Arum, seorang janda tanpa anak menjalani hubungan dengan seorang brondong bernama Viki. Dia memilih merahasiakan hubungannya dengan sang kekasih karena rumor yang menyebar di tempat kerjanya adalah Viki lah penyebab hancurnya rumah tangga Arum dengan sang mantan suami, Pras. Di tengah hubungannya itu, Arum mengetahui bahwa Viki ternyata sangat boros juga kasar dan sering menyiksamnya, dia bahkan selingkuh hingga dua kali. Lalu bagaimanakah akhirnya? Akankan Arum bisa terus bersama Viki?
"Hari ini kamu mau kemana, Ay?" tanya Viki.
"Aku mau dateng ke pertandingan bola anak-anak. Mereka kan ada pertandingan persahabatan
sama bank sebelah," jawab Arum membenarkan letak ponselnya.
"Jam berapa emang?" tanya Viki lagi.
"Ya nanti sore sih. Rencana berangkat jam tiga," jawab Arum lagi melirik jam di tangannya.
"Ya udah aku anter. Telat dikit tapi ya. Tunggu aku selesai anter Jay ke tukang servis laptop,"
jelas Viki.
"Emang gak ngrepotin? Aku bisa berangkat sendiri kok," Arum meyakinkan diri.
"Udah, gak pake acara nolak-nolak segala ya," Viki bicara lagi dengan sangat lembut.
"Iya udah iya iya., terserah kamu aja!" jawab Arum memilih mengiyakan karena tak ingin
berdebat lebih panjang melalui panggilan video dengan kekasih brondongnya, Viki.
Arum alias Chintya Aprilia Kusumaningrum, janda tanpa anak berusia 30 tahun yang bekerja
sebagai staf HR di sebuah bank swasta di Malang. Wajah manis dengan rambut lurus sebahu.
Tubuh ideal dengan pipi chubby. Sedikit tomboy, supel, aktif, mandiri, dan pekerja keras. Sudah
dua bulan ini pacaran dengan rekan kerjanya di kantor, Viki alias Viki Narendra Gautama.
Seorang perjaka tingting berusia 25 tahun yang bekerja sebagai customer service. Manis dengan
kulit sawo matang. Baik, pekerja keras, dan ya sesekali masih suka genit sama nasabah.
Setidaknya itulah yang Arum tahu untuk saat ini.
Sesuai janji, sampai juga Viki didepan rumah Arum sore hari itu. Rumah orang tua Arum lebih
tepatnya. Dia tinggal di sana hanya bersama ibunya yang sudah berusia senja. Sedangkan sang
ayah sudah lebih dulu meninggalkan mereka tiga tahun lalu. Arum keluar rumah dengan celana
jins kesayangan dan hem kotak bewarna biru. Tak lupa tas ransel mini nya dengan make up tipis dan rambut yang dibiarkan tergerai. Ciri khas penampilannya sehari-hari yang nyaman dan
sederhana. Segera menyambar helm yang sudah disiapkan sang kekasih.
"Dimana ini tempatnya?" tanya Viki.
"Di sebelah Mall Bahari," jawab Arum singkat.
"Ok pegangan, kita meluncur!"
Tidak banyak yang mereka bicarakan selama di jalan. Hanya basa-basi saja seperti biasa.
Perjalanan 15 menit pun mereka sampai lokasi. Arum langsung turun saja dan masuk ke dalam
lapangan futsal beriringan dengan Viki. Bergandengan tangan? Tentu tidak. Arum bukan tipe
wanita yang suka bermanja-manja dengan prianya. Itu sangat menggelikan baginya. Itu juga
kenapa sulit untuk rekan kerja mereka yang lain untuk menebak apa hubungan Arum dengan
Viki sebenarnya. Keduanya tidak ingin memberi klarifikasi bak selebriti. Biarkan semuanya
mengalir seperti air. Toh cepat atau lambat teman-teman mereka akan mengetahuinya.
Pertandingan sedang berlangsung. Arum mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Ada
beberapa sosok yang tak dikenalnya di sisi kiri ruangan yang kemungkinan besar adalah mereka
dari bank lawan. Salah satunya memandang Arum dan melempar senyum saat mata mereka tak
sengaja bertemu. Tentu sebagai bentuk sopan santun Arum balas tersenyum walau dengan
sedikit kerut di dahinya.Arum beralih melihat beberapa rekannya yang sedang bertanding. Di
pinggir lapangan sisi kanan ada beberapa sosok yang dikenalnya. Agus dari IT, Bari dari
security, Jimi dari akunting, Juki dari marketing, dan Ojin yang juga CS sama seperti Viki. Tak
begitu akrab memang tapi Arum tentu saja mudah membaur. Sedangkan Viki sudah mulai
menyulut rokoknya bersama Ojin yang kebetulan memang cukup akrab dengannya.
Kedatangan mereka berdua tentu mengundang bisikan penasaran segera termasuk Ojin.
