Berawal dari challenge teman-temannya saat di klub, Minami Hanabe mengenal Dave Prasetya. Dan berawal dari party kecil-kecilan di klub yang sama, Dave mengenal Minami. Dari challenge itu, Minami berhasil membawa Dave kencan dan berakhir di ranjang. Ia pikir semua akan berakhir. Tapi ternyata tidak, karena Dave justru malah tergila-gila dengannya. Tidak ada yang salah dari perasaan Dave. Namun, yang menjadi kerumitan adalah, Dave sudah punya istri. Juga Minami merupakan bocah SMA, sekaligus anak dari kerabat istrinya. Lalu, bagaimana jika semua ini terbongkar?
Pranggg
Minami tersungkur usai ibunya mendorong ia tanpa ampun. Lututnya terbentur. Itu meninggalkan jejak nyeri meski tak tampak lukanya.
Minami mengangkat wajah. Air mata bercucuran deras, tetapi ia menatap ibunya penuh kebencian.
"Sebelum kau melakukan itu, pernahkah kau memikirkan masa depanmu?" Tanya ibunya, Dwi Handoko, dengan nada tinggi.
Minami balas menatap dua kali lebih tajam. Setelah beberapa saat, ia tertunduk diikuti senyuman mengerikan.
"Jawab aku!!!" lanjut ibunya, yang sudah diselimuti perasaan dongkol luar biasa hebat.
Lalu, teramat tenang Minami menjawab, "Sebelum bertanya padaku, harusnya Mommy bercermin lebih dulu. Lihatlah. Seperti apa Mommy ini?"
Jawaban itu kontan menggugah semua kemarahan ibunya. Hingga tanpa berpikir panjang, ia mengambil sapu lantas memukul Minami membabi buta.
"Dasar bocah sialan! Kau selalu menyebutku buruk! Kau selalu membenci aku! Kau selalu membandingkan aku dengan kelakuan jorok mu! Kau tidak berterima kasih! Anak tidak tahu diri!"
Umpatan terus keluar seiring dengan tangannya yang mengamuk tanpa jeda.
Minami melindungi wajah menggunakan dua tangannya. Hampir sekujur tubuh berhasil terkena pukulan itu. Ini membuat ia merasakan dua jenis sakit sekaligus. Sakit fisik juga sakit hati.
"Nyonya! Nyonya, tolong hentikan ini!"
Asisten rumah tangga mereka sekonyong-konyong berlari tunggang langgang dari dapur lalu menghambur ke tubuh Minami.
Wanita tua itu berusaha menghalau setiap pukulan Nyonya nya. Pada akhirnya ia sendiri yang terkena amukan lebih dari tiga kali.
Setelah Nyonya nya sadar. Sapu itu dilempar, dan ia sendiri berbalik pergi, menaiki undukan anak tangga.
Si Asisten merentangkan tangan. Ia menatap Minami dengan kesedihan luar biasa mengguncang.
"Non." Lantas, ia mengusap kepala Minami, sambil tetap memperhatikan lebam di sekujur tubuhnya. "Ayo ke kamar!"
Minami tidak berkata apapun, tetapi ia berdiri tatkala Asisten rumah tangganya menuntun bangun lalu pergi.
Sampai di kamar. Si Asisten rumah tangga itu mengambil kotak P3K dari lemari kecil sisi dipan.
Setiap lebam di tubuh Minami, ia obati tanpa terlewatkan. Setelah selesai, ia pamit membuat minuman untuk Minami. Begitu Asisten itu keluar, Minami bersiap mengumpulkan pakaiannya ke dalam koper lalu lantas secara diam-diam.
Di kamar lain.
Ibunya menerima telepon dari sahabatnya, sekaligus korban tindakan kotor Minami.
"Aku akan membawanya ke ranah hukum!"
Dwi Handoko terhenyak. "El, jangan lakukan itu. Ini ... ini salah tapi Minami masih kecil. Dia masih ingusan. Dia tidak tahu apa-apa. Mari selesaikan secara kekeluargaan. Aku akan membawanya pergi supaya dia dan suamimu ..."
Terlalu kotor. Dwi Handoko enggan mengatakan secara lengkap, tetapi Elena, sahabat Dwi Handoko, justru meneruskan secara terang-terangan.
"Supaya Minami dan Mas Dave tidak terikat lagi? Ck, kau salah, Dwi. Suamiku itu sudah terjerat bahkan cintanya membabi buta dengan Minami. Dan perlu kau tahu! Minami dan suamiku telah seringkali berhubungan badan. Ini yang membuat aku tak bisa memaafkan mereka!"
Perasaan Dwi Handoko terluka parah. Kedua lututnya seakan mati rasa. Ia berangsur-angsur jongkok kemudian terduduk, bercucuran air mata.
"Anakmu itu sama menjijikkannya denganmu, Dwi! Sama persis!" pungkas Elena, dua kali lebih menyakitkan.
Dwi Handoko mengakhiri panggilan. Ia menangis meraung-raung sampai satpam di luar rumah dapat mendengarkan suara wanita itu.
