icon 0
icon Pengisian Ulang
rightIcon
icon Riwayat Membaca
rightIcon
icon Keluar
rightIcon
icon Unduh Aplikasi
rightIcon
5.0
Komentar
584
Penayangan
1
Bab

Adinda Sajidha tiba-tiba kepincut pesona salah satu teman Papanya yang masih melajang, padahal sudah kepala tiga. Eiits! Bukan karena nggak laku, ya, emang dasarnya sosok Erlangga Kusuma yang rada pemilih dan selektif. "Duh, Om, kok Adin jadi suka, ya?!"

Bab 1 Cherry!

"Temannya Papa jadi nginep, Ma?" tanya Adin pada sang Mama yang sedang menyiapkan sarapan.

"Jadi, dong, makanya Papa Kamu sibuk banget, bahkan sampai nggak sempet sarapan, soalnya Om Elang pagi-pagi udah minta dijemput di bandara."

Erina, Mama Adin, menjawab sambil masih sibuk dengan masakannya.

Dua hari belakangan ini memang Papa Adin, Adrian, kelihatan sibuk sekali, lantaran sang sahabat karib sekaligus adik tingkatnya dulu saat kuliah akan ke Indonesia dan menginap di rumahnya.

Dari yang Adin dengar saat Papanya bercerita, sosok pria bernama Erlangga Kusuma itu adalah salah satu CEO dari agensi ternama yang menaungi banyak model dan artis terkenal, baik di luar maupun dalam negeri. Namanya juga sering dimuat di koran dan majalah yang Adin baca.

"Berapa lama, Ma?" tanya Adin lagi.

Seorang Adina Meysha yang pemalu dan agak sulit berteman, tentu saja nantinya akan sedikit risih dengan keberadaan orang baru di rumahnya. Oleh sebab itu, dia perlu tahu, sampai kapan si Om Elang ini akan menginap di rumahnya.

"Kayaknya dua bulanan, deh, sampai urusannya di Indonesia selesai," jawab Erina santai, dia tidak memerhatikan wajah anaknya yang mulai memucat karena mendengar pernyataannya barusan.

"Dua bulan?" monolog Adin linglung.

Yang benar saja?! Dua bulan itu bukan waktu yang sedikit, membayangkan kalau dia harus tinggal bersama orang asing selama waktu yang lumayan panjang membuat Adin ngeri sendiri.

"Emang kenapa, sih? Ini kesempatan Kamu loh, Din, supaya bisa bergaul sama orang lain, lagian Om Elang juga nggak tua-tua amat, kok," ucap Erina setelah sadar kalau anaknya terlihat keberatan dengan apa yang dia katakan barusan.

"Kok lama banget, sih, Ma? Kenapa dia nggak tinggal di apartemen atau sewa hotel aja?" tanya Adin lagi.

Erina tersenyum kemudian menjawab pertanyaan Adin, "tadinya, sih, gitu. Tapi, papa Kamu ngajak Om Elang buat tinggal di rumah kita supaya lebih gampang aja, dia kan udah lama nggak di Indonesia, pasti kesusahan, dong. Hitung-hitung juga kita bantu orang, kan, nak?"

"Iya sih, Ma. Tapi ...."

"Nggap apa-apa sayang, Om Elang nggak gigit, kok," canda Erina dengan jahil.

"Eh?!"

***

"Kenalin, Din, ini teman Papa, dia dulu adik tingkat Papa waktu kuliah, loh. Namanya Erlangga Kusuma." Adrian tersenyum sambil menatap Adin.

Di samping Adrian tengah berdiri seorang Elang yang menatap ke arah Adin dengan tatapan dalam dan dengan jelas menunjukkan kalau dia tertarik.

"Elang." Sebuah tangan terulur mengajak Adin bersalaman.

Adin mendongak dan menatap pria itu yang kemudian diakhiri dengan decakan kagum karena sosoknya yang sangat memukau.

Nama pria itu memang boleh terkesan sangat Indonesia, Erlangga Kusuma, tapi postur tubuh dan wajahnya sangat bule alias sudah seperti orang-orang keturunan barat.

Badan tegap, tinggi, rambut pirang dan tatapan sensual yang sexy dari pria dewasa tersebut, berhasil membius Adin dengan telak.

"Din!" Adrian langsung menegur putrinya karena tidak balas menyalami Elang dan malah fokus memandang dengan menilai saja.

Tatapan Adin pada Elang persis ketika gadis itu melihat sebuah kue coklat, makanan favorit sang anak sejak masih kecil.

"E-eh, m-maaf. Saya Adin, Om." Adin menyambut tangan Elang dengan sedikit gemetar lantaran malu, kikuk, dan gugup.

Huuuft!

Adin berusaha menetralkan napas dan detak jantungnya yang menggila. Baru saja gadis itu ingin menyudahi acara salaman mereka saat dia merasakan sebuah belaian pelan pada telapak tangan bagian dalamnya.