"Kalian tuh pacaran?" tanya Ojin ke Viki.
"Emang kalo dateng bareng gini harus pacaran?" Viki malah balik tanya.
"Hm, ya gak juga sih. Ya kali aja. Kalian sok misterius banget berdua," jawab Ojin enteng.
"Ato lu yang kepo?" respon Viki enteng.
"Ya emang sih kamu mau pacaran sama siapa juga bukan urusan aku. Cuman pesen aja aku tuh, jangan suka mainin cewek. Kasian dia. Setau aku, dia baru cerai kan sama suaminya?" Ojin
mencoba peruntungan.
"Gak usah sok suci deh! Mending kamu urusin tuh duo teller yang kamu PHPin terus itu. Mereka
masih enggak berhenti ngejar-ngejar kamu kan?" ejek Viki balik yang membuat Ojin meringis
memilih untuk melanjutkan kegiatan menghisap rokoknya.
Beda lagi dengan Arum yang juga diinterogasi oleh Agus yang memang cukup terkenal di bank
karena paling update mengenai gosip-gosip terhangat masa kini. Jangan heran, mulut laki-laki di
tempat Arum bekerja bahkan lebih licin dari perempuan. Agus mungkin bahkan tahu rahasia
terkecil apapun yang terjadi di bank saat ini.
"Udah terang-terangan sekarang bawa Viki?" godanya.
"Ya ngapain juga gelap-gelapan, Gus. Ada-ada aja!" timpal Arum.
"Ya pokoknya kalo ada kabar bahagia tuh dibagi-bagi gitu. Kan biar kita juga ikut seneng."
pancing Agus.
"Hahaha. Kita? Ya kamu aja kali, Gus. Lumayan dapat bahan ghibah baru kan?" serang Arum
karena memang dia yakin besok di bank, acara keluarnya dengan Viki hari ini akan menjadi
berita panas.
Agus ataupun rekan lainnya sebenarnya penasaran. Tapi tak pernah bertanya secara blak-blakan
karena Arum dan Viki sendiri nampaknya tidak terlalu ingin hubungannya dibahas. Makanya
mereka selalu memberi jawaban yang ambigu dan berputar-putar tiap ditanya.
Pertandingan futsal itu memang tidak lama, setelah sekitar satu jam pertandingan usai. Arum
pamit pulang pada orang-orang yang dia kenal. Karena lapar, dia minta Viki untuk menemaninya
makan malam lalapan favorit yang kebetulan searah dengan rumah Arum.
"Laper apa doyan sih, Ay?" tanya Viki jahil melihat lahapnya Arum makan bebek goreng di
hadapannya.
"Laper... tapi doyan. Hehehe," jawab Arum setelah meneguk es jeruk pesanannya.
"Ya udah makan yang banyak biar makin gendut," goda Viki lagi.
"Hm, nanti aku nya gendut kamu nya lari. Udah ketebak!" ejek Arum.
"Hahaha. Baper amat. Ya enggak lah. Aku mah udah cinta mati sama kamu, Ay!" goda Viki.
"Halah gombal! Emang kamu kira mempan gitu ngomong sok-sokan manis ke aku?" seru Arum
lagi.
Viki hanya bisa tertawa melihat tingkah sang kekasih. Hubungan mereka memang tidak terlalu
kaku juga yang membuatnya justru merasa nyaman dalam menjalani hubungan. Arum juga
bukan tipe wanita yang suka jaim, tapi lebih santai dan apa adanya saja. Masing-masing lanjut
menikmati sepiring nasi bebek penyet plus es jeruk.
Setibanya di rumah karena jam masih menunjukkan pukul tujuh, Viki memilih mampir sebentar.
Arum sudah keluar dari dapur membawakan kopi panas untuk sang pujaan hati. Lalu tidak
sengaja melihat brosur perumahan yang tergeletak di lantai. Seseorang pasti taruh itu di sana.
Arum mulai membacanya dengan seksama.
"Vik, ini loh bagus perumahan. Enggak pake uang muka, cicilannya juga murah terus flat, dan
lokasinya juga bagus loh. Kamu gak pengen beli?" tanya Arum.
"Buat apa? Masih ada rumah ortu aku di Surabaya," jawab Viki singkat.
"Ya buat investasi lah, Viki! Daripada kamu kos kaya sekarang kan sama-sama keluar duit juga
tiap bulan. Nambah dikit kamu bisa nyicil rumah dan kamu enggak perlu tinggal di kos lagi,"
bujuk Arum lagi.
"Ya udah sini coba aku bawa tuh brosur. Nanti biar aku liat-liat lagi!" langsung sambar saja Viki.
"Enak loh punya rumah sendiri. Misal ortu kamu pengen jenguk, ya mereka bisa nginep situ.
