengah belajar dan beberapanya seperti menyalin tugas temannya.
Mata Diana bertemu dengan mata Arga secara tak sengaja. Mereka saling bertatapan dalam beberapa detik sampai Diana berbalik dan menuju barisan buku sesuai yang sedang ia cari.
"Jadi lo mau sampai kapan diam sama gue?" tanya Arga tiba-tiba dengan suara pelan.
Diana menoleh ke kanan dan kirinya, memastikan bahwa orang yang Arga ajak bicara adalah dirinya. "Apa sih, Ga? Ganggu saja."
"Ganggu? Lo muncul cuma lihat gue. Kemarin juga cuma lihat gue. Kita saling pandang-pandangan, Di. Dan gue tahu lo pasti merasakan hal yang sama kayak gue, kan? Lo cuma malu mengakuinya, kan?" sambar Arga.
Diana berdecak namun matanya tetap melihat-lihat buku yang ia incar. "Mana, ya?" tanyanya lebih pada dirinya sendiri.
"Cari apa lo?" Tanya Arga.
"Novel romansa terjemahan."
"Apa judulnya?" tanya Arga memancing, masih menatap Diana.
"Cinta Yang Dipertaruhkan," jawab Diana singkat.
Tiba-tiba satu tangan Arga naik ke atas menunjukkan novel yang dicari Diana. Novel itu ada digenggamannya. Diana membelalakan matanya dan menyambarnya. Sayangnya tidak mudah karena Arga menghalanginya.
"Lo tahu itu yang gue cari?" tanya Diana kesal.
"Bahkan gue tahu ukuran bra lo berapa, Di," jawab Arga yang membuat wajah Diana merah padam.
"Siniin. Gue lagi mau baca itu!" seru Diana dengan pelan dan menahan malunya.
Arga menggelengkan kepalanya dan menyembunyikan novel itu ke balik tubuhnya. Ia membiarkan Diana memberontak dan kemudian merasa menyerah.
"Karena gue tahu novel ini nggak akan tercetak lagi, jadi gue jadiin jaminan buat lo agar jawab pertanyaan gue di awal," kata Arga.
"Duh, yang mana? Percepat ajalah!"
Baru beberapa menit bicara saja Diana sudah lupa akan topik yang tadi di bahas oleh Arga. Membuatnya sedikit gemas namun kesal juga.
"Lo suka gue juga atau nggak?" tanya Arga mengulanginya.
Diana tidak punya waktu banyak untuk semua ini. Ia lebih memilih novel itu dibanding yang lain. Tapi pertanyaan Arga itu bukan pertanyaan main-main. Terpaksa Diana pun menjawabnya.
"Iya. Gue juga suka sama lo. Tapi itu nggak akan mengubah keadaan, Ga. Gue nggak bisa pacaran sampai gue benar-benar menghasilkan uang sendiri. Lo paham?"
Bab 1 Chapter 1 - Dan Ternyata Cinta
16/07/2022
Bab 2 Chapter 2 - Cinta Tak Butuh Alasan
16/07/2022
Bab 3 Chapter 3 - Sebuah Komitmen
16/07/2022
Bab 4 Chapter 4 - Ditinggal Ketika Lagi Sayang
16/07/2022
Bab 5 Chapter 5 - Senior Itu Bernama Bara
16/07/2022
Bab 6 Chapter 6 - Ulah Senior
16/07/2022
Bab 7 Chapter 7 - Terpaksa Tanggung Jawab
16/07/2022
Bab 8 Chapter 8 - Permintaan Maaf
16/07/2022
Bab 9 Chapter 9 - Pesan Berisikan Foto Panas
16/07/2022
Bab 10 Chapter 10 - Apakah Artinya Mereka Mulai Dekat
16/07/2022
Bab 11 Chapter 11 - Antara Komitmen dan Kenikmatan
17/07/2022
Bab 12 Chapter 12 - Mulai Merasa Nyaman
18/07/2022
Bab 13 Chapter 13 - Patah Hati Membuat Seseorang Berubah
18/07/2022
Bab 14 Chapter 14 - Pertama Kalinya
18/07/2022
Bab 15 Chapter 15 - Gairah Sang Senior
18/07/2022
Bab 16 Chapter 16 - Memantau Dari Jauh
19/07/2022
Bab 17 Chapter 17 - Menunggu Di Tempat Sepi Dengan Sedih
20/07/2022
Bab 18 Chapter 18 - Dia ... Yang Tak Pernah Terima Penolakan
20/07/2022
Bab 19 Chapter 19 - Tak Ingin Kehilangan Dirinya
21/07/2022
Bab 20 Chapter 20 - Sebuah Kejujuran Yang Hina
21/07/2022
Bab 21 Chapter 21 - Cemburu Tapi Tahu Diri
23/07/2022
Bab 22 Chapter 22 - Diujung Kenikmatan
23/07/2022
Bab 23 Chapter 23 - Ekpektasi Yang Berlebihan
23/07/2022
Bab 24 Chapter 24 - Tentang Dia & Dirinya
23/07/2022
Bab 25 Chapter 25 - Dahsyatnya Sebuah Permainan
23/07/2022
Bab 26 Chapter 26 - Nasehat Seorang Ibu
25/07/2022
Bab 27 Chapter 27 - Dosa Terindah
25/07/2022
Bab 28 Chapter 28 - Cintanya Seorang Pria Pada Wanitanya
25/07/2022
Bab 29 Chapter 29 - Puncak; Sebuah Tempat Kenikmatan
25/07/2022
Bab 30 Chapter 30 - Semua Orang Berhak Bahagia
01/08/2022
Bab 31 Chapter 31 - Sama-Sama Merasakan Hal Yang Sama
02/08/2022
Bab 32 Chapter 32 - Keputusan Untuk Memperjuangkan
03/08/2022
Bab 33 Chapter 33 - Rindu
04/08/2022
Bab 34 Chapter 34 - Cinta Tak Pernah Segila Ini
05/08/2022
Bab 35 Chapter 35 - Dia Si Penyemangat
06/08/2022
Bab 36 Chapter 36 - Bully
09/08/2022
Bab 37 Chapter 37 - Tumbuhnya Rasa Balas Dendam
09/08/2022
Bab 38 Chapter 38 - Rasa Trauma Yang Masih Ada
11/08/2022
Bab 39 Chapter 39 - Meledak Untuk Jiwa Yang Indah
13/08/2022
Bab 40 Chapter 40 - Tanpa Suara, Nikmat Tetap Akan Terasa
13/08/2022