Adin tersentak dan mendongak menatap pada Elang dan mendapati kalau pria tersebut sedang tersenyum menyeringai padanya.

'Hi, Cherry."

Walaupun Elang hanya menggerakkan bibirnya saja dan tidak mengeluarkan suara apa pun, Adin masih bisa menangkap maksud dari perkataan pria tersebut dengan jelas.

Adin berkeringat dingin lantaran Elang mengatakan Cherry dengan cara paling sensual yang pernah dilihatnya sambil menatap lekat ke arah bibirnya dengan penuh minat.

Ugh! Adin merasakan pipinya panas, bahkan sampai telinga dan lehernya juga.

Damage yang dihasilkan Elang sangat besar untuk Adin, walaupun mereka baru bertemu.

***

Entah kebetulan atau tidak, kamar Elang dan kamar Adin itu bersebelahan. Sebelum menuju ke kamarnya, Adin harus melewati pintu kamar pria sexy itu dulu yang berada di dekat tangga.

"Kira-kira dia udah tidur ngga, ya?" tanya Adin pada dirinya sendiri saat sudah selesai makan malam dan ingin ke kamarnya.

Adin sengaja makan dengan lambat supaya tidak disuruh bareng ke lantai atas tempat kamarnya berada bersama Elang oleh sang Mama.

"Mudah-mudahan aja udah tidur," ujar Adin sambil melangkah dengan hati-hati menaiki tangga, takut kalau suara langkah kaki sekecil apa pun bisa membuat sosok Elang muncul di hadapannya.

Adin tidak siap, tidak setelah kejadian memalukan tadi siang, ketika saat itu dia lari terbirit-birit seperti anak TK ke arah Mamanya gara-gara tatapan Elang. Tindakannya sukses membuat ketiga orang yang ada di sana tertawa terpingkal-pingkal.

Sambil mengingat momen memalukan itu, Adin terus berjalan.

Sampai di satu anak tangga paling atas, Adin mematung dan bertambah deg-degan, masalahnya, di sana di depan gadis itu, sosok Elang sedang berdiri sambil menyender pada kusen pintu kamarnya sendiri dan menatap ke arah Adin dengan seksama.

Adin sudah ingin putar balik dan turun, tapi dihentikan oleh panggilan pria tersebut.

"Cherry," kata Elang.

"Ng, s-saya, om?" tunjuk Adin malu-malu pada dirinya sendiri.

Elang mengangguk kemudian membuat isyarat supaya Adin mendekat ke arahnya. Gadis itu tentu saja langsung menurut, walaupun dengan langkah pelan dan malu-malu.

Saat sudah sampai di depan Elang, Adin hanya diam begitu pun dengan pria itu yang hanya menatapnya dengan pandangan sensual yang membuat bulu kuduk sang gadis merinding.

"Ng, Om?" tanya Adin saat melihat Elang masih saja diam dengan tatapan fokusnya.

Tatapan fokus pada bibir Adin, tentu saja.

"Shh, nggak nyangka kalau ternyata Mas Drian nyimpen Cherry yang masih muda dan segar di rumahnya," kata Elang sambil memijat keningnya pelan.

"Cobaan banget," lanjut pria itu terlihat sangat frustrasi.

"Om Elang mau cherry?" tanya Adin bingung.

Sejak tadi, yang Elang bahas hanya cherry dan cherry saja. Nggak salah kalau Adin berpikir pria itu memang sedang menginginkan buah cherry.

"Kamu mau kasih emangnya?" tanya Elang.

Si pria sebenarnya tahu kalau gadis di depannya ini tidak benar-benar tahu tentang cherry apa yang sebenarnya dia maksud.

"Jadi bener mau cheery, Adin nggak punya, Om. Gimana kalau beli besok aja?" tanya Adin polos membuat Elang gregetan.

"Nggak usah nunggu sampe besok," ujar Elang sambil mendekat, "sekarang aja."

"Tapi Adin nggak punya kalau sekarang, Om, Mama juga kayaknya nggak beli," jawab Adin.

Seandainya Kamu tahu cherry apa yang sebenarnya Elang maksud itu, Din.

"Kamu punya," kata Elang.

"Mana?" tanya Adin penasaran. Perasaan dia tidak pernah merasa punya atau membeli buah itu.

Elang menyeringai kemudian memajukan wajahnya pelan sampai tepat di depan wajah Adin.

"Ini," kata Elang sambil meniup pelan bibir Adin.

"E-eh?!"

Adin sukses lari terbirit-birit lagi seperti tadi siang, kali ini bukan ke arah Mamanya, tetapi ke dalam kamarnya sendiri.

Huuuft!

'Apaan itu tadi?' batin Adin.

Lanjutkan Membaca

Buku serupa

Buku lain oleh via.a

Selebihnya
Bab
Baca Sekarang
Unduh Buku