Atau ada temen-temen kamu pengen main juga bisa lebih bebas di situ. Aku dukung pokoknya
kamu beli rumah. Nanti kalau kamu minat, aku bisa temenin kamu liat lokasinya!" bujuk Arum
tiada henti.
"Ay, kamu nih ngerangkap marketing perumahan ya? Ngotot banget aku disuruh beli rumah. Ato
jangan-jangan itu modus aja? Kamu kan yang sebenernya pengen main rumah aku? Iya kan?
Hehehe," goda Viki.
"Hah, repot emang ngomong sama perjaka tua. Pikirannya ya anda, gak jauh-jauh dari
selangkangan!" ejek Arum.
"Hah? Selangkangan? Emang aku ngomong apaan? Ya kamu kali yang mikirnya kesana. Aku
enggak tuh!" Viki semakin semangat menghoda sang kekasih.
Sebuah cubitan keras di lengan Viki menjadi hadiah untuk keusilannya, "terusin kamu ya! Udah pulang sana! Udah malem aku capek mau tidur!"
"Sakit banget, Ay! Ngapain sih cubit segala? Ya udah kalo gitu aku pulang ya. Pamitin ke mama
kamu jangan lupa!" kata Viki.
"Iya iya ok. Ya udah sana ati-ati. Sama makasih tadi udah nemenin," kata Arum lagi
melambaikan tangan.
Begitulah kehidupan Arum sekarang. Manis karena Viki yang menemani hari-harinya. Walau
mungkin bagi sebagian orang hubungan mereka terlihat tak biasa. Viki yang berusia lima tahun
lebih muda darinya juga perbedaan status yang mencolok antara keduanya, seringkali menjadi
bahan gunjingan dari orang-orang yang mengenal mereka. Arum juga tidak menutup mata dan
telinga, dia tahu teman-temannya di kantor sering membicarakannya, tapi dia tidak pernah ambil
pusing.
Arum memilih menonton drama korea di kamarnya, tapi dia tidak sendirian. Seekor kucing
persia jantan yang sangat gendut bernama Jelly selalu menemaninya. Rebahan santai di samping
sang empunya. Arum mengecek ponsel yang sedari tadi tak tersentuh. Membuka instagram dan
memperhatikan story teman-teman onlinenya hingga tak sengaja menemukan foto mantan
suaminya bersama seorang wanita yang tak tahu siapa. Selfie mesra dengan senyum lebar ke arah
kamera. Dia Puja Nugrawan Prasojo atau dia selalu memanggilnya Mas Pras.
Tidak ada yang salah pada hubungannya dengan Pras. Dia pria yang sangat baik juga sabar dan
bertanggungjawab. Seorang pembawa acara berita di stasiun televisi lokal di daerahnya. Ya
mereka memang tinggal berjauhan sejak pertama kali menikah. Arum tinggal di Malang, maka
Pras tinggal di Blitar. Tidak ada yang berniat mengalah. Masing-masing terlanjur mencintai
pekerjaan juga keluarganya. Mereka toh akan tetap bertemu di penghujung minggu. Kebanyakan
Pras yang akan berkunjung ke Malang dan sesekali sebaliknya.
Walau semuanya tampak baik, tapi mungkin itulah salah satu penyebab keretakan rumah tangga
mereka. Pada akhirnya rasa yang membuncah itu mereda menjadi jenuh. Cinta yang besar itu
memudar dan melebur. Kasih yang indah dan perhatian yang nyata itu kini kabur. Akhirnya
pernikahan mereka kehilangan percikannya dan dengan sangat terpaksa memilih untuk berpisah dengan dalih kebahagiaan bersama.
Apa kamu bahagia sekarang, Mas? Aku kok kangen sih, Mas. Kangen kamu boncengin aku naik vespa kesayanganmu. Kangen kita jalan-jalan random ke mall. Kangen kamu ajakin keliling cari berita bagus buat stasiun TV-mu. Kangen kamu yang sabar banget ngadepin aku yang super cerewet.
Munafik kalau Arum mengatakan bahwa dia lupa. Kenangan itu akan selalu ada. Bagaimanapun Mas Pras pernah menjadi bagian terpenting dalam delapan tahun kehidupannya. Berpengaruh begitu besar membentuk sosoknya yang saat ini. Walaupun sekarang hanya tersisa setumpuk sesal yang selalu datang belakangan, namun dia berusaha begitu keras untuk bangkit dan mengambil semua pelajaran berharga.
Bab 1 Rumor
19/04/2022
Bab 2 Ulang Tahun
19/04/2022
Bab 3 Berita yang Beredar
19/04/2022
Bab 4 Kota Blitar
19/04/2022
Bab 5 Pertengkaran Hebat
19/04/2022
Bab 6 Perceraian Depan Mata
19/04/2022
Bab 7 Langkah Viki Selanjutnya
19/04/2022
Bab 8 Berita Besar
19/04/2022
Bab 9 Firasat Ini
19/04/2022
Bab 10 Makan Malam Bencana
19/04/2022