Sebagai ibu, tentu Dwi Handoko tidak terima putrinya disebut buruk serupa dirinya. Namun faktanya, Minami memang tidak jauh dari dirinya sendiri. Bocah SMA itu punya keberanian. Ia menggoda suami orang hingga suami orang itu terjerat kuat.
Disaat yang sama.
Minami berhasil keluar rumah tanpa dilihat oleh siapapun. Ia kabur tanpa berganti pakaian lebih dulu. Ia mengenakan seragam sekolah, yang kian jelas menunjukkan kalau dia masih SMA.
"Masa depanmu akan hancur!"
Sepanjang perjalanan, ucapan ibunya beberapa menit lalu terus terngiang-ngiang. Minami berusaha menepis, tetapi semakin ditepis suara itu malah semakin jelas.
Tadinya air mata Minami telah mengering. Namun, tanpa komando, ia kembali keluar disertai perasaan perih luar biasa menggigit.
Drtt drtt drtt
Sepanjang ia mengayunkan kaki, rentetan pesan memberondong masuk. Di tepi jalan yang sepi kendaraan, ia merogoh saku lantas mengeluarkan ponsel pintarnya.
Benar. Sudah banyak pesan masuk dari sahabat Minami dan ... dari Dave.
Pesan dari sahabatnya ia abaikan. Ia justru hanya membuka pesan dari satu orang, yakni Dave Prasetya.
[Ini hari yang berat. Aku gagal melindungimu]
Sedetik selesai dibaca, pesan kedua menyusul.
[Apapun yang terjadi, aku akan tetap mencintaimu. Jangan khawatir. Semua akan aku bereskan. Sekarang datanglah padaku]
Minami mengangkat wajah. Tepat di seberang tempatnya berdiri, sudah ada Dave beserta mobil hitam doff nya.
Bibir Minami mengembang tipis. Tiap air mata ia seka menggunakan lengan.
Dave menatap sayu. Tanpa ingin menunggu lebih lama, Dave beranjak dari tempatnya berdiri.
Kakinya terayun lebar. Menghabiskan tiap jarak pemisah dirinya dengan Minami.
Setelah berhadapan persis di depan gadis itu, Dave baru menyadari setiap luka di tubuh Minami.
Dave menggertakkan rahang, menahan emosi. Kemudian ia menarik lengan Minami, serta memberinya pelukan terhangat yang selama ini berhasil membuat Minami luluh lantak.
Minami paham ini salah. Namun, ia tidak mau menolak, karena dalam hatinya, nama Dave sudah terpatri dalam.
Hal itu dimulai dari empat bulan lalu. Dimana saat itu, Minami dan ketiga sahabatnya mendatangi klub di tengah kota, usai menyelesaikan tugas sekolah.
Bermodalkan KTP kakak salah satu sahabat Minami, sebut saja Helena; yang bekerja di klub tersebut, mereka berempat bisa masuk lalu minum-minum dan membuat permainan "challenge".
"Yang kalah harus menggoda salah satu pria di sana!" Tunjuk Helena pada sekelompok pria berpakaian rapi, yang tengah minum-minum sambil ngobrol.
"Harus berhasil!" Tambah sahabat Minami yang lain, ia si paling royal, Bella.
Sementara sahabat Minami yang satunya tidak ikut menyumbangkan ide. Jangankan menyumbangkan ide, minum saja tidak.
"Aku setuju!" Minami bersemangat menjawab. Tak disangka, ialah yang kali pertama mendapat jatah hukuman itu.
"Ah, ha ha, kau kalah, Nami!" Helena berseru heboh.
"Kau kalah? Ya Tuhan, kau yang kali pertama mendapat jatah menggoda pria di sana."
Minami berdecak-decak lidah. "Ahhh, aku tidak yakin. Apakah bisa? Takutnya mereka akan menolak, dan mempermalukan aku."
"Jangan khawatir. Coba dulu," ujar Helena, seraya menaik turunkan alis.
Minami menatap sahabatnya bergantian lantas menunjuk mereka semua dengan tatapan sebal. "Awas kalian, yah!"
"Semangat! Semangat!" Dukung Bella.
Minami beranjak. Ia merapikan rambut dan pakaiannya sebentar sebelum ia mengayunkan kaki dalam keadaan terhuyung-huyung.
"Sial, aku banyak minum," gerutu Minami.
Sejauh lima meter Minami melangkah. Ia, berhenti, memperhatikan tiap-tiap wajah mereka.
Menurut Minami, semuanya tampak berumur. Ia pikir, mereka adalah pria kantoran. Ia kurang minat, tetapi hukuman adalah hukuman. Jadi mau tak mau, ia harus menyelesaikannya.
"Itu dia!"
Syukurlah Minami menemukan satu pria yang hanya seorang diri, sedang teman-temannya sibuk mengobrol dan ada pula yang berjoget di lantai dansa bersama gundik.
Bukkk
Minami menjatuhkan pantat persis di sebelah pria tersebut. Si pria kontan menoleh, memamerkan wajah tampan, tatapan dingin dan bibir ... sensual.
Jantung Minami tiba-tiba berdebar kencang. Niatnya menggoda pupus seketika.
Buku lain oleh Zhang Ayu
Selebihnya